Tempat Sirih-Pinang kami di Manulai 1 Kupang Barat

 Tempat Sirih-Pinang Kami di Manulai 1 Kupang Barat



Pendahuluan

Dalam bulan Maret 2022 beberapa orang tua dari Kota Kupang yang berkerabat dekat dengan kami berkunjung ke Umi Nii Baki. Di rumah adat yang secara fungsional (tanpa konstruksi sebagai rumah adat) ini saya tempati atas pernyataan dari generasi sebelumnya yaitu ayah kami. Dia yang menerima warisan sebagai sulung dalam keluarga besar Bani di Koro'oto. Dari sana muncul umi-umi sebagai bahagian dari apa yang disebut nasaap pah ma nifu, nfeuns am anhanua pah (meluaskan wilayah).

Para orang tua ini meletakkan satu unit tempat sirih-pinang (nateek oko'mama') yang sudah lazim pada budaya Atoin' Meto'. Ketika proses itu dilakukan sudah dapat dipastikan akan diikuti dengan penyampaian maksud yang kiranya bisa ditolak atau boleh diterima. Harapan terbesarnya yakni maksud itu mesti dapat diterima agar mereka boleh puas karena telah berlelah dalam perjalanan. Saya menerima pernyataan maksud mereka dengan mengambil isi oko'mama' yang bila dilihat nilai rupiahnya, apalah artinya[??]

Percakapan Menuju Pernikahan/Perkawinan

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suatu pernikahan/perkawinan akan menjadi sah bila diresmikan menurut aturan hukum adat, Undang-Undang Perkawinan, dan hukum agama. Ketiga aturan ini mengikat semua orang walau tidak selalu akan tuntas ketiga-tiganya sekaligus dalam sekali waktu mengurus pernikahan/perkawinan.

Kami satu tim kecil berangkat ke Manulai 1, Kupang Barat. Kami bertemu dengan satu tim dari keluarga pihak gadis pilihan perjaka kami. Hal-hal yang dipercakapkan sudah sangat lazim:

  • Upacara pernikahan menurut hukum adat (sisi etnis Rote di Manulai 1 Kupang Barat)
  • Upacara pernikahan menurut hukum agama
  • Upacara pernikahan menurut hukum positif (UU Perkawinan)

Dalam percakapan yang tidak menelan durasi waktu, pihak keluarga perempuan telah menyiapkan satu catatan agar kami pelajari dan wujudkan. Isinya berupa sejumlah hal (item) yang wajib dipenuhi pihak kami (keluarga laki-laki) pada pelaksanaan upacara pernikahan menurut hukum adat. Prosesinya disebut maso minta. Item yang disebutkan di sana yakni:

  • Laba nusa (buka-tutup pintu desa)
  • Buka-tutup pintu rumah orang tua
  • Buka mulut orang tua
  • Kasih sayang mama
  • Penghargaan orang tua keluarga besar
  • Terang Kampung (pemerintah desa)
  • Gereja
  • To'o huuk
  • Be'i huuk

Sembilan item di atas akan diserahkan pada saat maso minta. Kesembian item itu akan ditempatkan pada salah satu baki (dulang) maso minta. Baki (dulang) yang dimaksudkan yakni:

  • Dulang I, isinya lilin dan alkitab
  • Dulang II: Tempat Sirih
  1. Semua amplop (9 amplop)
  2. Pinang 9 buah
  3. Sirih 9 batang
  4. Kepur 3 bungkus
  5. Tembakau 9 bungkus
  6. Laci tempat sirih berisi barang mas 3 gram
  7. Alas tempat sirih-pinang berupa sejumlah uang
  • Dulang III, Satu Set Make Up dan Pakaian Nona
  • Dulang IV, Pakaian Orang tua (Ayah & Ibu)
  • Dulang V, Pinang Bonak, sirih 100 batang, pinang kering 1 kg







Nampaknya sederhana, namun patut dilaksanakan secara baik dengan memperhatikan maknanya. angka 9 untuk pinang, sirih, kapur dan tembakau itu untuk 9 amplop,. Sementara barang mas dalam takaran dan timbangan yang sangat realistis penyesuaian agar dapat dipikul oleh perjaka kami (sebagai calon suami). Suatu kearifan yang mengharkatkan dua hingga empat rumpun keluarga sekaligus dan terlebih sepasang kekasih

Hal-hal yang berhubungan dengan upacara menurut hukum positif (UU Perkawinan) sangat memungkinkan kemudahanya, oleh karena calon pasangan nikah wajib mengurus dokumen-dokumen tertentu untuk memenuhi persyaratan sebagaimana tuntutan UU Perkawinan. Selanjutnya hal itu akan berlangsung di hadapan Pegawai Luar Biasa Pencatat Perkawinan Sipil pada Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. 

Sementara itu, perkawinan menurut hukum agama, tidak rumit dan ribet sehingga calon pengantin pun tidak perlu bete'. Orang tua dua pihak bersama-sama dengan calon pengantin menyampaikan kepada pihak institusi keagamaan (gereja). Beberapa hal diperankan oleh calon pengantin sebelum tiba pada hari pelaksanaan upacara perkawinan menurut hukum agama yang dianut oleh kedua calon pengantin. Hal-hal yang berhubungan dengan dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran perkawinan di dalam institusi keagamaan pun mudah dipenuhi.

Penutup

Upacara perkawinan mana pun, selalu ada yang harus diselesaikan. Orang dapat saja menunda untuk tidak melaksanakan upacara perkawinan menurut hukum adat perkawinan. Dampaknya, pasangan suami-isteri baru itu akan menetap di sekitar kehidupan bersama keluarga pihak perempuan. Perkawinan menurut hukum adat bila sudah terpenuhi, sudah lazim untuk membawa pasangan suami-isteri untuk menetap di dalam komunitas bersama pihak keluarga laki-laki.

Kami tiba pada seluruh rangkaian upacara itu pada 13 Mei 2022.


Koro'oto, 4 Mei 2022

Heronimus Bani, herobani@gmail.com



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya