Sepuluh Jari (Kaum) Bapak
Pendahuluan
Pembaca yang mulia di dalam Yesus Kristus Tuhan. Jari tangan manusia yang normal sebanyak 10 jari . Lima jari di tangan kiri, dan lima jari berikutnya di tangan kanan. Ini suatu kepastian yang tidak perlu saya sampaikan. Tetapi, sering terjadi ada yang tidak lengkap jarinya karena dibawa sejak dari kandungan, dan ada yang lebih dari 10 jari, itupun dibawanya sejak lahir. Ada orang yang jari tangannya 10 justru berkurang satu jari atau beberapa jari, bahkan buntung tangannya. Atau ada yang kehilangan satu ruas jari pada satu jari atau dua tiga jari. Ini semua terjadi bisa karena kelalaian pada waktu bekerja atau benar-benar kecelakaan kerja.
Bagaimana
bisa bekerja secara baik kalau salah satu jari tidak ada, terutama ibu jari?
Mereka yang terlahir cacat tangan/jari pasti ada daya dorong yang membuatnya
bisa memanfaatkan ketidaklengkapan jari tangan untuk bekerja. Melalui
kontinyuitas latihan pasti mereka dapat memfungsikan jari-jemari yang memang
cacat. Mereka yang lengkap/utuh jari-jari tangannya bisa langsung memakai untuk
meraba/menyentuh, memegang, menjepit, menunjuk dan beragam fungsi.
Kisah hidup
manusia siapapun dia, ketika telah mencapai usia produktif mesti bekerja.
Mereka yang tidak bekerja atau bekerja asal jadi, bahkan bekerja dengan cara
curang akan diberi merk: malas, pengangguran, parasit, lintah darat, rajin kabauk, curi tulang, dan
lain-lain.
Tulisan yang
saudara baca pada bagian berikutnya akan menggambarkan ddua tokoh dalam dalam
Kitab Kejadian dimana mereka menjadi pekerja keras. Mereka mau memuaskan hasrat
bekerja dengan menggapai keberhasilan, kesuksesan.
Tulisan ini
ditujukan kepada para bapak atau kaum bapak (dan kepada siapapun yang membaca).
Maka, saya memilih bagian pembacaan dari Kejadian 9:18-28 dan Kejadian
30:25-43. Dua kisah naratif dimana ada dua orang dari zaman berbeda bertanggung
jawab atas hidup yang diberikan Tuhan kepada mereka. Bentuk tanggung jawab itu
adalah dengan bekerja.
1. Noh,
Petani Anggur
Pembacaan
Alkitab: Kejadian 9:18-29
Sebelum saya
masuk dalam pembahasannya, saya kutipkan bagi kita bagian cerita ini dari
terjemahan Kejadian dalam dua bahasa: Bahasa Indonesia terbitan Lembaga Alkitab
Indonesia, dan Bahasa Amarasi terbitan Unit Bahasa dan Budaya Kupang
Nuh
dan anak-anaknya
Anak-anak
Nuh yang keluar dari bahtera ialah Sem, Ham dan Yafet; Ham adalah bapa
Kanaan.Yang tiga inilah anak-anak Nuh, dan dari mereka inilah tersebar
penduduk seluruh bumi.Nuh menjadi
petani; dialah yang mula-mula membuat kebun anggur.Sesudah ia minum
anggur, mabuklah ia dan ia telanjang dalam kemahnya. Maka Ham, bapa Kanaan
itu, melihat aurat ayahnya, lalu diceritakannya kepada kedua saudaranya di
luar. Sesudah itu Sem dan Yefet mengambil sehelai kain dan membentangkannya
pada bahu mereka berdua, lalu mereka berjalan mundur; mereka menutupi aurat
ayahnya sambil berpaling muda, sehingga mereka tidak melihat aurat ayahnya.
Setelah Nuh sadar dari mabuknya dan mendengar apa yang dilakukan anak
bungsunya kepadanya, berkatalah ia: “Terkutuklah Kanaan, hendaklah ia
menjadi hamba yang paling hina bagi saudara-saudaranya.” Lagi katanya:
“Terpujilah TUHAN, Allah Sem, tetapi hendaklah Kanaan menjadi hamba baginya.
Allah meluaskan kiranya tempat kediaman Yafet, dan hendaklah ia tinggal
dalam kemah-kemah Sem, tetapi hendaklah Kanaan menjadi hamba baginya.” Nuh
masih hidup tiga ratus lima puluh tahun sesudah air bah.Jadi
Nuh mencapai umur sembilan ratus lima puluh tahun, lalu ia mati.
|
Nai’ Noh anmauf tua miin-kase
Nai’
Noh in aanh ein re’ npoin na’kon abnao naan esan re’: nai’ Sem, nai’ Yafet,
ma nai’ Ham. (Nai’ Ham naan, es re’ nai’ Kana’an in amaf). Mansian
pah-pinan ia ok-oke’, amneemk ein na’kon nai’ Noh in aan teun ein re’ ia.
Nai’ Noh naan, atoin tani. In es
re’ aroe hau anggur ahun-hunut. Neot es, nai’ Noh niun raur anggur tar antea nmauf
ka nahiin jon fa. Onaim in nhoro’ nain in paken, rarit in ntuup natneen
af-aaf aah nbi in tenas. Oras nai’ Ham antaam ate, in niit in aamf ee ntuup
aaf aah. Onaim in naen anpoi, ma nnao natonan in tataf, ani’ Sem ma nai’
Yafet. Rarit sin nua sin naitin tais ma npira’ na’ratan tais naan anbi sin
haunk ein. Rarit sin nnaon ntet-kotin ntaman neun tenas naan, ma nkuub naan
sin amaf. Sin ka niit fa sin aamf ee ‘maen. Rarit sin npoin nfanin.
Oras
nai’ Noh mauf goe oke’, in nahiin in aan moen aheit suus goe in a’mo’en.
Rarit in na’uab am nak, “Hoe! Kana’an amaf! Au ‘kaas ko! Ho of amfain ate
meu sin ho tata’! Pures-bo’is neu UISNENO, natuin nai’ Sem! Mes nai’
Kana’an anjair nai’ Sem in aan renu’. Maut he Uisneno anfeons am anhainua
ntein nai’ Yefet in pah. Ma in suufk ein nmonin nbin mamut ma rame’ nok
nai’ Sem in sufan. Mes maut he nai’ Kana’an anjair nai’ Yafet in aan reka’.”
Anmurai
na’ko noe sako’ naan anmeit, nai’ Noh anmoni ntein toon natun tenu mbo’
niim (350). In nmaet oras in nmoin naan toon natun seo mbo’ niim (950).
Alkitab
mengisahkan kepada kita bahwa setelah air bah surut, mereka yang selamat yaitu
Noh, isterinya, tiga anaknya dan tiga menantunya. Data ini menunjukkan penduduk
bumi setelah air bah surut; jumlahnya hanya 8 orang, terdiri dari 4 pasang
suami-isteri; atau 4 laki-laki dewasa, dan 4 perempuan dewasa. Bila
dikategorikan dari aspek umur, pastilah Noh yang paling tua. Pada umur 500
tahun (Kej.5:32), ia mulai mengerjakan kapal besar (bahtera). Bahtera
dikerjakan selama 100 tahun, hal ini digambarkan oleh (Kej.7:6) dimana
peristiwa air bah turun Noh telah mencapai umur 600 tahun. Sesudah peristiwa
itu, Noh masih hidup 350 tahun (Kej.9:28-29). Keseluruhan waktu yang diberikan
Tuhan untuk dinikmati Noh adalah 950 tahun. Suatu masa hidup yang hampir
mencapai 1 milenium.
|
Ketika air
bah surut, belum ada anak kecil, anak remaja, dan pemuda-pemudi tanggung calon
pengangguran. Ketika air bah surut belum ada pemerintahan yang terbentuk dengan
struktur birokrasi yang kompleks dan rumit. Belum ada organisasi keagamaan yang
menempatkan oknum tertentu sebagai yang superior dan yang lainnya pengikut yang
manggut. Belum ada banyak permasalahan sosial, politik, ekonomi yang luar biasa
mencengangkan. Yang tersisa hanyalah kesan dan pengalaman para pemula penghuni bumi
tahap II yaitu Noh dan anggota keluarganya.
Pengalaman
mereka yang mengesankan yang tak akan terlupakan adalah bagaimana mempersiapkan
kapal mahabesar; isinya dengan logistik dan semua binatang yang tiba-tiba ada
kekuatan yang mendorong/membawa mereka masuk ke dalam kapal mahabesar itu;
pengalaman selama berada di dalam kapal yang dipermainkan ombak, gelombang
sampai akhirnya tersangkut di gunung tertinggi Ararat. Mereka mengingat semua
pengalaman itu dalam gambaran benak yang tak akan terabaikan dan terhapuskan.
Sebagai penghuni
bumi pada saat itu, merekalah orang-orang dewasa yang dapat bertangung jawab
terhadap kehidupan dan keselamatan dari bahaya. Mereka menjadi saksi atas
hancurnya bumi yang Tuhan jadikan. Mereka harus memulai sesuatu untuk mengurus
bumi. Bumi dimana mereka tinggal sudah terkutuk (Kej.3:17). Sekalipun Tuhan
menghukum bumi dengan melenyapkan bangsa manusia yang berdosa di dalamnya,
namun kutukan terhadap tanah tetap berlaku, oleh karena manusia yang tinggal di
atasnya adalah keturunan Adam. Mereka bukan orang baru, atau diciptakan baru.
Mereka orang-orang yang diselamatkan dari maut karena kejahatan orang di
sekitarnya, bahkan kejahatan makhluk manusia di bumi pada masa itu.
Beruntunglah mereka, oleh karena telah didapati Tuhan Allah bahwa Noh sebagai
orang yang hidup lurus di hadapan Tuhan Allah (Kej.6:9-10). Kitab Kejadian
(terjemahan) dalam bahasa Amarasi menulis begini: ... Nai’ Noh anmoin nok neek amne’o neu Uisneno, ma ka nmoe’ fa moe’ re’uf.
Oras naan, aar aha in es re’ atoin reko. In nmoni nhaumaakb on nok Uisneno. Jika
diterjemahkan secara harfiah dalam Melayu Kupang akan berbunyi begini: Noh idop deng hati lurus pi Tuhan Allah,
deng sonde bekin hal buruk. TB (LAI) menerjemahkan sebagai berikut: Nuh
adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya;
dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah.
Luar biasa.
Noh bukanlah sembarang orang. Ia orang yang bernilai di hadapan Tuhan Allah.
Ia seorang
pekerja keras. Ia menggunakan sepuluh jarinya untuk bertanggung jawab terhadap
kehidupan yang Tuhan berikan kepadanya. Ia bertanggung jawab sebagai kepala
keluarga terhadap isteri, dan anak-anaknya. Bahkan ketika anak-anaknya telah
berkeluarga pun ia masih merasa bertanggung jawab terhadap mereka. Ia bekerja.
Seluruh organ tubuh dikerahkan untuk melakukan apa yang menjadi pekerjaan yang
kiranya dapat memberi dampak bagi pemenuhan kebutuhan hidup.
Organ-organ
tubuh itu tentulah dengan berpikir (otak); selanjutnya melihat, mengamati,
merasakan, mengecap, mendengar, menyimak, dlsb (alat-alat indera). Setelah otak
mencerna segala apa yang telah dikirimkan oleh alat-alat indera; kemudian otak
memberi simpulan atas semua informasi dan pesan, maka akan muncul satu pesan
baru. Pesan baru itu mesti diwujudkan karena masih bersifat abstrak yang belum
dapat diraba, belum dapat dilihat model dan bentuk, ukuran dan beratnya.
Noh, sebagai
orang yang hidup lurus di hadapan Tuhan Allah, yang bergaul dengan-Nya tidak
serta merta mengharapkan belas kasih atau pasrah saja pada Sang Khalik itu. Ia
tidak bermanja (Melayu Kupang (MK): palese)
minta diberikan secara gratis dari Penciptanya. Ia malah menunjukkan kepada
keluarganya bahwa harus ada yang dikerjakan setelah bumi mengalami kehancuran.
Kita dapat saja
mereka-reka rencana kerja yang ditetapkan oleh Noh dan anggota keluarganya, yang
akhirnya memutuskan menjadi petani anggur. Noh, menjadi petani anggur yang
berlanjut sebagai pengusaha anggur yang sukses. Kejadian 10 mengisahkan tentang
pertambahan jumlah penduduk. Jumlah penduduk dunia pada saat itu berapa
banyaknya, tidak jelas. Namun, menarik benang merah ke dalam masa hidup Noh
yang masih 350 tahun sesudah air bah surut, maka pembaca dan saya kiranya dapat
mereka-reka bahwa ada masa bekerja yang sangat lama. Tiga setengah abad dipakai
Noh untuk bekerja, bertanggung jawab terhadap kehidupan baik untuk dirinya
sendiri maupun orang lain termasuk penduduk dan penghuni bumi di sekitar mereka
yang berawal dari 4 pasang suami-isteri. Pertambahan penduduk, ditinjau dari
aspek ekonomi menyebabkan bertambahnya alat pemuas kebutuhan manusia. Untuk
mendapat alat pemuas kebutuhan itu, harus diusahakan. Noh dan keturunannya
tidak tinggal diam.
Sepuluh jari
tangan Noh difungsikan secara tepat. Ibu jari dipakai untuk memberi pujian dan
hukuman (reward and punishment); jari
telunjuk dipakai untuk menunjuk area kerja, zona usaha, dan batasan-batasan
karya dan karyawan (employmen);
menata aturan (law inforcement)
bahkan perluasan usaha (development).
Telunjuk
berfungsi sebagai sarana yang mengantar kepada test produk sebelum dikemas. Dengan telunjuk orang menunjuk diri
sebagai yang terbaik sambil mengingatkan orang lain akan kelemahan. Telunjuk
menunjuk orang yang dapat diangkat ke dalam jabatan tertentu atau bahkan
menjatuhkan orang dari jabatannya. Telunjuk, dipakai semua orang untuk
tunjuk-menunjuk, tuding-menuding, tuduh-menuduh.
Sementara
jemari lainnya rasanya akan menjadi penonton yang tertib. Jari tengah hanya
bisa menengahi semua yang berusaha menjadi yang terbaik. Maka, ukurannya lebih
tinggi dari dua jari besar yang pendek, dan dua jari kecil yang juga pendek.
Sehebat-hebatnya ibu jari dan jari telunjuk mereka tidak dapat lebih
tinggi/panjang dari jari tengah yang dapat menengahi persoalan-persoalan yang
diakibatkan oleh si ibu dan si tunjuk.
Entahlah Noh
dan anak-anaknya memakai cincin pada masing-masing jari manis. Entahkah isteri
dan para menantu Noh melingkarkan cincin kawin pada jari-jari manis mereka.
Cincin pernikahan selalu disematkan pada jari manis. Sayangnya tidak semua
orang dapat memakai cincin itu berhubung tinggi harganya. Si kelingking yang
terkecil, sudah kecil, pendek lagi. Ia tidak lebih mungkin dari sekedar
pembersih lubang hidung.
Tapi Tuhan
adil. Keadilan Tuhan pada jari-jari tangan manusia adalah setiap jari memiliki
tiga ruas. Mungkin pembaca ingin memperhatikan jemari tangan. Silahkan! Tidak
salah juga anda membaca sambil meraba-raba jemari tangan. Sadarkah kita bahwa
keadilan Tuhan terwujudkan dalam jemari tangan kita? Secara faktual, semua jari
tidak sama ukuran panjang dan beratnya, tetapi fakta lain pada bidang datar
yang sama menunjukkan bahwa ukuran ruas sama yaitu tiga ruas. Perhatikan
jemarimu, pada tiap ruas ada penanda yang memberi batas pada ruas-ruas.
Menariknya lagi, sekalipun ibu jari ditegakkan untuk memuji dan dibaliktegakkan
untuk menghukum, masih dapat ditekuk. Begitu pula telunjuk yang dipakai
menunjuk, dapat ditekuk. Beturut dan berurut semua jari dapat ditekuk.
Apakah Tuhan
mempunyai maksud dengan memberi ruas jari agar dapat ditekuk? Tentu saja ada
maksud Tuhan. Noh dan anak-anaknya pun memiliki hal yang sama. Penetapan
program strategis yang prioritas adalah menghasilkan alat pemuasan dan pemenuhan
kebutuhan hidup. Noh dan anak-anaknya bekerja. Mereka sudah merentangkan
jari-jemari mereka di atas wadah perencanaan, pengorganisasian (planning and organizing). Kini mereka
menekuk jari-jemari mereka di atas area pelaksanaan dan implementasi (actuating and implementation), dengan
begitu kelak bila berhasil atau gagal (succes
or unsucces) sekalipun dapat dievaluasi untuk menetapkan tindak lanjut (evaluation to follow up).
Tuhan tidak menutup
mata dan tidak menutup telinga pada pak tani bernama Noh. Noh menjadi pengusaha
dengan pengembangan usaha yang semakin luas. Perkebunan anggur. Usaha pemerasan
buah anggur menjadi air anggur (pabrik anggur). Distribusi dan pemasaran. Kerja
besar, tentu tidak dilakukan oleh Noh
sendirian.
Kita tidak
dapat menggampangkan bagian kisah kitab Kejadian 9:20, dimana dinyatakan dalam
TB (LAI): Nuh menjadi petani; dialah yang mula-mula membuat kebun anggur.
Apakah orang membaca ayat ini lalu dapat membayangkan betapa kesibukan Noh
dalam investasi perkebunan anggur? Mungkin saja orang membaca sambil lalu saja
ayat ini, kemudian beranggapan, Noh hanya mempunyai satu kebun kecil untuk memenuhi
kebutuhan mereka yang delapan orang. Orang bisa saja lupa bahwa Noh masih hidup
350 tahun sesudah air bah surut. Noh masih melihat anak-anak dari para cucu dan
cecenya. Jumlahnya berapa banyak? Suatu keniscayaan saja bahwa kebutuhan hidup
semakin bertambah seiring bertambahnya jumlah penduduk.
Kitab
Kejadian memberikan gambaran masa kehidupan Noh yang 350 tahun sesudah air bah
surut, sehingga kita dapat memaknainya sebagai suatu masa kerja (masa dinas)
dari Noh yang bermanfaat besar bagi anak dan keturunannya. Kesepuluh jarinya
sebagai ayah, bapak, dan suami tidak dipreteli agar ada alasan untuk berhenti
bekerja. Kesepuluh jarinya sangat berguna.
Kegunaan lain
yang luar biasa dari kesepuluh jari itu adalah Noh membangun meja persembahan dari
bebatuan, dimana di atasnya dibakar korban persembahan kepada Tuhan Pencipta
langit dan bumi (Kej.8:20).
Walau
demikian, patut disesali sikap tidak terpuji dari Noh. Mabuk. Teks Amarasi
mencatat ... nai’ Noh niun raur anggur
tar antea nmauf ka nahiin jon fa. Secara harfiah dalam MK artinya, Noh minun laru anggur sampe mabok sonde tau
diri.
Rupanya
keberhasilan telah menjadikannya mabuk keberhasilan. Menjadi petani yang
sekaligus investor perkebunan dan perusahaan anggur menjadikan Noh telah
berpuas diri. Ini manusiawi. Akan tetapi, kepuasan atas usaha dilewatinya
dengan mabuk. Mabuk anggur, dan mabuk kesuksesan. Lupa daratan.
Bagaimana
mungkin anggur memabukkan seorang petani anggur, seorang pengusaha anggur?
Mestinya seorang petani/pengusaha anggur telah mengetahui secara detil
seluk-beluk anggur, dari kualitas rendah hingga berkualitas tinggi. Kualitass
ekspor dan kualitas konsumsi dalam negeri. Biasanya yang mau diekspor tentu
yang terbaik, yang hendak dipakai sendiri, kualitasnya bisa abal-abal saja. Ia
tahu secara persis kualitas mana yang memabukkan, dan mana yang menyegarkan
tubuh. Anggur baru manis rasanya dan menyegarkan tubuh.
Anggur yang
disimpan dalam waktu yang lama semakin beralkohol. Itulah sebabnya, anggur
beralkohol memabukkan. Tidak heran bila Noh mabuk. Mungkin dia lupa untuk
seharusnya minum anggur baru yang segar, manis dan tidak memabukkan. Segarnya
anggur baru mungkin dapat menyegarkan pikiran dan perasaan, sehingga ia dapat mengikuti
perjalanan waktu untuk memenuhi visi.
Noh, justru
berlaku terbalik dari visinya. Pada perjalanan waktu melewati masa kerjanya
(masa dinas), ia justru jatuh dalam kesalahan yang memalukan. Ia terjerembab.
Jari kecil yang fungsinya tidak seberapa beraksi. Ia terjungkir (tegak ke
bawah) sebagai pertanda dan bermakna memperolokkan, menghina, dan mencela.
Kegagalan (unsucces, fail) menyebabkan ibu jari,
jari telunjuk, jari tengah dan jari manis menekuk diri. Mereka tidak dapat
mengangkat wajah mereka. Ibu jari tidak dipakai untuk memberi pujian, ibu jari
pun tidak dapat memberi hukuman. Ia bahkan
nampak sebagai yang memimpin ketiga jari lain untuk menekuk diri ke dalam liang
tapak tangan. Di tapak tangan mereka menyembunyikan wajah, sementara si
kelingking tertancap ke bawah menuding kegagalan.
Jari telunjuk,
tengah dan manis bersembunyi sangat dalam hingga tidak nampak wajah mereka.
Sungguh malu karena kegagalan. Telunjuk tidak dapat menunjuk, mengatur,
mengelola, mengorganisir, dan lain sebagainya. Peranannya yang besar tenggelam
ketika kegagalan datang mendera.
Jari tengah,
yang dapat menengahi persoalan-persoalan untuk mendapatkan solusi serta
pemecahan masalah ikut bersembunyi. Si manis pun demikian adanya.
Jari kelingking
benar-benar menunjukkan taringnya bila kegagalan menerpa kerja keras. Kerja
keras yang berbuah manis jatuh karena kealpaan yang dilakukan hampir secara
sadar.
Noh, tidak mendapatkan
perhatian dari anaknya Ham. Rupanya Ham menggunakan kelingkingnya. Ham sedang membelakangi
(menghina) sang ayah karena mabuk hingga telanjang memalukan. Bisa jadi Ham
juga menggunakan ibu jarinya secara terbalik. Ia tidak memuji.
Ham abai
terhadap visi besar mereka yaitu memuliakan Tuhan dengan segala jerih lelah
mereka. Ham lupa bahwa ia pernah diberi jempol karena memberi simpulan pendek
pada suatu diskusi.
Ham sedang
membayangkan bahwa ayahnya sedang tidak memberikan tubuhnya sebagai persembahan
kepada Tuhan. Semua persembahan dibawa ke hadapan Tuhan, dengan tubuh
sekaligus. Maka, bila tubuh bertelanjang masakan tidak malu terhadap Tuhan? Ham
mungkin ingat kepada leluhurnya Adam dan Hawa yang pernah bertelanjang sehingga
bersembunyi dari hadapan Tuhan. (Kej.3:8) tetapi Tuhan sendiri mengusahakan pakaian
kepada mereka (Kej.3:21).
Mengapa
seseorang yang sudah sukses di bidang usahanya kemudian sering menunjukkan
kegembiraannya dengan minum minuman beralkohol? Mabuk dan lagi kedapatan
telanjang? Akhir yang tragis. Bukan ibu jari yang terangkat menjempol, namun
kelingking yang menukik tanda penghinaan. Adakah di antara pembaca yang mungkin
mengalami atau melihat orang lain mengalami situasi sebagaimana Noh
mengalaminya?
Pembaca yang
mulia di dalam Kristus Yesus Tuhan. Pelajaran apakah yang kita dapatkan dari
kisah Noh sang petani anggur. Ada kerja keras dalam bidang atau sektor yang
ditekuni. Ada tantangan di dalamnya. Bahwa setiap usaha dan karya senantiasa
dibayang-bayangi perkembangan yang mengantarkan kepada kesuksesan di satu sisi,
dan pada sisi sebelahnya ada bayang-bayang kegagalan. Setiap orang ingin mencapai
kesuksesan dan menghindari kegagalan. Setiap orang yang berusaha dan bekerja
keras selalu ingin berada di rel keberhasilan, sukses agar tidak jatuh ke dalam
situasi yang memalukan.
Sepuluh jari
tangan manusia, memberi pelajaran berarti kepada kita. Dapatkah kita belajar
semakin mendalam tentang kesepuluh jari kita? Tentu saja bisa, bukan? Mari para
pembaca, kita lanjutkan dengan tokoh kedua yang saya pilih, Yakob.
2. Yakob,
Gembala Upahan naik Kelas
Nai’
Yakop naim ranan he na’baba’ in mui’t ein
... “Au ‘iit a’rair, onaim au
uhiin ‘ak Uisneno npaek ko he nfee kau tetus-athoen. ...
... “Aam, ho miit kuum, au mepun. Nok ranan naan, ho mui’t
ein ho mui’t ein na’baab ok piut. Oras au ka ‘uum fa fe’e te, ho ‘mui’m ein
ka mfaun fa fe’. Mes oras ia, ho atoin amu’it. Uisneno nfee ko tetus,
natuin au mepuk. ...
... .
Anbi neon amuint ate, of na’ ho
muhiin mak au neek ii kninu’ ai’
kah? Oras mee-mee jah, ho uum he muprikas au mui’t ein. Karu ho miit a’bibi
re’ ka ma’koto’ fa, ai’ ‘bib-kase re’ muti’ te, ho muhiin mak au es re’
ubaak ‘aan ho nggoan.” ... .
Rarit nai’ Yakop ankeut naan
hau-taef na’ko hau huma’ teun. In nsapi ntui raan hau-taef ein naan. In
ntao hau-taef ein re’ in ntui raan sin naan, anbin a’bai oe. Mui’t ein naan
nati’ te anma’tein’ ein anbin bare naan. Onaim oras mui’t ein naan
anma’tein’ ein npaumaak hau taef matui raanf ein naan ate, sin of nahoin
ein ana’ ‘koto’.
... Rarit karu nai’ Laban in mui’t
ein esan re’ he anma’tein ein ate, nai’ Yakop na’ekab sin neu a’bibi ai’
a’bib-kase re’ ma’koto’. Rarit sin nahoin ein aan ma’koto’ msa’. Nok ranan
naan, in mui’t ein kuun na’baab ok piut. Rarit in nbetis sin na’kon nai’
Laban iin ein.
... .Nok ranan naan ate, nai’ Yakop
anjair atoin amu’it. In nmu’i ‘bibi, ‘bib-kase, bikaes unta, bikaes
keledai, ma ate, re’ mfaun ii kah een.
|
Yakup
memperoleh ternak
... “Telah nyata kepadaku, bahwa TUHAN memberekati aku
karena engkau.”
... “Engkau sendiri tahu, bagaimana aku bekerja padamu, dan bagaimana
keadaan ternakmu dalam penjagaanku, sebab harta milikmu tidak begitu banyak
sebelum aku datang, tetapi sekarang telah berkembang sangat, dan TUHAN
telah memberkati engkau sejak aku berada disini’ jadi, ...
“... Dan kejujuranku
akan terbukti di kemudian hari, apabila engkau datang memeriksa upahku:
segala yang tidak berbintik-bintik atau berbelang-belang di antara kambing-kambing
dan yang tidak hitam di antara domba-domba, anggaplah itu tercuri olehku.”
... .
“Lalu Yakub mengambil dahan hijau
dari pohon hawar, pohon badam dan pohon berangan, dikupasnyalah dahan-dahan
itu sehingga berbelang-belang, sampai yang putihnya kelihatan. Ia
meletakkan dahan-dahan yang dikupasnya itu dalam palungan, dalam tempat
minum, ke mana kambing domba itu datang minum, sehingga tepat di depan
kambing domba itu.
... Kemudian Yakub memisahkan domba-domba itu,
dihadapkannya kepala-kepala kambing domba itu kepada yang bercoreng-coreng
dan kepada segala yang hitam di antara domba Laban.
... .
Maka sangatlah bertambah-tambah
harta Yakub, dan ia mempunyai banyak kambing domba, budak perempuan dan
laki-laki, unta dan keledai.
|
Pembacaan Alkitab: Kejadian
30:25-43 (saya pilihkan beberapa ayat tentang kerja)
“Antea
in oors ate, au ‘heti ‘fee ko ai’ ho mheit” (sampai tiba waktunya, aku memberikan
bagianmu, atau kamu mengambil bagianmu). Kata kunci pada kalimat berbahasa
Amarasi itu adalah heti, heit, atau hetis. Heti, adalah kata dasar. Bentuk kata kerjanya adalah: ‘heit, nheit, mheit, theit. Kata sifatnya
adalah, hetis. Kata bendanya, maheti’.
Kata-kata ini
dipakai oleh orang Timor (atoin meto’) pemilik dan penggembala/pemelihara
ternak sapi. Biasanya orang Timor (atoin meto’) pemilik sapi memberikan upah
kepada penggembala/pemelihara berupa sapi. Caranya dengan memberi tanda pada
telinga atau memberi tanda di paha sapi dengan cara cap/meterai (marak). Tindakan ini disebut hetis.
Telinga sapi
dipotong dalam bentuk tertentu sebagai pertanda bahwa sapi itu milik seseorang
peternak. Hetis dalam makna kedua yaitu
seekor sapi diberikan kepada orang
yang menggembalakan sapi setelah ia berlelah dalam satuan waktu satu musim
kawin. Ketika seekor sapi betina beranak ada pembagian hak kepada yang
menggembala. Pemilik ternak menggunakan kalimat, in oras he ho mheit; (waktunya untuk kamu memberi tanda pada
telinga untuk sapi yang menjadi milikmu dari salah satu sapi milikku).
Maksudnya adalah, inilah saatnya kamu mengambil bagianmu karena kamu telah
berlelah menggembalakan ternak selama satu musim kawin. Jadi pada proses ini,
bila telah terjadi 2 proses beranak dari seekor sapi, maka antara pemilik sapi
dan penggembala masing-masing mengambil satu ekor sebagai miliknya (nhetin). Ini sudah kebiasaan turun-temurun pada orang
Timor (atoin meto’). Para peternak sapi selalu memegang teguh aturan yang baku
ini.
Pemilik
memberikan sapi betina baik dalam jumlah terbatas minimal 1 ekor maupun dalam
jumlah yang banyak, bila ada padang penggembalaan. Gembala/pemelihara yang
ditugaskan untuk memelihara sapi, diwajibkan untuk memperhatikan aspek-aspek kehidupan
sapi-sapi. Pakan dan nutrisi, kesehatan, masa kawin, bunting dan beranak.
Gembala juga harus memperhatikan agar sapi-sapi tidak merusak tanaman orang
lain, sebab ada resiko yang harus ditanggung bila hal itu terjadi.
Pembaca yang
mulia di dalam Kristus Yesus Tuhan. Dalam Kitab Kejadian 30:25-43, kita sudah
tidak asing lagi dengan kisah petualangan Yakob. Ia jatuh cinta kepada Rahel
menjadi penyebab kemauannya untuk menjadi gembala upahan, orang karja. Tidak tanggung-tanggung waktu yang disepakati bukan
satu waktu pendek. Empat belas tahun suatu masa yang cukup lama, walaupun bagi Yakob
hal itu dipandangnya sebagai waktu yang singkat. Ia rela menjadi orang upahan
pada mertuanya pertama-tama demi mendapatkan seorang yang sangat dicintainya,
dan yang mencintainya. Barulah lanjutannya adalah, ia mau mengumpulkan harta
bagi dirinya dan keluarganya kelak.
Membangun
keluarga yang kuat diawali dari cinta yang mendalam. Itu semacam visi dari
seorang pemuda bernama Yakob. Cinta kepada seorang perempuan merupakan anugerah
dari Tuhan. Demikian pula cinta kepada anak-anak yang diberikan Tuhan
kepadanya.
Kita mengetahui
bahwa cinta yang diberikan Yakob terbagi secara tidak berimbang. Kadar cintanya
kepada Rahel melebihi Lea. Ia tidak segan dan sungkan menyatakan
ketidaksetujuannya terhadap mertuanya manakala kepadanya diberikan Lea karena ia
tidak jatuh cinta kepadanya. Namun, ia harus tunduk pada aturan baku negeri
dimana mereka berada. Dalam hal berumah tangga, kakak harus terlebih dahulu daripada
adik. Tabu untuk melanggar hal itu.
Di Timor dan
sekitarnya, bila adik mendahului menikah, ia harus meminta ijin kepada
kakaknya. Ada yang memaklumi sehingga si adiklah yang memberikan “tanda permisi”
itu. Ada yang membebankannya kepada si pemuda yang memperisteri gadis yang
berstatus adik. Entah mana yang logis dan berharga diri. Apakah salah jikalau
gadis dengan status adik menikah terlebih dahulu sehingga dia yang meminta
permisi kepada kakaknya dengan pemberian tertentu? Atau memang patut dibenarkan,
seorang pemuda yang harus menanggung “beban permisi” karena mengambil gadis
berstatus adik untuk diperisterinya? Para orang tua yang memahami latar budaya
pengurusan adat perkawinan yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.
Biasanya mereka yang ada pada area ini adalah para lelaki yang disebut tua-tua
adat, tokoh adat yang tergabung dalam lembaga adat.
Yakob,
pekerja keras (Kej.30:26). Ia telah melunasi semua tuntutan adat dan waktu yang
ditentukan. ... au ‘baen ufeek sin een.
Natuin rasi naan, oras ia sin nfanin au nggoa jeen (teks Amarasi; 30:26b) secara harfiah
artinya, saya sudah membayar putus mereka semua. Karena hal itulah, maka
sekarang mereka telah menjadi milikku. Yang dimaksudkan disini adalah, ia telah
melunasi segala apa yang menjadi tuntutan ketika ia menerima tugas sebagai
“pekerja” di rumah mertuanya. Ia sudah bisa “keluar” dari waktu yang ditentukan
dengan meninggalkan sejumlah besar barang kekayaan, menurut pikiran mertuanya;
dan membawa sejumlah orang, menurut pikiran Yakob.
Lagi-lagi Yakob
bukan tipe manusia ogahan. Ia tipe pekerja keras dengan landasan cinta yang
kuat pada keluarganya, dan terlebih lagi karena Tuhan bersamanya. Ia diberitahu
bahwa Tuhan bersamanya sehingga kekayaan bertambah-tambah dalam rumah
mertuanya. Yakob, jembatan penyeberangan (turu-nete)
berkat Tuhan kepada mertuanya. Apakah Yakob senang? Ia tidak ingin mertuanya menjadikannya
“kuda tunggangan” demi meraih sesuatu yang diimpikan. Maka ia harus cerdik.
Kecerdikan
dimainkan. Ia cerdik dalam drama dua babak yaitu (1) pengambil-alihan hak
kesulungan (Kej.25:31) dari kakaknya, Esau dan (2) mengambil berkat yang
disediakan Ishak untuk Esau (Kej.27: 19,28-29). Ia cerdik ketika ingin menikahi
Rahel (Kej.29:18), sekalipun ia di“patah”kan karena adat negeri itu tidak
mengizinkan hal itu terjadi (Kej.29:26). Laban memangkas kecerdikan Yakob di
atas tatanan yuridis. Formula kecerdikan beralih ke tangan Laban. Laban
memberikan kepadanya Rahel setelah 7 hari pesta perkawinan. Yakob harus menebus
dengan cara mencicil dalam jangka waktu 7 tahun ke depan. Credit martabat, harga
diri. Yakob menaruh harga dirinya sebagai jaminan untuk masa 7 tahun
berikutnya. Hingga akhirnya ia sampai pada kesadaran bahwa ia tidak boleh lagi
menjadi “kuda tunggangan dan sapi perahan”.
Kali ini
otak encernya bergejolak memainkan peran berbeda. Kepada jari-jemarinya sang
otak memberi signal sebagai instruksi agar bekerja. Pekerjaan para jarinya
adalah melukis dan mengawinkan. Lukisan pada wadah batang kayu dipakainya untuk
memancing keberhasilan. Mengawinkan ternak pada musim kawin mendapat perhatian
serius. Dengan begitu ia akan menambah kekayaannya sendiri dengan ternak yang
lahir baru. Ia bukan pekerja keras yang tolol. Ia tidak ingin tenaganya
terbuang percuma. Tenaga, waktu dan otak encernya dipadukan dengan cinta dan
kesetiannya pada isteri-isteri dan anak-anak, terlebih lagi menyerahkan diri
dan keluarganya pada Tuhan. Itulah Yakob. Bermain secara fair.
Para
penggembala di Timor yang memelihara ternak sapi orang lain disebut atukus atau ahaot, mereka mengambil bagian (heit)
terlebih dahulu pada musim kawin pertama. Pada musim kawin kedua menjadi hak
pemilik ternak. Keputusan yang adil antara kedua pihak, walau pun pihak pemilik
ternak masih dapat dirugikan dengan cara tidak memperhatikan musim kawin.
Pemelihara tidak memperhatikan pakan dan nutrisi, yang berdampak pada musim
minta kawin yang tidak menentu. Pengalaman menunjukkan hal ini. Setelah para
pemelihara mengambil bagiannya, ternak sapi kurang terpelihara. Dikawinkan,
namun katanya selalu gagal. Berulang lagi, gagal lagi. Pada akhirnya pemilik
harus rela. Rela mengambil kembali ternak sapinya dan membawanya sebagai
oleh-oleh dari pemelihara. Para pemelihara telah memfungsikan jari-jemarinya.
Pemilik menerima kembali dengan kesepuluh jarinya yang menggemaskan dan
mengecewakan. Walau tidak semua pemelihara melakukan hal itu. Bila pemelihara
pada musim kawin kedua membawa kabar agar pemilik membawa tali, maka tersenyum
dan ringanlah jari-jemarinya.
Yakob telah
memfungsikan jari-jemarinya secara baik. Walaupun mungkin orang memandangnya
sebagai telah mencurangi mertuanya. Ia menjadi orang kaya baru di negeri dimana
ia menjadi pendatang. Ia menjadi leader dan
manager baru dimana ia harus meng-organize sejumlah orang yang menjadi
hamba/pekerja dan menatakelola sumber pendapatan keluarga dari usaha
peternakannya. Akhir dari kerja kerasnya adalah kesuksesan yang
gilang-gemilang.
Mungkin
saudaraku pembaca sedang menjadi pemelihara ternak milik orang lain? Saudara
tidak perlu berpikir mencurangi pemilik ternak. Yang saudara lakukan adalah
bekerja tulus, setulus jari manismu yang dengan setia menemani keempat jemari
lainnya. Ketulusan si manis adalah, ia tidak menuntut diberi cincin, jika
disematkan cincin padanya, pasti menambah kecantikannya.
Manis dan
eloknya kehidupan bersama antara sesama manusia yang saling menolong menjadikan
harmoni yang indah. Ada saling mengharapkan, sudah pasti, ada ketergantungan,
ya. Tetapi jangan saling mengambil keuntungan dengan mengorbankan seorang atau
sekelompok yang lainnya. Ingatkah saudara kata ungkapan, “tolong-menolong umpama jari”? Adakah kelima jari di satu tangan
saling tonton kalau ada yang bekerja? Tentu saja tidak! Apalagi kalau
kesemuanya pada kedua tangan saling menopang, akan menjadi sangat bermakna.
Penutup
Tuhan
menempatkan kesepuluh jari tangan untuk bekerja. Ukuran besar-kecil,
pendek-panjang saling berbeda. Fungsi dari tiap jari saling berbeda pula. Tentu
ada maksud di balik perbedaan itu. Namun satu yang membuat mereka sama,
namanya, dan tempatnya melekat. Mereka menjadi bagian dari tubuh. Anggota
tubuh.
Manusia pun
demikian adanya. Makhluk manusia sebagai ciptaan mulia dan sempurna.
Berketurunan, menempati bumi ciptaan Tuhan. Menyebar di berbagai tempat.
Bersuku bangsa, bangsa dan berbahasa yang saling berbeda. Keahlian dan
kepakaran saling berbeda. Perbedaan itu ada untuk saling melengkapi. Bukankah
itu akan menjadi harmoni yang menarik? Tuhan memberkati.
Komentar
Posting Komentar