Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Oenoni 2 Bergirang dalam Nada Galau

Gambar
 Oenoni 2 Bergirang dalam Nada Galau Selasa (10/11/20), hari yang menyenangkan di desa Oenoni 2 Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang. Saya menyebutnya menyenangkan karena untuk pertama kalinya saya diminta menyampaikan materi tentang Hukum Adat dalam rangka Pembinaan Lembaga Adat. Program ini dibuat oleh Pemerintah Desa Oenoni 2, disetujui oleh Badan Perwakilan Desa dengan diketahui Camat Amarasi dan Pemerintah Kabupaten Kupang melalui Organisasi Perangkat Daerah (Instansi Teknisnya).  Saya tiba dengan materi di bawah judul, Hukum Adat dalam Masyarakat Adat Pah Amarasi.  Setelah Camat Amarasi membuka yang didahului sekapur sirih sambutan Kepala Desa Oenoni 2, kami tiba pada materi yang saya bawakan. Sesungguhnya saya lebih suka menggunakan kata penyegaran lembaga adat, bukan pembinaan. Teknis penyajian saya berharap para peserta mau berdiskusi secara hangat. Saya menyukai diskusi dalam proses sajian materi sehingga segera mendapatkan respon yang mengesankan. Saya menyampaikan sejumlah ha

Tae Bnetes, Budaya Mengumpulkan Keluarga dan Uang

Gambar
  Tae Bnetes , Budaya Mengumpulkan Keluarga dan Uang Pengantar Saya sudah pernah menulis materi ini dengan judul Bnetes Blogrand ala Amarasi. Artikel ini saya tulis pada tahun 2015 dan masih tersimpan dalam blog ini. Bnetes, bukan sesuatu yang asing pada masyarakat adat bekas Swapraja Amarasi atau yang dikenal dengan istilah Pah Amarasi dan Amarasi Raya. Begitu kuatnya budaya ini sehingga rasanya akan menjadi beresiko bila tidak dilakukan, terutama pada satu hal yang disebutkan dalam bahasa lokal, noon reko, hal baik. Hal baik yang dimaksudkan ini adalah pengurusan perkawinan yang dipastikan akan melibatkan segala sumber daya, termasuk manusia dan material. Budaya Bnetes, kemudian diterjemahkan sebagai kumpul keluarga.  Ada istilah lain yang sering pula disebutkan oleh para tetua adat, tae oko', saot oko', maknanya sama yaitu melihat apa isi tempat sirih-pinang dan selanjutnya tindakan menambahkan kepada tempat itu. Tulisan saya kali ini kiranya hendak mendeskripsikan dua hal, 

Uki Mnatu'

Gambar
Uki Mnatu' Pengantar Sewaktu bekerja bersama-sama di kompleks Pastorian Jemaat Koro'oto, seorang bapak menggunakan idiom uki mnatu' pada seorang bapak yang sudah tua. Lalu, seorang pemuda yang tidak paham bertanya, "Mengapa menggunakan istilah itu pada orang yang sudah tua?"  Bapak itu tidak memberikan jawaban yang memuaskan sang pemuda, tetapi ia pun tidak mau bertanya lagi untuk mendapatkan jawaban yang memuaskannya. Nah, dalam tulisan ini saya akan mencoba mengulas makna idiom uki mnatu' yang disematkan pada orang yang sudah tua. Uki Mnatu', Pisang Masak Bila menerjemahkan idiom uki mnatu' secara lurus uki ~ pisang dan mnatu' ~ emas. Jadi uki mnatu' artinya pisang emas. Tapi, senantiasa orang melihat pisang yang sudah masak disebutkan dalam bahasa Amarasi dialek Kotos dengan istilah uki mnatu' ~ pisang masak. Pisang yang sudah matang akan tiba pada titik masak. Warna kulitnya yang semula hijau berubah menjadi kuning. Daging buah pisang y

Oe je 'So'en Hau goe Mnaitin

 Oe je 'So'en Hau goe Mnaitin Pengantar Setiap urusan perkawinan menurut huku adat perkawinan di Pah Amarasi, hampir selalu ada istilah ini walau tidak disebutkan oeh mereka yang menikah secara adat itu. Pengucapan kalimat bermakna (konotatif) di atas diucapkan oleh para pemuka adat. Mereka yang paham akan mengetahui makna di balik ungkapan konotatif itu. Sementara yang mendengar saja, hanya bingung dan bengong, apa artinya? Jika ada yang mengetahui dua jenis benda yang disebutkan di sana, mereka akan membayangkannya dan mengetahui bentuk, rupa dan wujudnya. Tapi, apakah mereka mengetahui maknanya? Cobalah bertanya, apa makna di balik oe je 'so'en hau goe mnaitin? Fakta dan Makna Filosofis  Secara faktual ada dua benda yang disebutkan dalam idiom oe je 'so'en hau goe mnaitin .  Kedua benda itu adalah air (oe) dan kayu (hau). Kata kerja yang digunakan pada idiom itu, untuk air, 'so'en , artinya menimba, ditimba, tertiba, dan untuk kayu, mnaitin artinya, a

Etika Berbicara dalam Konteks Atoin' Meto' di Pah Amarasi

  Etika Berbicara dalam Konteks Atoin' Meto' di Pah Amarasi Pengantar Melalui aplikasi WhatsApp seorang pendeta mengirim pesan sebagai berikut, "Bapa, beta agak kurang nyaman di sini. Biasa orang akan panggil beta: Ibu, lu mau pi mana? Ato Ibu, kamu su habis ibdah? Ada ko bahasa Timor untuk panggilan halus untuk yang lebih tua, ato yang dihormati? ato karna terjemahan bahasa hanya ada ^ho^?   Ada dua kata yang saya beri huruf tebal sekaligus garis bawah. Sang pendeta merasa tidak nyaman pada dua kata itu. Rasanya secara etika, ia kurang mendapat tempat "terhormat" sebagai salah satu pemimpin di dalam kampung, apalagi ia seorang pemimpin umat. Apa yang dapat saya sampaikan kepada sang pendeta tentang situasi seperti itu? Bahwa masyarakat pedesaan Timor menerjemahkan secara lurus kata [ ho] ke dalam Bahasa Melayu Kupang menjadi [lu] atau ke dalam Bahasa Indonesia menjadi [kamu]; atau [kau]. Hal ini berangkat dari ungkapan sehar-hari seperti ini, Ho mnao meu mee ?

Tilon atau Tilong

Gambar
  Tilon atau Tilong Saya dan sejumlah orang mendengar cerita mantan Kepala Desa Oefafi Kecamatan Kupang Timur, M. Tameno. Ia bercerita banyak hal, dan kami mendengarkan secara saksama sambil sesekali tertawa berhubung beliau menyelipkan frase-frase humor. Satu di antara cerita-ceritanya itu tentang nama Tilon , yang sekarang menjadi Tilong. Sebagai Atoin' Meto' yang terus belajar, saya paham bahwa ada varian dialek Uab Meto', yang menyebabkan lafal berbeda, di antaranya /tilon/ atau /tiron/. Pertanyaannya, apa artinya? Tilon atau tiron, artinya tidur beristirahat sambil memamah. Siapa yang tidur beristirahat sambil memamah? Jawabannya, sapi dan kuda. Sapi dan kuda bila tidur sambil memamah, atau mengunyah Atoin' Meto' menggunakan kata / tilon / atau / tiron /. Oleh karena itu, ada dua kampung di sekitar Kupang Timur yang dinamakan Bijaetilon dan Bikaestilon. Apakah kedua kampung ini masih ada? Jawabannya, secara faktual keduanya sudah punah, tetapi nama mereka d

Sopan di depan Petinggi Negeri

Gambar
oleh: Heronimus (Roni) Bani Sopan di Depan Petinggi Negeri Sekedar Awalan Hari ke-8 kami sedang ada dalam tugas membaca, mengoreksi ejaan, membahas hal-hal yang menurut awam dan pembina patut diperhatikan oleh tim konseptor naskah. Tugas kami dalam tim seperti itu yang sedang kami lakukan pada naskah Cerita Yusuf dalam Kitab Kejadian. Rasanya tugas itu ringan, tetapi bila membahas ayat per ayat dan masuk dalam pengetahuan teologi,sosiologi, dan linguistik misalnya, itu sungguh bukan tugas mudah dan murah.  Kitab Kejadian masuk dalam proyeksi untuk diterjemahkan ke dalam Bahasa Amanuban oleh Unit Bahasa dan Budaya GMIT. Hari ini saya mencatat kata-kata yang biasanya dipakai masyarakat Banam (Amanuban) untuk menyapa petinggi secara sopan. Hal yang mirip ada juga di kalangan masyarakat Pah Amarasi. Kata yang Sopan di Depan Petinggi Negeri Banyak hal harus mendapat perhatian bila menghadap usif, uispah di sonafnya. Masyarakat harus memperhatikan sikap dan tata

Belajar dari Cabe

Gambar
Belajar dari Cabe Sumber: kompasiana.com Pengantar Beberapa hari ini saya agak tidak nyaman di sekolah. Sesungguhnya saya sudah menyadari sejak awal ketika saya berada di sekolah itu. Ketidaknyamanan mereka yang "orisinal" dan kami yang "imitasi" di tempat dimana kam berkumpul bukan sebagai kerumunan tetapi sebagai abdi negara dalam status yang berbeda. Sayang sekali bahwa sekalipun di lembaga pendidikan, hal yang saya sebutkan dalam tanda petik di atas secara senyap dimainkan pada kami yang imitasi. Saya sadar bahwa yang datang dengan embel-embel imitasi biasanya mudah disingkirkan. Maka, saya selalu mengingatkan rekan-rekan guru tanpa pandang orisinil atau imitasi, bahwa kesiapan diri untuk menjadi yang lebih baik dalam kualitas diri dan pelayanan harus nyata, nampak terlihat, dapat dirasakan oleh pemangku kepentingan di dalam sekolah dan di luar sekolah. Kekuatiran saya akhirnya terbukti. Seorang di antara kami yang imitasi akhirnya "didepak&quo

ATOUP NONI - Ciptaan. Pinus Niron / Roni Bani - Vocal. Pengawas Goup

Gambar

Babi Mati, antara tahyul dan pengetahuan

Gambar
Babi Mati, antara tahyul dan pengetahuan Seorang peternak babi melalui aplikasi messenger mengirimkan kabar bahwa babi yang diternakkannya telah mati sampai beberapa ekor. Ia sangat sedih. Saya memintanya untuk menulis ceritanya, ia malah makin susah saja. Ia mengatakan bahwa, ia benar-benar sedang dalam kesusahan atas kematian babi-babi itu menjadi penyebab ia tidak fokus untuk menulis ceritanya.  ' Kepada peternak babi itu saya minta untuk mengirim satu atau beberapa foto. Ia pun mengirimkan foto yang saya tempatkan pada blog ini.  Lalu, saya ingatkan agar mengubur babi-babi yang mati itu. Ia mengirim kabar bahwa pada masyarakatnya mereka tidak boleh mengubur babi, karena bila dikuburkan maka kelak bila akan memelihara babi kembali, maka babi yang dipelihara itu tidak akan hidup.  Pikiran saya diarahkan pada budaya di kampung Koro'oto, kampung kecil tempat kelahiran saya dan komunitas keluarga-keluarga di  sini yang kemudian kampung ini berfusi ke dalam Desa Nekme

Iku, Roh di Ladang Atoin' Meto'

IKU, roh di ladang Atoin' Meto' Pengantar Berladang merupakan satu budaya pada masyarakat petani di Amarasi dan orang Timor pada umumnya. Berladang dengan pendekatan tebas-bakar dilakukan bertahun-tahun lampau, bahkan sampai sekarang pun masih dilakukan sekalipun hutan primer sudah tidak ada lagi. Kehidupan masyarakat peladang dengan ladangnya sendiri pada masa lampau selalu dikaitkan dengan kepercayaan akan adanya kuasa yang memberi hasil pada padi dan jagung. Kisah asal-usul jagung sebagai pemberian “Tuhan” dengan cara yang aneh diyakini oleh peladang pada masa lampau. “Tuhan” (Uisneno) yang memberi perintah untuk menyembelih sepasang anak, daging manusia dicincang, dihamburkan ke ladang yang telah dibakar bersih, siap tanam. Cincangan daging manusia yang dihamburkan itulah yang kemudian tumbuh menjadi jagung. Dari keyakinan bahwa jagung (dan padi) memiliki roh yang oleh karenanya maka mereka tumbuh dan berbulir, maka peladang merawat ladangnya secara