Kehidupan Seperti Apa di Balik Sana?

Kehidupan Seperti Apa di Balik Sana?




Dalam beberapa tulisan saya yang berhubungan dengan pengetahuan kebudayaan yang kiranya nuansanya bagai suatu aliran kepercayaan, saya beberapa kali menulis tentang upacara menguburkan jenazah dari orang yang dikasihi ketika meninggal dunia. Upacara yang khas orang Timor, khususnya di kalangan masyarakat adat Pah Amarasi, salah satu sub etnis di Timor. Upacara itu disebut Subat. Beberapa kali saya diminta menyajikan materi-materi yang khas seperti itu di kalangan anggota Presbiter dalam wilayah pelayanan GMIT Klasis Amarasi Timur. Para pendeta, penatua, diaken, dan pengajar secara berkelompok mengikuti paparan-paparan saya dalam pembagian wilayah yang disebut rayon.

Suatu perkembangan yang menarik, ketika dalam diskusi-diskusi itu saya mendapatkan banyak masukan tentang roh orang mati dalam pengetahuan masyarakat lokal di bekas Swapraja Amarasi. Swapraja Amarasi itu sendiri dalam pengetahuan masyarakat adat, dikenal dengan istilah Pah Amarasi. Masyarakat kurang paham Swapraja Amarasi, karena ketika sampai Indonesia Merdeka dan diadakan pembentukan kecamatan-kecamatan, pemimpin Swapraja Amarasi dipercaya sebagai Camat. Itulah sebabnya masyarakat adat lebih paham Pah Amarasi langsung menjadi Kecamatan Amarasi. Kecamatan Amarasi kini telah dimekarkan menjadi 4 wilayah kecamatan: Amarasi, Amarasi Timur, Amarasi Selatan, dan Amarasi Barat.

Kembali ke topik? Apa dan bagaimana roh orang mati diperlakukan atau bersikap di balik sana?

Pertama, masyarakat adat dalam mitologi mengetahui bahwa roh orang mati pergi dan tinggal di balik pohon atau batu (fatu bian - hau bian). Sementara bila yang meninggal seseorang dari kalangan ningrat berdarah biru, maka rohnya pergi ke langit (ansae neon ~ kata kerja; asaenenot ~ kata benda).  Seseorang yang meninggal dunia tidak boleh segera diupacarakan penguburannya. Dalam satuan waktu satu hingga dua jam pertama, ia harus dipanggil, dipanggil namanya dengan suara keras sambil ditangisi. Tujuannya, agar roh yang baru saja keluar dari raganya bila belum berjalan jauh, ia dapat menoleh ketika mendengar suara panggilan. Ia dapat kembali dan masuk ke dalam raga yang ditinggalkannya itu. Bila lebih dari satu hingga dua jam tidak ada tanda-tanda kehidupan itu berbalik, maka ia sudah dapat disiapkan untuk memulai masa perkabungan, ratapan dan tangisan.

Kedua, dalam masa maksimal dua hari siang dan dua hari malam, orang berada dalam masa perkabungan raya, lalu jenazah diupacarakan dengan pendekatan apa yang disebut subat. Ketika subat terjadi, roh orang mati tertentu dapat masuk ke dalam raga seseorang atau beberapa orang. Ia menyampaikan pesan-pesan kepada mereka yang ditinggalkan. Hal yang demikian sangat sering terjadi, lalu roh itu pergi untuk selama-lamanya.

Ketiga, orang menyiram bunga, membakar lilin, memercikkan minyak jenazah. Minyak jenazah dipercikkan di peti, di dalam lubang penempatan peti jenazah, hingga di pusara. Semua tindakan ini dilakukan sebagai wujud penghormatan pada dia yang pergi untuk selama-lamanya. Dia akan membawa wewangian itu ke dunia barunya. Di sana ia bertemu dengan roh dari orang-orang yang sudah lebih dahulu meninggal dunia. Ia akan disambut dengan sukacita. Maka, ia harus disiapkan agar rohnya beraroma mewangi. Roh yang mewangi itu akan seterusnya demikian adanya, bila ia kembali berkunjung ke rumah keluarga yang ditinggalkan atau kepada kerabatnya.

Keempat, roh yang telah keluar dari raga dipastikan berjalan ke tempat penuh sukacita. Maka, setelah ritual pemanggilan, namun tidak berhasil, maka jangan lagi diratapi, ditangisi sesudah masa perkabungan. Bila masih diratapi, ditangisi sesudah masa perkabungan, roh itu akan terus merasa sedih. Ia tidak akan pergi jauh, atau ia tidak akan berangkat ke dunia sukacita itu. Ia masih akan berada di sekitar kehidupan keluarganya. Dalam suasana yang sama yakni ikut menangis karena ia telah keluar dari raganya. Raganya pun telah dikuburkan dan mulai membusuk. Roh itu sudah mendengar panggilan di dunia sukacita sana. Ia dipanggil oleh roh-roh yang sudah berada di sana. Tetapi, ia tidak dapat beranjak jauh karena anggota keluarganya masih menangisi, meratapi atau bahkan menyesali kematiannya. 

Kelima, ketika roh itu pergi dan tiba di dunia sukacita, ia disambut dengan sukacita pula. Dalam upacara penyambutan di dunia sukacita itu, mereka kemudian mendengarkan kisah-kisah menarik dari roh yang baru tiba itu. Paling kurang ada dua hal yang ditanyakan padanya: (1) Apakah ketika ia meninggal (keluar dari raganya) ada pesta yang dilakukan untuknya? Bila ada pesta, maka di dunia sukacita itu akan ada perayaan penyambutan padanya lebih meriah lagi. Mengapa? Karena ada padanya berkas-berkas yang terselip sebagai bekal perayaan di dunia sukacita. Bila tidak sempat diadakan pesta kedukaan untuk dirinya, maka ia dipisahkan untuk masuk dalam kategori roh tanpa pesta kedukaan. (2) Apakah ia membawa tanda kenangan dari orang-orang terkasih kepada para roh penjemputnya? Tanda kenangan itu disebut sofi. Bila ada sofi, maka akan diberikan kepada para penjemput dengan menyebutkan namanya. Bila ada di antara mereka yang tidak disebutkan namanya, mereka tidak tersinggung. Mereka tetap bersukacita karena ada sofi di tangannya yang dibawa. Pada dirinya sendiri pun ada tanda kenangan berupa pakaian terbaru. Ia boleh mengganti pakaian yang ada di tubuhnya di dunia sukacita.

Beberapa hal ini menjadi menarik sebagai pengetahuan. Mari berefleksi secara teologis agar kita dapat menjadi orang-orang yang meyakini bahwa ada kehidupan baru sesudah kematian.


Koro'oto Pah Amarasi, 8 Februari 2022
herobani68@gmail.com

Komentar

  1. Setiap suku bangsa dan agama di Indonesia memiliki berbagai cara ataupun adat yang bebeda- beda dalam setiap jenjang kehidupan manusia dari lahir sampai mati. Semua manusia percaya bahwa ada kehidupan setelah mati dan yang kita baea adalah amal perbuatan kita di kehidupan ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih terlah berkunjung pada lapak ini. Semoga menginspirasi

      Hapus
  2. Sangat menarik, membicarakan kehidupan setelah kematian adalah suatu topik yang tidak akan pernah bisa terjawab dengan tuntas, karena itu adalah misteri sebab tidak ada yang tahu sama sekali.
    Tetapi kembali kepada keyakinan masing-masing, ini soal kepercayaan.
    Baik itu keyakinan di suatu daerah dalam bentuk adat dan tradisi yang dilakukan. Tetapi sejak adanya agama (Kristen), ada pencerahan bahwa tidak ada lagi hubungan orang mati dengan orang yg masih di bumi, tinggal kita yang masih hidup mempersiapkan diri, kapan pun waktu itu akan datang karena kitalah yang akan mempertanggungjawabkan setiap hal apa yang kita lakukan selama hidup kepada Sanga Pencipta Jagat Raya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih pak Sahat sudah berkunjung di lapak ini. Penganut agama-agama semawi meyakini kehidupan abaadi sesudah kematian. Itu suatu misteri, ya. Sesuatu yang hanya bisa dirasakan hanya dengan satu jalan yakni, pintu kematian. Sekali lagi, terima kasih.

      Hapus
  3. Saya orang Amarasi tapi jujur saya baru memahami makna dari Pesta dan Sofi pada acara pemakaman yang diyakini sejak dulu oleh para leluhur saya.
    Menurut saya, ini adalah sebuah misteri, yg tidak diketahui kebenarannya. Tergantung pribadi kita masing² bagaimana kita memaknainya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya