Bnetes, block grand a la Amarasi



Pengantar
Orang di Amarasi Raya sangat familiar dengan kata ini, bnetes[2]. Kata ini selalu dihubungkan dengan tindakan pengumpulan dana (uang) dalam rangka penyelesaian adat perkawinan. Biasanya seorang pemuda di Amarasi Raya, bila sudah memilih gadis yang akan diperisteri, setelah melalui percakapan yang saling berterima antar dua keluarga, maka akan ada perwujudannya. Perwujudan yang dimaksudkan itu adalah, keluarga dari pihak pemuda akan menyerahkan noni, nono dan mapua’[3]kepada keluarga gadis (nona). Dua dari ketiga item ini selalu dikonversi ke dalam nilai uang, yaitu noni dan mapua’, sedangkan nono tidak selalu dikonversi ke dalam nilai uang. Untuk memikul secara bersama ketiga item itu, keluarga-keluarga (nonot) dari pemuda dikumpulkan, diberitahukan besaran nilai uang dari item-item pembiayaan itu. Kemudian, kepada si pemuda sebagai “bintang” dalam urusan itu ia harus bisa menunjukkan kesiapannya dengan sejumlah uang dan ditunjukkan di depan semua orang dari kalangan keluarganya sendiri yang berkumpul hari itu. Setumpuk uang yang ditempatkan di dalam oko’mama’ dan ditunjukkan oleh si pemuda itulah yang disebut bnetes.
Keluarga-keluarga yang mendapatkan pemberitahuan (tonas) dan berkumpul itu selanjutnya melakukan apa yang disebut nsato[4]atau nahenu’[5]yaitu tindakan menambahkan sejumlah uang kepada bnetes.Dengan menambah sejumlah uang dari tiap-tiap anggota keluarga luas, maka diharapkan pembiayaan untuk maksud upacara perkawinan itu akan mencapai target.
Melihat situasi ini, maka bnetes diartikan sebagai perantara atau jembatan untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan bersama yang dimaksudkan pada salah satu rangkaian upacara adat perkawinan adalah menyelesaikan seluruhupacara adat perkawinan sejak diadakan saat berada di rumah keluarga gadis sampai berada di rumah keluarga pemuda. Dalam hal yang lebih luas, bnetes harusnya dapat menjadi perantara, jembatan penghubung untuk banyak kegiatan kemasyarakatan agar mencapai tujuan bersama.Oleh karena tujuan bersama itu ditentukan secara bersama-sama pula.
Dengan melihat akan makna yang terkandung di dalam bnetes, secara antropologis dan sosiologis hal ini bernilai sangat positif, mengingat ada kebersamaan dalam memikul satu beban bersama. Dengan kata lain, gotong royong yang selalu bersifat fisik seperti bekerja di ladang ataukegiatan-kegiatan pembersihan lingkungan, membangun rumah, membuka jalan, dan lain-lain, tetapi juga nyata pada kegiatan lain seperti; perkawinan, yang bentuk gotong royong itu bersifat sikap dan sekaligus tindakan. Ada rasa kebersamaan ketika memberi “uang” atau benda/barang lain dalam upaya menggolkan tujuan bersama.
Bila hal ini dikembangkan lebih luas dalam pembangunan masyarakat pedesaan di Amarasi Raya dengan berpedoman pada budaya bnetes, bukankah itu akan sangat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat? Tulisan ini mengupas secara gamblang dan singkat mengenai bnetes pada masyarakat adat Amarasi Raya. Tujuannya menyegarkan kembali bahwa semangat kebersamaan pada masa lalu masih berlaku pada masa kini yang dapat diperluas untuk kepentingan yang lebih luas dalam masyarakat untuk kesejahteraan bersama.

Bnetes sebagai simbol kebersamaan
Salah satu sifat masyarakat pedesaan adalah gotong royong, yang dapat disebutkan sebagai bentuk kebersamaan yang fundamental. Bagai kata peribahasa, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing,tabua te, na’ reko, tua[6]itulah masyarakat pedesaan di Amarasi Raya yang sampai dengan memasuki milenium ketiga ini masih memegang teguh prinsip hidup bersama (komunal) dalam komunitasnya.
Memang dalam arti sempit, masyarakat pedesaan di Amarasi Raya melihat bnetes sebatas menggalang dana dalam rangka penyelesaian adat perkawinan dan upacara-upacara yang menyertainya. Namun, sesungguhnya ada juga kegiatan-kegiatan lain yang didahului sebagai bnetes. Contoh bnetes sebagai pola yang tepat, bahkan dapat disebut sebagai prosedur tetap untuk mengumpulkan dana penyelesaian adat perkawinan. Seorang pemuda mencintai seorang gadis. Ketika para orang tua sudah mengetahui bahwa mereka telah bersepakat untuk membentuk rumah tangga, maka kepada sang pemuda para orang tua akan bertanya, “berapa nilai uang yang (nominal) disiapkan untuk penyelesaian adat perkawinan?” Biasanya sang pemuda harus menjawab dengan menunjukkan nilai nominal uang itu yang ditempatkan pada oko’mama’. Misalnya, kebutuhan penyelesaian adat berupa noni dan mapua’ sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), maka sang pemuda harus menyanggupi minimal Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau bahkan sangat mungkin untuk lebih dari itu.
Satu pengalaman penulis.Ketikamembantu mengurus satu penyelesaian adat perkawinan yang menelan anggaran sebesar Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), sang pemuda menyediakan bnetes sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Kemudian secara berjenjang saudara-saudaranya menambah, diikuti keluarga luas. Hal yang positif ini bukan suatu tindakan yang disembunyikan tetapi sudah menjadi budaya, yang oleh karenanya telah mendarahdaging di dalam kehidupan masyarakat Amarasi Raya.
Bnetes berlaku seakan-akan hanya pada langkah-langkah upacara-perkawinan adat. Sesungguhnya tidak demikian. Satu contoh kegiatan dapat disebutkan seperti naboor[7], pada kegiatan awal perladangan.Naboor sesungguhnya adalah kegiatan mendahului oleh pemilik bakal ladang. Pemilik bakal ladang melakukan pembersihan awal pada bagian tertentu, biasanya disebut kaki ladang (reen je haen). Di tempat itu dilakukan kegiatan naboor, yang selanjutnya akan mengundang anggota keluarga untuk membantu menebas hutan menjadi bakal ladang. Banyak contoh lain yang dapat disebutkan.
Dalam kegiatan membangun gedung kebaktian. Biasanya warga gereja, melalui panitia yang dibentuk dalam jema’at setempat menyediakan dana awal (bnetes). Selanjutnya dibuatkan proposal untuk mencarikan dana sebagai persembahan pembangunan dari pihak ketiga. Hal ini disebut bnetes.
Contoh lain dalam kehidupan bermasyarakat di Amraasi Raya. Sering sekali ada pembentukan panitia-panitia untuk kegiatan-kegiatan kebersamaan. Ada panitia yang kegiatannya dibiayai oleh organisasi yang membentuknya. Tetapi ada panitia yang dibentuk dengan tidak disediakan dana kegiatan. Maka, langkah yang ditempuh panitia itu adalah, mengumpulkan dana dari mereka yang tergabung sebagai anggota dalam kepanitiaan itu. Dana yang terkumpul itu disebut bnetes, karena akan menjadi dasar pemberitahuan kepada pihak ketiga ketika panitia melakukan upaya pencarian dana. Walaupun hal ini sering kurang responsif, namun sesungguhnya itulah implementasi dari bnetes.
Melihat hal bnetes ini, penulis memandangnya sebagai suatu kearifan lokal positif (the positive of local wisdom). Maka timbul pertanyaan:
1.      Mengapa hal yang positif di dalam masyarakat kita ini tidak dibudayakan pula pada pembangunan masyarakat itu sendiri?Tokh ini juga adalah tindakan memanfaatkan kearifan lokal!
2.      Mengapa untuk membangun di dalam desa, senantiasa masyarakat dan pemerintah desa “berteriak” kepada pemerintah di atasnya, khususnya kepada Pemerintah Kabupaten (Kota), baik secara langsung maupun tidak langsung melalui wakil rakyat mereka di lembaga legislatif atau kadang-kadang melalui LSM?
Padahal, melakukan kegiatan membangun diri adalah tindakan yang dapat disebut bnetes. Selanjutnya “meminta” kepada Pemerintah secara berjenjang untuk melakukan pembangunan berkelanjutan berdasarkan apa yang sudah dilakukan oleh masyarakat setempat.
Begitulah sedikit pikiran usil setelah memperhatikan satu sikap dan tindakan membudaya di dalam masyarakat atoin meto’ di Amarasi Raya. Semoga bermanfaat.


[1]Guru SD Inpres Nekmese, Kec.Amarasi Selatan, Kab. Kupang
[2]Bneteskata sifat secara harfiah artinya melalui, perantara, pintu masuk
[3]Baca juga makalah tentang Ripa’-Oko’ Hukum Adat Perkawinan Atoin Meto’
[4]Nsato ~ nsaot bnetes, menambahkan, masuk melalui,pada bnetes
[5]Nahenu ~ naheun bnetes, menambahkan,masuk melalui,pada bnetes
[6]Artinya, bersama itu baik
[7]Artinya, lit.membuat lubang; maksudnya melakukan kegiatan membuka lahan baru (membuka hutan) kemudian mengundang anggota keluarga untuk membantu membantu menebas hutan sampai menjadi bakal ladang nanti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya