Aku Menjerit dalam Diam

Suara! Itu salah satu modal yang Tuhan berikan padaku. Suara itu menjadi milikku. Aku sungguh menyadari bahwa suara itu untuk kemuliaan Dia yang memberikannya. Aku sungguh rindu dan terus berkerinduan untuk memuliakan nama-Nya dan kasih-Nya. Dia yang memberikan suara itu tidak menuntut keindahan lagi merdunya, karena Dia mengetahui bahwa ada padaku keterbatasan dan kelemahan. Suara itu, menurut mereka yang paham, ada warnanya. Warna suaraku rupanya hitam pekat. Ketika aku keluarkan, terasa di telinga yang lain sebagai tidak berkenan. Mungkin Dia yang memberikannya merasakan ketidakperkenanan itu?

Suara! Kau modal terbaik milikku. Aku sedih ketika berkali-kali sudah suaraku tak berkenan pada telinga orang. Suaraku benar-benar tak layak rupanya untuk memuliakan nama-Nya dan kasih-Nya.
Suara! Kau dibantu perlengkapan yang menggaungkanmu baik di dalam ruang tertutup maupun arena terbuka. Segala perlengkapan bantuan itu sesungguhnya akan sangat menolong dan menyenangkan telinga pendengarnya, walau tak jarang juga akan memekakkan telinga orang di sekitar, Suara yang kumiliki yang selalu kupakai untuk memuliakan nama-Nya dan kasih-Nya melalui perlengkapan, selalu tidak berkenan pada orang-orang terdekatku. Di lingkungan terdekatku aku tak dapat bersuara secara utuh.

? ? ? ?

Selalu saja aku mendapat tanda berwarna merah hingga hitam untuk tidak boleh bersuara dengan bantuan perlengkapan dalam nada-nada indah karya cipta komponis amatir sekalipun, apalagi profesional.
? ? ?

Pagi ini, suaraku ini kembali mendapat nilai berwarna hitam. Aku terpaksa meninggalkan ruang maha kudus untuk tidak bersuara dalam nada-nada itu. Aku selalu tidak diterima ketika menggunakan perlengkapan bantuan suara. Aku harus diam dan bungkam. Lebih baik bagiku untuk meninggalkan ruangan itu daripada aku menjerit putus asa di hadapan Tuhanku yang memberikan suara itu padaku.

Tuhanku dan Tuanku.

Ampunilah hamba-Mu ini yang tidak becus menata suara pemberian-Mu. Aku sungguh-sungguh merindukan pelataran dan altar kudus-Mu dengan membawa lagu pujian syukur dan terima kasih sebagai persembahanku pada-Mu. Warna dan nada suara pemberian-Mu memekakkan telinga. Berilah padaku hikmatmu agar aku mampu menata pita suaraku hanya untuk diri sendiri dan untuk-Mu saja. Aku menyadari kini bahwa pemberian-Mu padaku rupanya hanya untuk diriku saja dan Diri-Mu. Tidak pada mereka di sekitarku.

Tuhanku dan Tuanku.

Terima kasih telah memberikan pita suara dan resonansinya yang tak dapat kutatakelola untuk memuliakan nama-Mu. Ketika kubawakan persembahan pujian aku selalu merasa tak layak di samping mereka yang mendengarkanku oleh karena keseringannya aku mendapatkan tanda-tanda berwarna merah hingga hitam dari rona dan raut yang tak menyukaiku menggunakan sejumlah perlengkapan pemberian-Mu.

Terima kasih.

Koro'oto, 29 September 2019


Rintihanku di hari Minggu ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya