Belajar apa dari batang Jambu Biji?
Belajar apa dari batang Jambu Biji?
Singkat cerita, calon yang kami ikut dukung bergerilya. Suatu malam, kami dikumpulkan oleh para tua yang mendukung calon yang kami asumsikan dan pastikan akan menang. Ketika bertemu, para tetua berkerinduan mendengarkan apa pokok-pokok pikiran dari calon yang bersangkutan. Sebelum mereka mendengarkan pokok-pokok pikirannya, beberapa orang menyampaikan uneg-uneg yang mengganjal hati. Saya dimintai pendapat tentang hal itu.
Sang calon kepala desa menunggu apa yang hendak saya katakan. Saya tidak langsung pada sasaran permintaan para tetua. Saya mulai dari satu cerita tentang pohon jambu biji, yang oleh kami disebut kujawas, atau kurabis.
Halo...
Perhatikan pohon kujawas. Semua anak kampung sangat suka makan buah kujawas pada musimnya. Pohon kujawas baik yang tumbuh di muka rumah maupun yang tumbuh liar di hutan pinggir kampung, buahnya sarat dapat dipetik untuk makanan babi. Anak-anak dapat mengambil buahnya untuk dimakan. Ada pula yang akhirnya rontok dan membusuk karena telah teramat sangat matang tidak dimakan habis oleh burung-burung pemakan buah.
Buah kujawas nikmat, enak dan manis. Sayangnya, menurut para orang tua bila dimakan dalam jumlah banyak akan menyebabkan sakit perut.
Apakah para penikmat buah kujawas memperhatikan batangnya? Tidak! Mereka memanjat, mengambil buahnya, dan turun lagi melalui batangnya. Maklum, mereka anak-anak sehingga tidak paham maknanya. Saya pun demikian.
Mari belajar dari batang pohon kujawas yang mengelupas. Setiap kali batangnya mengelupas, itu ada dua hal yang hendak ia sampaikan kepada alam.
Pertama, sudah musimnya untuk berbunga dan berbuah.
Kedua, batangnya sendiri akan makin besar dan cabang-cabangnya akan makin bertambah tinggi. Dedaunan akan rimbun, di sana pada ranting-ranting akan muncul kuncup-kuncup bunga bakal buah.
Lalu apa hubungannya dengan pelajaran?
Hidup manusia secara sederhana mestinya seperti pohon kujawas. Siapapun pasti rindu disebut sebagai manusia yang produktif. Manusia yang tidak produktif yang hanya menjadi benalu pada induknya, akan menjadi bahan buli, bahkan akan memberi dampak pada kehidupan bersama. Ia dapat saja menjadi penyebab adanya penyakit-penyakit sosial-kemasyarakatan.
Pohon kujawas yang tumbuh makin lama makin besar dan bila sudah tiba musimnya berbuah, batangnya akan mengelupas.
Mari membayangkan, bila dipersonifikasikan batang kujawas itu sebagai manusia, betapa sakitnya ia ketika harus membuang keburukan-keburukannya. Ia harus membuang yang aus, daki, kotor. Semua yang akan menghalangi daya produktivitasnya. Sakit. Ya. Mana ada manusia yang sudi meninggalkan karakter buruk, walau sesungguhnya mau melakukannya.
Batang pohon itu bertambah besar, tinggi, kuat dahan dan rantingnya. Di sana, bergelantungan kuncup-kuncup, bakal buah, dan akhirnya buah. Ranting kecil dapat menahan berat badan dari beberapa ekor burung bila mereka akan bertengger untuk memakan buah-buah kujawas pada siang. Pada malam hari beberapa burung malam pun akan hinggap untuk makan buah kujawas yang matang.
Batang yang makin besar itu menjadi penyangga yang kuat akar tidak mudah tercabut bila angin keras menimpanya.
Nah, bila anda rindu untuk menjadi yang makin besar, belajarlah pada kujawas.
Amarasi Selatan, 20 Maret 2020
Tulisan yang bijak. Agar kita ingat siapa diri ini dan harus bagaimana
BalasHapusBegitulah Allah ciptakan tumbuhan agar manusia bisa belajar dari kehidupan pohon itu
BalasHapusMenarik untuk dibaca Salam kenal, dan silahkan mampir ke blog saya
BalasHapusetiknurintobantarbolangpemalang.blogspot.com
Menarik untuk dibaca, ..bila berkenan kunjungi blog saya.
BalasHapusetiknurintobantarbolangpemalan.blogspot.com
Menarik untuk dibaca, ...
BalasHapusbila berkenan kunjungi blog saya
Keren ok tulisannya...Silahkan sy tunggu kunjungan baliknya di www.sarastiana.com
BalasHapuskeren...saat ini kujawas juga banyak di cari sebagai makanan penangkal korona heheheheh
BalasHapus