Antara Intensitas dan Kualitas

Antara Intensitas dan Kualitas


Hari ini, Kamis (19/12/19), saya amat lelah sesungguhnya setelah berada dalam satu tugas pokok di akhir semester pertama tahun pelajaran 2019/2020. Satu tugas pokok yang saya maksudkan adalah rapat guru. Dalam rapat ini kami membahas satu agenda tunggal yang kemudian diberi warna sari sebagai agenda penyanggahnya. Agenda tunggal yang saya maksudkan itu adalah, membahas situasi dan kondisi siswa, guru, dan proses pembelajaran di setiap kelas (I-VI) selama satu semester.

Rapat ini menjadi menarik dan sangat berkualitas, mengingat saya untuk pertama kalinya mendengarkan pernyataan-pernyataan menarik dari para guru kelas dan dua orang guru mata pelajaran. Pernyataan menarik justru terjadi bukan pada materi pokok yaitu sikon siswa, guru dan proses pembelajaran, tetapi pada materi penyanggah yang saya beri nama warna sari tadi.

Intensitas rapat, kira-kira itu salah satu hal yang diharapkan dari mereka yang bersuara seakan "meneror" kepala sekolah. Kritik disampaikan dengan lugas dan tegas, tetapi gestur menunjukkan kebencian mendalam. Kata-kata yang dilontarkan bila harus menjadi bahan dendam patutlah untuk demikian adanya, namun tiadalah berguna untuk memendam rasa yang demikian karena akan menimbulkan penyakit psikis. 

Intensitas yang lain adalah intensitas informasi sekalipun informal patut disampaikan pada para guru. Hal yang satu ini dapat dimaklumi oleh karena saya termasuk golongan orang yang tidak terlalu sudi memberi sesuatu informasi yang sesungguhnya sudah ada dalam pengetahuan guru. Sangat lucu bila membersihkan halaman dan ruang-ruang kelas pun seorang kepala sekolah harus memberi "aba-aba"? Masakah untuk mendapatkan air minum seorang kepala sekolah harus memberi aba-aba? 

Intensitas kehadiran di ruang-ruang kelas agar memonitoring proses pembelajaran. Mungkin ini dapat dibenarkan. Sebaiknya memang harusnya demikian. Siapakah guru yang tidak masuk di kelas? Satu-satunya guru yang tidak selalu masuk ke kelas adalah kepala sekolah. Kepala sekolah akan berada di kelas bila diperlukan atau ada keperluan yang secara sadar dan sengaja dibuat agar dapat masuk ke kelas. Padahal hal itu hanya bersifat tentatif insidentil. Sesungguhnya 

kebutuhan kita bukan pada intensitas belaka. Kebutuhan kita pada kualitas pelayanan yang berdampak pada kualitas out put dan out come. Termasuk kualitas percakapan dengan pihak pemangku kepentingan yang mengambil kebijakan-kebijakan tertentu yang teknis edukatif (dhi.Dinas P&K). Intensitas pertemuan dengan pejabat atau pegawai pada kantor Dinas P&K dalam rangka apa? Kualitas pertemuan itulah yang lebih primadona. Misalnya, menyampaikan dan mendiskusikan masalah guru yang kompleks, baik pada proses pembelajaran maupun pada personal sang guru itu sendiri mengenai kesejahteraannya. Dalam hal yang berkualitas seperti itulah kita diharapkan berkarya untuk maju dan berkembangnya proses pendidikan di satu unit sekolah.  

Sehabis rapat saya pulang sebentar ke rumah. Lalu melanjukan perjalanan ke kota. Di kota saya mewajibkan diri untuk bertemu dengan guru yang sedang mengikuti Diklat Prajabatan CPNS agar kiranya pada akhir dikla mereka dinyatakan lulus dan boleh menyandang predikat PNS. 

Kehujanan beigitulah yang terjadi. Akan tetapi sesuai janji saya, saya akan bertemu dengan guru yang bersangkutan pada pukul 15.00-an. Tepat pukul 15.00 saya tida di kota Kupang. Saya menuju ke lokasi yang dimaksudkan itu. Bertemu dengan guru yang bersangkutan. Menandatangani beberapa lembar berkas sebagai laporan. 

Hujan mengguyur kota Kupang. Saya sempat tertahan hampir satu jam lamanya di emperan toko di satu sudut kota Kupang, Oepura'. Ketika agak reda, saya melanjutkan ke Gramdia. Di sana sedang menunggu anak dari kakak saya. Setelah bertemu, kami berdiskusi beberapa hal menarik, lalu memilih dua judul buku. Kami ke kasir, membayar, dan keluar.

Di luar Gramedia, kami mampir sebentar di warung samping Gramedia. Menikmati makan siang yang sudah sore. Sesudah itu segera berbalik ke kampung. Sayang sekali ketika di lampu pengatur lalu lintas, saya mendapati lampu motor tidak menyala. Kami segera mencari bengkel. Setelah menemukan bengkel terdekat, kami meminta agar dapat memeriksa dan mengganti bola lampu yang putus. Ternyata bola lampu itu tidak putus. Kontak lampu yang mengalami kerusakan. Setelah diganti, barulah lampu dapat dinyalakan.

Saya lanjutkan perjalanan pulang ke kampung. Hujan telah reda. Intensitas hujan yang makin tidak tentu, mesti dimanfaatkan secara berkualitas oleh petani, baik peladang maupun petani lahan basah.


Koro'oto, 19 Desember 2019  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Lopo dan Maknanya