'Kina' Fafi-Asu

'Kina' Fafi-Asu

Dalam budaya masyarakat Amarasi Raya ada banyak istilah yang metamorf. Hal yang demikian sangat lazim di kalangan Atoin' Meto' pada umumnya. Salah satu di antara istilah atau idiom itu seperti yang terdapat pada judul ini, 'kina' fafi-asu.

Ketika para orang tua yang memangku hukum adat berkumpul untuk suatu urusan perkawinan menurut hukum adat, salah satu idiom yang dipakai seperti itu. Kata-katanya akan menjadi, ta'kina' fafi-asu. Jika diterjemahkan secara harfiah artinya, membuat gigi babi dan anjing terdiam. Arti secara lurus kira-kira begini, biarkan anjing menggonggong tetapi tidak menggigit, biarkan babi bersuara di kandang tetapi tidak menyerang.

Nah, apa yang mereka maksudkan dengan ta'kina' fafi-asu?

Kisah munculnya idiom ini ada latar belakangnya.

Sepasang kekasih telah matang dan siap menjadi pasangan suami-isteri. Maka, sang pemuja cinta yaitu tuan muda mesti muncul di hadapan orang tua dan saudara laki-laki calon isterinya. Istilah yang dipakai dalam bahasa Uab Amarasi yaitu, namoen jon... artinya memunculkan diri, membawa diri, mengantarkan diri kepada...

Ketika si pemuda namoen jon, kepadanya ditanyakan maksud dari adanya dia di sana. Bila ia memberi jawaban bahwa ia telah jatuh cinta pada anak salah seorang gadis dari isi rumah itu, maka ia akan mendapatkan pertanyaan lanjutan tentang orang tuanya, dimana mereka tinggal, dan lain-lain. Jika mereka sekampung, pertanyaan alamat tidak diperlukan lagi.

Selanjutnya orang tua dari pihak gadis mengirim seseorang ke rumah orang tua si pemuda. Orang yang dikirim biasanya disebut atoin' mese'. Ia membawa kabar demikian, "hai aus goe nheek naan a'biib jes!" Anjing milik kami telah menangkap seekor kambing. 

Ha ha... 

Seorang gadis dimetaforkan sebagai anjing dan seorang pemuda sebagai kambing. Akh... sudahlah...yang penting keduanya saling jatuh cinta.

Setelah mendengarkan kabar itu, orang tua si pemuda akan menyanggupi untuk bertemu orang tua pihak si gadis. Ketika mereka tiba di sana, diadakanlah satu upacara ringan yang disebutkan sebagai 'kina' fafi-asu. Mereka yang melakukannya menyebut diri sebagai hit, maka kalimatnya menjadi hit ta'kina' fafi-asu.

Siapa yang dimaksud dengan fafi-asu? Ingat bahwa fafi dan asu, dua jenis ternak yang selalu ada di sekitar rumah orang Timor. Mereka memelihara kedua ternak itu. Kedua jenis ternak ini pasti bersuara jika, (1) ada orang yang datang bertamu, (2) ada orang yang pergi ke kandang babi untuk memberi makan. Jika anjing bersuara bahkan dapat saja menggigit, dan begitu pula babi dapat bersuara saja bila diberi makan, akan tetapi dapat pula menggigit. Makanya, istilah ta'kina' fafi-asu dipakai di sini dengan maksud mendiamkan, mengontrol mereka.

Lalu, hal ini disasarkan kepada tetangga di sekitar rumah si gadis itu. Para tetangga mesti didiamkan jika si pemuda datang ke rumah gadis ini. Mereka tidak boleh bertanya atau mengatakan sesuatu yang tidak pantas pada si pemuda oleh karena ia telah namoen jon, dan orang tuanya sudah datang untuk "bertanggung jawab" pada "kambing" yang telah ditangkap "anjing". Kambing itu diketahui merk (hetis)nya. Oleh karena itu merekalah pemilik kambing, dan anjing itu pun akan menjadi lebih jinak lagi bila tetangga-tetangganya mengetahui bahwa kambing itu menjadi miliknya kini.

Para tetangga tidak boleh bergunjing atau mempergunjingkan kehadiran si pemuda di lingkungan mereka. Justru mereka harus akrab dalam pergaulan oleh karena ia telah datang sebagai pemuda yang bertanggung jawab. 

Apa yang dilakukan para orang tua itu ketika mereka melakukan 'kina' fafi-asu

Mereka saling berkisah dan saling menerima sebagai calon besan. Lalu diakhiri dengan ritual kecil dimana orang tua si pemuda menempatkan tempat sirih-pinang dengan sejumlah nilai rupiah di dalamnya. Itulah ritual 'kina' fafi-asu. 

Dewasa ini 'kina' fafi-asu hanya sebutan saja. Mereka tidak melakukannya. Padahal, 'kina' fafi-asu mestinya tempat sirih-pinang itu diberikan kepada para tetangga. Nilai rupiahnya tidak tentu, tetapi harusnya diberikan kepada para tetangga karena merekalah "fafi-asu" itu.


Koro'oto, 17 Februari 2020
Heronimus Bani

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Lopo dan Maknanya

Koroh natiik Maria