Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober 14, 2012

Langit selatan haa' nua

Aku berdiri di gerbang kotaraja Dan memandang ke langit kota raja Sejauh pandang hingga langit selatan, haa’ nua Sejurus terlihat garuda satu-dua melintas langit Keduanya menjadi induk sejumlah anak garuda Berbaris muti’-muti’ di belakang induk garuda Hari itu langit kota raja hingga langit selatan, haa’ nua Menari, melambai, mengalun bersama awan gemawan Hingga hari menjelang senja, Manakala burung srigunting, baos bersiul Ditingkah hantu, kuturu’ menggoreng mangsa Keduanya laksana alim ulama Menebar pesona rohaniawan sejati Sedang selingkuh dalam raga dan sukma Srigunting baos menebar nyanyian minor Mendapat dukungan hantu kuturu’ bernada sumbang Perkutut sasaran kambing hitam Berharap   koro manu beria-ria Hai induk garuda! Srigunting baos bersembunyi na’koro nai’koro Sedang si hantu berlagak anak tuhan Berdo’a di sonaf simbol tak berdosa Bedak dan lipstik melabur wajah berdosa Hai induk garuda! Mereka akan berisik di antar

Feotnai haa' nua

Berdiri di hadapan cahaya putih si manas Aku bergidik tak berkutik Mata tajam mengarah pada feotnai haa’ nua Berpanas-panas di bawah manas Tetap manis muti’-muti’ dibalut uniform muti’-muti’ Seperti merpati putih terbang serombongan Mengalun angkasa muti’-muti’ Akh, .... Kudengar bisik-bisik ular yang sirik Mencari ruang dalam peluang Mendekati feotnai haa’ nua di lorong waktu Merapat dengan telapak   nobef kamomos Dengan setengah hati mendatangi feotnai haa’ nua Huum akmoe, neek maufinu Tersenyum si sirik bagai si nenek sihir Memakai marak pernik intrik kuasa Agar ‘piru ‘nakaf mohon dihormati Menggapai singgasana mulia tapi sepi Oooh... Feotnai haa’ nua, Perhatikan secara saksama sekelilingmu... Nfuun aan ko feotnai haa’ nua Beruang mencari ruang dalam peluang menggasak uang. Mencakar benda raga rasa pundi-pundi uang di ruang bisik. Tak disumpit, ia menyumpit. Bila disumbat, ia merembes trus menetes mencari ruang. Mem

Angin Selatan berhembus

Hari ini pah meto’ Hari ini angin selatan berhembus Engkau bukan sembarang pah meto’ Engkau boleh dihina karena makan peen meto’ Engkau boleh disindir karena omong uab meto’ Tetapi hari ini engkau atoin meto’ Engkau berkata dan berujar meto’-meto’ Ulurkan tanganmu untuk bekerja Arahkan kakiku untuk menuju zaman baru Buang mata ke masa depan Jangan pakai leher untuk menoleh Pakai telinga untuk menyimak Hatimu bijak tak meto’-meto’ Bangkit, maju dan bergeraklah terus Tateut pah meto’ Tateut pah Amarasi – teunraen-buraen Tateut Amfoan oe je matan – hau goe uun Retraen, 17 Agustus 2011

Tidak sengaja

Tidak sengaja Ketidaksengajaan itu noktah noda yang menodai sejarah Hati tulus rela dikorbankan di altar kebencian dan murkanya waktu Menjawab susah, membisu susah Ancaman,   terror, sarit   to’os menghias awan pegunungan Hina’an, ‘paran perendahan harkat manusia mewarnai birunya langit Siapa tahan berhadapan dengan mereka? Hati tulus rela berkorban di altar kebencian dan murkanya waktu Menjawab susah, membisu susah Engsel pintu berderak saat dibuka dan ditutup Mengabarkan, ada penyamun dan perampok berdiri di sekitarmu Tapi, pintu terbuka lebar untuk penyamun di sisi kanan si Isa. Pula kepada mereka yang berhati orang samaria, Dan tertutup rapat kepada hati berbulu, aet ma’funu’. Saat datang guruh menggemuruh Langit meluruhkan awan hendak gerimis Bumi bergolak menahan Guntur asnonot. Tanah diam bergeming menatap surya si manas Menanti putusan Sang Ilahi Uisneno Gundah gulana cacing di kolong tanah kering remuk retak Menanti sekedar g