Postingan

Menampilkan postingan dari September 8, 2019

Hukum Adat di Kalangan Orang Amarasi Raya (seri-3)

Gambar
Subat, Upacara sekaligus Hukum Adat (3) Semua makhluk hidup di permukaan bumi ini, pada akhirnya akan mati. Manusia, salah satu di antara makhluk hidup sebagai yang diciptakan berbeda dengan makhluk hidup lainnya itu, pada akhirnya akan mati. Mati, sebagai kata atau istilah dalam Bahasa Indonesia ada pilihannya. Mati sebagai istilah yang terasa kurang sopan. Meninggal dan wafat, atau mangkat terasa lebih terhormat. Istilah manakah yang tepat? Seringkali itu hanyalah persoalan nilai rasa.  Orang Amarasi sendiri punya sebutan untuk kematian dengan metafor yang menarik. Berikut ini istilah-istilah yang sudah pernah dibahas dalam pertemuan-pertemuan ilmiah gerejani di Klasis Amarasi Timur. A.     Filosofi kehidupan dan kematian 1.       In nuut ee namsoup goen Frase pendek di atas in   nuut   ee   namsoup   goen,   bila diterjemahkan secara harfiah artinya, kayu bakarnya telah habis terbakar . Frase ini adalah satu idiom yang dipakai oleh orang Amarasi untuk memberi

Hukum Adat di Kalangan Orang Amarasi Raya (seri-2)

'Soko-Noo' , Hukum Adat Menjaga Keseimbangan Alam (2) Heronimus Bani Pengantar Kemarin saya mengetengahkan hukum perkawinan yang mungkin masih akan terus berkembang bila didiskusikan. Istilah-istilah yang digukan dalam seremoni perkawinan menurut hukum adat a-la orang Amarasi Raya hampir selalu berubah, termasuk di dalamnya perubahan bila menggunakan pendekatan maso minta , meminang. Ada istilah Ripa'-Oko'  yang isinya sama dengan meminang. Sayangnya, seringkali maso minta   atau meminang itu masih dibarengi dengan mapua' . Hari ini saya mengetengahkan satu hukum adat yang juga dikenal orang Amarasi Raya dan Atoin' Meto' pada umumnya dengan istilah berbeda. Orang Amarasi Raya pun masih punya varian istilah untuk menjaga keseimbangan alam. Pengetahuan yang saya ketahui istilah itu disebut 'Soko-Noo'. Tanda-tanda di depan dan belakang masing-masing mewakili satu fonem. 'Soko-Noo'   untuk Keseimbangan Alam Hukum Adat yang

Hukum Adat di Kalangan Orang Amarasi Raya (tulisan berseri)

Hukum Adat a-la Atoin’ Meto’ Amarasi Raya (1) Heronimus Bani Pengantar Hari Minggu, (8/9/19), seorang mahasiswa sekolah tinggi hokum mendatangi saya untuk berdiskusi setelah semalam sebelumnya ia mengirim pesan melalui aplikasi WhatsApp. Kami berdiskusi tidak seberapa lama berhubung kami mengalami kebingungan tentang materi yang ia bawa sebagai tugas dari dosen yang menugaskan. Menariknya diskusi yang tidak berapa lama ini jatuh pada permintaan sang dosen untuk mencatat dan mengurai sepuluh hokum adat yang berlaku di tengah-tengah kehidupan bersama. Saya agak merasa geli saja, berhubung terminology sepuluh hokum seperti Dasa Titah dalam Taurat/Torah. Kami berdiskusi. Hasil diskusi yang tidak seberapa itu saya minta untuk ditulis. Sementara saya sendiri mesti menulis yang sudah saya sampaikan dengan ulasan yang kiranya menjadi materi belajar pada diri sendiri dan komunitas pembaca yang mau membaca artikel ini. Pertanyaan muncul ketika harus menulis bagian ini adalah: