Natu' Pilu', metode pewarisan budaya pada masyarakat Pah Binoni Amfo'an
Natu' Pilu', metode pewarisan budaya pada masyarakat Pah Binoni Amfo'an
Pengantar
Saya baru saja menghadiri suatu acara maso minta (peminangan) di Lelogama ibukota Kecamatan Amfoang Selatan Kabupaten Kupang. Acara ini berlangsung pada hari Jumat (7/10/22) sekira pukul 16.00 WITa. Acara ini dihadiri oleh banyak pemuka masyarakat baik dalam kapasitas sebagai anggota keluarga maupun pejabat desa/kelurahan.
Acara serupa sangat sering saya hadiri di kota Kupang, yakni maso minta. Maso minta sudah menjadi budaya yang khas masyarakat adat di perkotaan Nusa Tenggara Timur. Hal ini merembes sampai ke pedesaan di dalam Pulau Timor dan sekitarnya.
Beberapa tulisan saya tentang maso minta dapat dilihat pada blog ini. Secara umum ketika rombongan keluarga pihak laki-laki datang, mereka akan tiba dengan barang bawaan yang terasa sudah diterima secara umum yakni 5 dulang (baki, a'tupa'). Kelima dulang itu sudah "terstandarkan" yakni:
- Dulang pertama berisi, lilin dan kitab suci
- Dulang kedua berisi pemberian kepada orang tua,. keluarga dan beberapa pemuka yang disebutkan secara khusus
- Dulang ketiga dan keempat berisi pemberian kepada gadis yang dipinang
- Dulang kelima berisi serangkai pinang wangi, sirih, kapur dan tembakau.\
Inilah pendekatan "terstandarkan" pada prosesi peminangan di perkotaan, walau sering pula ada tambahan yang disesuaikan dengan budaya pada etnis dari keluarga gadis yang dipinang.
Hari ini, Jumat (7/10/22) saya menghadiri acara dimaksud dan menyaksikan ada tambahan 2 item di luar kelima dulang tersebut. Dua item tambahan itu yakni: Noni-Kenat dan Natu' Pilu'.
Isi Noni-Kenat mirip dengan etnis lainnya di Nusa Tenggara Timur yakni, sejumlah besar uang sebagai tanda terima kasih kepada ibu. Sebutan lainnya yakni "air susu ibu". Bagian ini mudah dipahami. Sementara prosesi Natu'Pilu' tidak mudah dipahami.
Maka, sesudah prosesi Natu' Pilu' saya mencoba meramu maknanya sebagaimana yang akan saya urai di sini.
Natu' Pilu', proses dan maknanya
- tanggung jawab pelestarian budaya ternyata disematkan terutama kepada kaum perempuan Amfo'an. Merekalah yang menjadi tiang utama pelestarian budaya. Hal ini dibuktikan dengan pemberian kantong/tas buatan itu bukan kepada (calon) suami (laki-laki), tetapi justru diterimakan kepada (calon) isteri (perempuan Amfo'an).
- Empat sudut yang dicincinkan itu kemudian ditegakkan untuk disambungkan dengan simpul-simpul. Empat sudut itu melambangkan tiang rumah. Satu rumah tangga baru segera terbentuk. Simpul-simpul itulah keluarga-keluarga yang turut serta membangun, menolong, membimbing hingga rumah tangga itu "tegak" pada masanya.
- Empat sudut yang dicincinkan dan ditegakkan menjadi tiang juga melambangkan empat rumpun keluarga. Ada pasangan orang tua masing-masing dengan nama nonot (marga, fam). Dua pasang suami-isteri itu terdiri dari 4 nama nonot. Empat nonot itulah yang mendukung terbentuknya rumah tangga baru ini.
- (Calon) isteri (perempuan) yang menerima kantong/tas buatan dari destar baru ini, melambangkan tanggung jawab pelestarian budaya. Ia dan suaminya kelak akan menceritakan secara terus-menerus kepada anak-anak mereka agar budaya masayarakat adat Amfo'an terus terpelihara.
Keren dan informatif sekali. It is a kind of sharing great information. Thanks.
BalasHapusThanks for your comment. Saya menulis apa yang saya alami, rasakan dan dalami nilai-nilainya.
HapusSangat runut dan sistematis bapa tulisannya. Sama2 orang NTT tapi budaya dan adat setempat cukup beraneka ragam. Inilah kekayaan Indonesia yang harus terus dilestarikan.
BalasHapusterima kasih ibu guru telah meluangkan waktu membaca dan memberikan komenternya di sini. Mari menulis
Hapusterima kasih pak
BalasHapussama-sama pak
HapusKearifan budaya yg luar biasa
BalasHapus😇👏
terima kasih sudah berkunjung di sini.
HapusKeren Bapa Roni. Terima kasih info bermakna ini
BalasHapusTerima kasih sudah membaca bagian ini. Semoga menginspirasi dan mau menulis, menulislah ✍️
HapusTerima kasih bapak sudah berkunjung dan sampe mengetahui adat istiadat yg dituturkan dr nenek moyang amfoang utk terus di lestarikan. Itu namanya nikah adat setelah itu baru masuk ke nikah gereja. Trimakasi
BalasHapusSaya tahu itu nikah menurut hukum adat perkawinan.. Pengesahannys saya saksikan pula. Saya juga memperhatikan pendekatan yang digunakan oleh pemerintah kelurahan Lelogama untuk pengesahannya. Hal itu sama dengan apa yang dilakukan pada masyarakat adat Pah Amarasi.
HapusTrmksh Saudara Qu
BalasHapusSama-sama.
HapusRasanya tulisan ini sdh pernah saya baca.
BalasHapusMungkin ada penulis lain yang pernah menulis hal ini. Bedanya saya baru mengalami sehingga saya menulis dan membagikannya pada para sahabat Literat agar menjadi pengetahuan walau mungkin masih kurang informatif.
HapusSangat informatif mksh banyak 🙏
BalasHapusBermanfaat 🙏🙏🙏
BalasHapusTerimakasih Bapa