Gaya Berkabung masyarakat adat Amfo'an

Gaya Berkabung Masyarakat Adat Amfo'an


Gaya Berkabung Kaum Muda (Lajang) di Amfo'an
Foto: dokpri, Roni Bani


Pengantar

Kemarin, Senin (8/11/21), kami, satu rombongan kecil keluarga berangkat dari desa Nekmese' Kecamatan Amarasi Selatan. Rombongan kecil ini akan menuju desa .(Oh) Oo-Aem 2 Kecamatan Amfoang Selatan. Kami akan turut bersama-sama dengan satu keluarga di sana dalam suasana dukacita. Tepatnya, mereka sedang dalam suasana berkabung berhubung meninggalnya orang tua terkasih mereka. Keluarga dan rumpun keluarga di dusun Nenu' itu berduka untuk kedua kalinya setelah dua minggu sebelumnya ada masa perkabungan di rumah yang sama.

Kami memilih untuk turut serta dalam suasana duka itu karena seorang anggota keluarga kami telah dinikahi oleh seorang pemuda dari keluarga yang sedang mengalami suasana duka ini. Kami berangkat Senin pukul 21.00 WITa dan baru tiba di sana pada pukul 03.00 WITa hari berikutnya yakni, Selasa (9/11/21). Jarak tempuh tercepat 105 km melalui Poros Tengah yang dapat ditempuh hampir 3 jam; padahal akses jalan itu kini di beberapa ruas sangat beresiko. Sementara pilihan lainnya yang aman yakni 111 km dengan waktu tempuh hampir 4 jam perjalanan normal. Kami tiba dan menyaksikan suasana duka dan gaya berkabung yang khas di desa ini.

Gaya Berkabung anggota Keluarga

Saya menggunakan contoh seseorang meninggal dunia. Seorang ayah meninggal dunia. Ia meninggalkan seorang isteri dan 4 orang anak. Di antara 4 orang anak ini, seorang di antaranya telah berkeluarga, 3 orang lainnya belum berkeluarga. Bagaimana gaya mereka dalam berkabung?

  • Suami atau isteri
Ayah telah meninggal, maka sang isteri harus menutup kepalanya selama masa perkabungan yaitu selama jenazah belum dikuburkan. Biasanya hari-hari berkabung ketika jenazah masih terlihat yakni 2 hari siang dan 2 hari malam. Perhitungannya 2 malam, lantar pada hari ketiga (hari siang), jenazah akan dikuburkan. Ketika jenazah dikuburkan, sang isteri sudah dapat menurunkan kain perkabungannya. Namun, ia tidak segera dinyatakan telah berhenti berkabung. 

Hal yang sama terjadi sebaliknya bila isteri yang meninggal dunia. Sang suami harus menutup kepalanya selama jenazah masih ada. Penutup kepala sebagai tanda berkabung ini akan diturunkan segera setelah jenazah dikuburkan.
  • Anak kandung yang telah berkeluarga
Anak (anak-anak) yang telah berkeluarga wajib berkabung selama jenazah masih menunggu saat yang tepat untuk dikuburkan. Anak (anak-anak) yang sudah berkeluarga tidak menutup kepala. Mereka cukup melilitkan kain di leher. 
  • Anak kandung yang masih lajang
Anak (anak-anak) yang masih lajang wajib menutup kepala mereka selama jenazah masih menunggu saat yang tepat untuk dikuburkan. Anak (anak-anak) yang masih melajang dan sedang dalam suasana duka, kain penutup kepala akan diturunkan bersama-sama dengan kain yang diikat di atas langit-langit rumah. Kain yang diikat di langit-langit rumah dimaksudkan sebagai tanda dukacita (perkabungan). Kain itu diturunkan segera setelah peti jenazah diangkat keluar dari rumah. Pada saat itulah, semua yang sedang berkabung menurunkan kain perkabungan. 

Mereka yang sedang dalam gaya berkabung tidak menurunkan dengan sendirinya kain perkabungan mereka. Upacara menurut agama yang dianut oleh keluarga ini untuk menguburkan jenazah menjadi tanda bahwa gaya perkabungan dengan menutup kepala dan melilitkan kain perkabungan di leher telah berakhir.

Selanjutnya masa perkabungan masih akan berlanjut. Mereka harus berpantang pada makanan tertentu selama satu tahun. Dalam masa setahun ini semua anggota keluarga seisi rumah dilarang mengkonsumsi daging dari binatang yang bukan ternak peliharaan. Daging ikan, daging burung, daging babi hutan, dan lain-lain tidak diperkenankan untuk dikonsumsi selama setahun. 

Mereka yang melakukan hal ini sudah menjadi pengetahuan umum masyarakat adat Amfo'an. Sementara masyarakat di luar Amfo'an belum tentu mengetahuinya sehingga harus mendapatkan pemberitahuan sebagai pengetahuan.

Mari kita bertanya, mengapa mereka dilarang memakan daging yang bukan ternak peliharaan, bahkan termasuk ikan, padahal, ikan pun dapat dipelihara?

Burung dan babi hutan hidup di hutan, alam bebas. Ikan hidup di air (tawar dan atau laut). Mereka tergolong ternak bukan peliharaan sekalipun ada ikan yang hidup di air tawar (sungai, danau). 

Ketika tiba pada pengetahuan seperti ini, kita makin bertanya, mengapa justru daging dari ternak peliharaan saja yang boleh dimakan, seperti babi di kandang, sapi, atau kambing?

Menurut kepercayaan kuno dalam masyarakat suku Atoni' (orang Timor), roh orang-orang yang meninggal dunia telah pergi dan tinggal di balik pohon dan atau di balik batu (fatu bian-hau bian). Roh yang demikian ini kemudian telah bertemu dan bersahabat dengan binatang-binatang liar di hutan, termasuk ikan-ikan di alam bebas. Roh dari orang mati ini dapat saja menginkarnasi ke dalam salah satu dari binatang-binatang liar itu. Jika dimakan, maka besar kemungkinannya, roh itu akan dikonsumsi. Itulah sebabnya mereka yang sedang dalam masa berkabung selama setahun itu dilarang makan daging dari ternak bukan peliharaan (bintang liar hasil berburu).

Dalam masa berkabung setahun, apakah mereka tidak boleh bepergian? Boleh. Tetapi, pada waktu bepergian untuk mengunjungi keluarga di tempat lain, segera sesudah tiba di sana, harus memberitahukan kepada keluarga yang dikunjungi itu bahwa, mereka masih dalam masa pantangan makanan karena anggota keluarga inti (batih) mereka meninggal dunia.

Masih tentang gaya berkabung yang berhubungan dengan kebersihan diri dan tempat berkabung. Semua anggota keluarga inti (batih) berpantang mandi selama jenazah belum dikuburkan. Ruangan di dalam rumah tidak boleh dibersihkan (menyapu) selama jenazah belum dikuburkan. Jadi, mereka boleh mandi sesudah jenazah dikuburkan. Seluruh ruangan dan halaman rumah boleh dibersihkan segera sesudah jenazah diantarkan sampai ke liang lahat. Tetapi, untuk membersihkan ruangan dalam rumah dan halaman rumah, harus mengikuti suatu cara tertentu. 

Mereka yang berduka yakni keluarga batih dengan dibantu kerabat dekat harus melepas sejumlah uang (ditebar) di dalam ruangan dan di halaman rumah. Lembaran-lembaran uang itu tidak akan disentuh bahkan oleh anak-anak. Uang-uang yang demikian itu akan menjadi hak dari orang yang membersihkan ruangan rumah duka dan halamannya. Lantas, siapakah yang boleh membersihkan dan berhak atas sejumlah uang yang ditebar itu?

Om (bai', atoin' amaf). Bai' berhak untuk membersihkan ruangan dan halaman rumah duka.  Dialah yang berhak atas sejumlah uang yang ditebar di sana. Mungkin saja ia tidak secara langsung melakukan tugas itu. Ia dapat meminta seseorang untuk melakukannya, tetapi sang bai' ini harus berada di tempat. Ia berpantang untuk mengambil haknya itu bila ia tidak berada di tempat. Maka, seorang (atau beberapa orang) bai' wajib hukumnya untuk hadir pada masa berkabung ini sampai dengan jenazah dikuburkan.

Penutup

Pengalaman ini menjadi pengetahuan baru tentang produk budaya masyarakat adat Amfo'an. Apakah ada refleksinya secara sosio-antropologis, atau sosio-teologis? Saya masih harus bertanya nanti pada orang-orang yang lebih tua dan berpengalaman. Namun, untuk sementara pengetahuan yang demikian sudah menjadi suatu pertanyaan reflektif.

Terima kasih


herobani68@gmail.com  

 

Komentar

  1. Ini pengetahuan baru bagi saya, yang belum pernah ke tempat ini. Terima kasih bpk

    BalasHapus
  2. Indonesia itu bhineka tunggal ika. Kaya budaya dan suku. Beragam cara dalam menghormati orang tua yang meninggal.

    BalasHapus
  3. terima kasih ibu Yanti dan ibu Hasanah, sudah berkunjung

    BalasHapus
  4. Keberagaman budaya dan kepercayaan ini sangat menambah pengetahuan masyarakat umum...
    Terima kasih banyak bapak Roni...

    BalasHapus
  5. Info yg bagus utk tambah wawasan
    Luar biasa kekayaan budaya kita Indonesia khususnya utk daratan pulau Timor

    BalasHapus
  6. Satu gaya hidup yang pernah dijalani turun temurun dan hingfa kini masih bertahan

    BalasHapus
  7. Keaneka ragaman budaya Indonesia.

    BalasHapus
  8. Keanekaragaman budaya Indonesia

    BalasHapus
  9. Tradisi baik utk keutuhan keluarga dan kemaslahatan bersama patut dilestarikan.

    Jepang hbt karena berpegang pada tradisi

    BalasHapus
  10. Ragamnya budaya Indonesia. Tambah lagi pengetahuan pemakaman adat Amfo'an. Terima kasih tulisannya membuka jendela literasi dunia

    BalasHapus
  11. Terima kasih para sahabat yang telah menelisik ragam kata dalam tulisan di blog ini. Tuhan memberkati

    BalasHapus
  12. Tetap melestarikan budaya dengan melakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian generasi muda akan tahu budanyanya, jangan sampai kebudayaan menjadi hilang dan hanya akan jadi cerita turun temurun saja. Terimakasih sudah berbagi ilmu.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya