Ha ha... Kurikulum?
Ha ha ... Kurikulum?
Melalui aplikasi messenger, seorang rekan guru yang suka menulis mengajak saya berdiskusi tentang satu tema besar yang akhir-akhir ini sedang menjadi tranding topic, kurikulum berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Hal ini tentu tidak sedang dalam main-mainan kata seakan-akan oleh para pujangga memainkan kata dalam frase sehingga terasa indah ketika membacanya. Menurut berbagai pemberitaan di media, perubahan kurikulum itu sangat urgen mengingat NKRI hendak mengejar ketertinggalannya dan sekaligus menyesuaikan proses pembelajarannya dengan perkembagan yang sedang terjadi di awal milenium ketiga ini.
Tidak tanggung-tanggung ketika Presiden memilih Mendikbud dari kalangan yang tidak biasa. Mengapa? Mendikbud dalam Kabinet Indonesia Maju dipilih dan dilantik justru dari pelaku usaha mapan berteknologi. Jadi, Rasanya jauh panggang dari api, tetapi, geliat dan gebrakan telah dimulai.
Mendikbud memulai dengan menghimpun pandangan pemangku kepentingan. PGRI, FSGR, IGI, pakar pendidikan, akademisi, dan tentu secara internal birokrasi pendidikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini dilakukan agar pengambilan kebijakan dapat secara tepat guna dan tepat sasar untuk mencapai visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden.
Nah, mengapa rekan guru tadi mengajak berdiskusi yang saya pikir lebih tepat bercerita belaka dan blak-blakan saja?
Ya, mengapa demikian? Karena, NKRI bukanlah satu daratan semata. NKRI beribu pulau, luas dan panjang daerah pesisir, beragam budaya, beribu pula etnis dengan entitas dan identitas yang tidak tidak sama. Lalu, pada institusi pendidikan yang berdiri di tengah-tengah masyarakat dengan kondisi alam, topografi dan demografi serta berbagai hal lain di sekitarnya, akan turut memberi andil yang memberi pengaruh pada kebijakan merevolusi kurikulum.
Rekan tadi berkata, "Mungkin lebih baik diberlakukan dua kurikulu,, satunya berbasis IT dan satunya non IT."
Boleh juga pandangan ini, tapi bukan saya pengambil keputusan atau kebijakan. Sepanjang tahun-tahun ini ada dua kurikulum yang diberlakukan KTSP (2006) dan K-13 (2013). Dampaknya pada produk dokumen teramat penting, ijazah. Ijazah dibuatkan oleh negara dalam dua model akibat pemberlakuan dua kurikulum.
Jika saja diberlakukan dua model kurikulum sebagaimana usul bodong teman tadi, yaitu Kurikulum berbasis IT dan non IT, mungkin dapat diterima hanya sebahagian di antara pemangku kepentingan yang telah berlelah dalam percakapan dengan sang Mendikbud yang lebih suka disapa, Mas daripada Pak Mentri.
Mas Mendikbud, demikian sang menteri berkeingian untuk disapa. Mereka yang sangat berkepentingan mengejar ketertinggalan masyarakat di NKRI ini untuk maju, harus mulai luluh seperti lilin. Mereka mengambil dari diri sendiri, dan berharap agar ada yang mengisi kekosongan itu lagi.
Lalu, pada sisi lain kami para guru pedesaan, perbukitan, lereng, lembah hingga di pesisir pantai pada hari-hari ini belum semuanya memiliki jaringan internet sehingga hal ini akan memberi dampak pada para guru dan siswa ketika mulai merambah proses pembelajaran berbasis TIK. Di kota, anak-anak akan dengan mudahnya dan cepatnya.
Lalu kami di pedesaan?
By: Heronimus Bani
Komentar
Posting Komentar