Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Amarasi Ethnoastronomy

Amarasi Ethnoastronomy [1] Heronimus Bani Abstrak Orang Timor Amarasi tinggal di selatan pulau Timor. Mereka menempati daerah pegunungan yang memuncak di Sismeni dan mengarah ke lembah menuju ke pantai selatan dari timur di pulau kecil Menifon ke barat mengarah menyusuri pantai sampai Oepaha’. Sebagai masyarakat pegunungan mereka belajar memahami fenomena alam tentang hujan, angin, dan musim tertentu, termasuk dalam siklus bertani ladang. Mereka memperhatikan gerak semu bintang-bintang sehingga ada pengetahuan tentang bintang-bintang. Ada bintang seperti: Haa’ Nua’ (empat-dua).   Asuu’fai (penakar malam), Faif Nome (bintang fajar), dan Hitu’ (tujuh). Selain bintang, mereka juga memperhatikan tanda-tanda pada matahari dan bulan. Bila gerhana matahari mereka menyebutnya, Maans ee npuut (matahari terbakar), dan fuun ee npuut (bulan terbakar). Bila ada ada posisi bintang sangat rapat dengan bulan disebut, fuun ee nkaot (bulan menusuk) tanda bahaya. Materi ini menarik maka d

Cinta Menyambutmu

Cintaku Menyambutmu   Cinta! Izinkan aku bertanya padamu. “Siapakah sesungguhnya yang kau harapkan berdiri di hadapanmu?” Nak... ! Aku tak loba. Aku memberimu seluruh rasa cintaku padamu. Aku memberikannya pada siapapun. Aku taruh dalam hati mereka, bahkan dalam relung hati terdalamnya, di sana aku simpan dan kobarkan cinta itu. Aku ajari mereka mengasihi sesama. Aku ingatkan dan nasihatkan agar mengasihi Tuhannya. Aku tegaskan, bahwa, rasa cinta yang kutanam itu mesti tumbuh, berdaun hijau, dan sebaiknya menjadi pohon cinta yang memberi buah. Di sana kaum akan bersekutu di bawah rindangnya, dan burung-burungpun rindu bersarang. Nak... ! Kau bacalah kitab sucimu. Di sana cinta ditabur, disemai dan ditumbuhkan. Ada sakit derita hingga kematian sekalipun, cinta bersemi menghiburkan Ada dosa penghalang, cinta memasang   titian kecil selebar tapak kaki untuk penyeberang seorang demi seorang. Ada tembok tinggi kuasa, cinta memasangkan tangga berundak dinaiki seoran

Kosmosnya orang Timor di Amarasi Raya (2)

Kosmosnya orang Timor di Amarasi Raya (2) Ini lanjutan diskusi yang saya coba rangkai dan urai di blog ini. Tentang dunia di atas manusia. Dunia di atas manusia orang Timor di Amarasi Raya nampak secara kasat mata yaitu matahari, bulan, bintang, awan, langit. Semua itu tidak dapat dijangkau. Sekalipun kabut turun dan dapat dilihat mata telanjang, tetapi siapakah yang menangkap kabut? Lalu bagaimana memanjat untuk menyentuh awan, bulan, matahari, dan bintang? Maka, orang menyebut mereka dengan istilah usif ~ usi' ~ uis lalu ditambahkan sebutan benda langit itu. Kata-kata itu seperti ini: Uis Nope ~ tuan awan; usi kfuu ~ tuan bintang; uis manas ~ tuan matahari; uis funan ~ tuan bulan, dan lain-lain. Semua usif~usi'~uis' sebagaimana disebutkan ini berada jauh dalam jangkauan, sekalipun kelihatannya seperti dekat dalam pandangan. Lalu, orang mulai membaca tanda-tanda alam dengan memperhatikan gerak semu bintang-bintang. Lahirlah istilah haa'-nua yaitu bintang selatan

Noelmina', Kisahmu Hari Ini

Gambar
Noelmina', Kisahmu Hari Ini! Saya baru saja kembali dari perbatasan Kabupaten Kupang - Timor Tengah Selatan. Ada dua kisah yang sungguh berkesan pada saya ketika berada di sana.\ Pertama, Pendeta yang memimpin kebaktian syukur natal 2018, memimpin kebaktian dengan sangat luar biasa. Mengapa saya mengatakan demikia? Seluruh bagian liturgi disampaikan dengan nada dan gaya seperti seorang pujangga membacakan karya sastranya. Luar biasanya, ia membunyikan lambang bunyi /s/ layaknya ada bunyi sengau yang menyertainya sehingga kedengaran berbeda dari biasanya orang melafalkannya. Masih dari mimbar gereja ini, pendetanya menggunakan smartphone dari atas mimbar. Ia memotret liturgi sekitar dua kali. Sesudah itu, ia mengarahkan lensa kamera smartphonenya ke arah jemaat yang hadir dalam kebaktian. Sedetik kemudian, blitz menyala tanda ia telah mengambil gambar/foto jemaat yang hadir. Foto itu dilakukannya dari atas mimbar. Bagi saya ini tidak pantas, tapi mungkin sang pendeta mera

Diskusiku tentang kosmosnya orang Timor di Amarasi Raya (1)

Diskusiku tentang Kosmosnya orang Timor di Amarasi Raya (1) Hari ini, Senin,tanggal dua puluh empat bulan Desember tahun dua ribu delapan belas. Pada pagi hari, ketika saya merasa harus mengistirahatkan pikiran, ternyata tidak boleh. Seorang mahasiswa program studi Tenun Ikat mendatangi rumah saya. Ia ditemani ibunya. Ia memohon agar dapat berdiskusi dengan saya tentang beberapa hal sehubungan dengan tugas yang diterima dari dosennya. Mula-mula secara bergurau saya sampaikan kalau saya hendak meliburkan pikiran dan ide. Tapi, apa boleh buat. Prinsip loteng harus terus membagi isinya dan digantikan yang baru dan segar tetap saya pegang. Maka, jadilah kami berdiskusi. Lalu, si mahasiswa mulai dengan pertanyaan Kosmologi. Wah, satu ilmu pengetahuan baru bagi saya. Saya pernah mendengar istilah itu. Kosmos, segala sesuatu yang tentang alam. Kosmologi, pastilah ilmu tentang alam semesta. Si mahasiswa bertanya, kosmologinya orang di kampung kami. Saya tidak boleh menjawab sepe

Aku Ingat Mama

Gambar
 Aku ingat Mama "Wah...!" Aku tersentak ketika mengangkat mata, memandang pada potret tua. Di sana ada ibuku menggendong adikku. Di sampingnya ada kakak yang memangku seorang adik perempuan. Aku ada di belakang sana. Wajah anak-anak masih polos. Belum ada kontaminasi dunia luar pada kami anak-anaknya. Ada saudara sepupu berdiri paling belakang. Kami mengapit seorang adik lagi. Di antara kami di dalam foto itu, seorang tiga di antaranya hari ini (2018) bertugas sebagai guru (PNS). Anak baby yang di pangkuan ibuku sekarang seorang ASN. Seorang saudara sepupu merantau, dan dua adik perempuan memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan atas alasan ibu sudah tidak ada, siapa yang mengurus ayah. Hari ini, Hari ibu. Aku dan adik-adikku serta dua orang kakak, masing-masing telah berumah tangga. Kami mengurus rumah tangga masing-masing di tempat kami bertugas. Ibuku, "menguras" isi perutnya untuk melahirkan kami sebanyak 10 orang. Di antara ke-10 orang ini yang tertin

(cerpen) Kisah Seorang Ibu, Empat Suaminya dan Lima Anaknya

Kisah Seorang Ibu, Empat Suaminya dan Lima Anaknya     Heronimus Bani     Sore tak berangin. Hening. Burung cici padi bersiul di dahan kersen. Ia meloncat dari satu dahan ke ranting kecil. Menarikan ekornya, melagukan madah kaum unggas. Aku melihat tubuh mungilnya. Terasa ia hendak bercerita padaku ketika ia berpaling menghadap diriku. Aku tertegun sejenak. Aku memasang telinga baik-baik dan kuupayakan pendengaranku semakin tajam untuk mendengarkan kisah cici padi bersiul sore ini. Oh... ternyata ada kisahnya. Adalah empat pemuda bersepakat merantau. Mereka tidak sedarah-sedaging, tidak seibu, tidak seayah. Ketika berangkat dari meninggalkan kampung halaman, mereka tiba di pesisir pantai. Dari sana kehidupan baru menanti di seberang. Mereka memandang sejauh-jauhnya mengikuti fatamorgana di seberang laut. Daratan baru mereka hendak tuju. Mereka bersepakat menggunakan satu perahu. Tiadalah hambatan untuk tiba di daratan sebelah sana, berhubung angin menolong, bintangpun

Lopo dan Maknanya

Gambar
LOPO DAN MAKNANYA Heronimus Bani Pengantar Pada awal Oktober 2018, satu rombongan keluarga terdiri dari 30 orang   berangkat dari Amarasi Selatan.   Rombongan ini menuju suatu tempat di Betun, Kabupaten Malaka. Dalam rombongan ini hanya seorang saja yang pernah ke kampung tujuan. Oleh karena itu, ia meminta agar kami berkendaraan melewati jalan utama lintas Timor sampai pertigaan Nurobo. Dari sanalah kami akan dengan mudah mencapai ibukota Kecamatan Lelobotin, Kaputu. Tetapi, pengemudi menghendaki berbeda. Ia mengantar rombongan menyusur lintas Selatan. Setelah melewati jalan lintas Timor, berbelok di Batuputih menuju Kolbano dan selanjutnya berharap tiba di Betun dalam waktu yang tidak terlalu lama. Perkiraan sang sopir meleset. Perjalanan memakan waktu yang lama sekalipun rombongan menikmati penorama alam yang indah menawan dan mengundang decak kagum atas kemahakuasaan sang Khalik. Sementara rombongan mengagumi keindahan alam, sang sopir mengemudi dengan kewaspadaa