Upacara Senin, Absensi dan Sampah Plastik
Hari ini, Senin, 7 Oktober 2019 kembali SD Inpres Buraen mengadakan upacara bendera. Sesuai permintaan minggu sebelumnya supaya petugas-petugas upacara berganti-gantian dan saling berkolaborasi antara siswa laki-laki dan perempuan, maka hari ini petugas-petugasnya seimbang antara laki-laki dan perempuan. Sementara ada harapan dari Pembina Upacara agar para guru bersedia untuk menjadi Pembina Upacara secara bergantian, khususnya pada guru-guru senior.
Dalam amanat Pembina upacara pagi ini diingatkan dua hal, pertama menyangkut dokumen kependudukan milik peserta didik/siswa yaitu Kartu Keluarga dan Akte Kelahiran mesti selalu diingatkan agar melalui anak, mereka dapat mengingatkan orang tua untuk mengurus dokumen-dokumen itu. Terlebih lagi pada siswa calon peserta ujian tahun ini.
Selanjutnya diingatkan pula akan pentingnya menjaga kesehatan, Cuaca atau iklim yang makin panas, biasanya kita sangat suka mengonsumsi air mineral yang dikemas di dalam plastik. Pembina upacara mengingatkan bahwa air yang dikemas dalam plastik itu disimpan dalam waktu yang lama sejak dari pabrik kemasan, ke gudang dan dari tangan ke tangan distributor hingga pedagang kecil (kios) yang mencual secara mengecer. Air yang dikemas dalam plastik itu menolong untuk segera mendapatkan air pelepas dahaga, namun dalam waktu lama mengancam kesehatan tubuh. Biasakan mempunyai botol air sendiri, di dalam botol itu anak-anak bawalah air bersih dari rumah.
Mengenai kebersihan lingkungan dimana sampah plastik berserakan, Pembina upacara mengingatkan bahwa materi pelajaran tentang bakteri pengurai yang mengurai berbagai material di tanah, tidak mampu mengurai sampah plastik dalam waktu singkat. Oleh karena itu, sampah plastik yang dibuang dari kemasan makanan dan minuman, baiknya dikumpulkan. Di Buraen belum ada upaya untuk melakukan olah sampah plastik menjadi barang bernilai ekonomi, maka sebaiknya mungkin dibakar sebagai jalan keluar.
Sesudah upacara, para guru dan siswa saling bersalaman. Beberapa guru yang terlambat menyampaikan permohonan maaf, sambil bergegas ke perangkat finger print. Menariknya, operator sekolah dan kami semua belum mengetahui jika absensi elektronik ini datanya tersimpan hanya sekali sebulan. Data itu akan hilang dengan sendirinya setiap awal bulan baru. Dalam tiga bulan ini, Juli, Agustus, justru sudah hilang datanya. Operator sekolah baru mengetahui ketika akan melakukan pencetakan data Absensi yang elektronik ini untuk kebutuhan laporan.
Sebagai seorang guru di SD Inpres Buraen, saya memeriksa data-data itu. Setiap guru tercatat jelas ketika masuk dan keluar, atau tidak hadir. Atau hadir dan hanya "mengisi kehadiran" pada pagi hari ketika masuk, sedangkan ketika pulang, tidak mengisi, Finger print mengkover semua itu secara cermat.
Finger print telah menjadi "hantu absensi" yang memacu adrenalin pada pagi hari kepada para guru di pedesaan. Guru yang menetap/berdomisili jauh dari sekolah mesti berusaha sepagi mungkin menuju ke sekolah sehingga si finger print mencatatkan sebagai tidak terlambat. Bila terlambat pun, dia tetap mencatatkan waktu itu.
Jadi, mendisiplinkan orang sebagai pekerja (PNS, karyawan, buruh) yang digaji atau diupah bila dengan peraturan yang soft tidak dapat memberikan solusi, maka orang menciptakan perlengkapan yang menjadi penyekap kedisiplinan. Sang alat bagai sekap yang melicinkan. Siapa yang akan protes pada alat seperti itu? Alat itu bukan sesuatu barang baru sesungguhnya. Ia telah dimanfaatkan sebelum tiba di sekolah-sekolah pedesaan seperti kami di Buraen.
Komentar
Posting Komentar