Menempatkan Tanda Kenangan
Menempatkan Tanda Kenangan
Pada Juni 2017, saya berada di kampung Nhulunbuy, Yirrkala wilayah Gove Armland Australia Utara. Saat itu saya bersama rombongan kecil keluarga Grimes dalam rangka suatu pengurusan perkawinan menurut hukum adat perkawinan Timor-Pah Amarasi, dan selanjutnya menurut agama yang dianut dan menurut hukum perkawinan di negara Australia. Pengurusan perkawinan yang sangat berkesan dan tak akan terlupakan oleh karena saya mendapaatkan kepercayaan sebagai juru bicara (jubir, mafefa') dari pihak keluarga Grimes (calon mempelai laki-laki).
Persiapan menuju ke sana cukup singkat kurang lebih 6 bulan saja oleh karena kami harus membawa sejumlah perlengkapan yang khas Timor-Pah Amarasi. Di antara yang kami siapkan itu akan ditempatkan di dalam dulang-dulang (oko'mama') sebagaimana umumya cara maso minta di kota-kota Kabupaten di NTT, teristimewa yang sangat familiar pada masyarakat Kota Kupang. Saya mengkonsepkan kolaborasi pendekatan maso minta yang khas masyarakat adat Timor, Pah Amarasi, dan masyarakat pluralis Kota Kupang.
Dulang 1, sebagaimana biasanya di sana kami tempatkan lilin dan alkitab. Alkitab yang kami tempatkan berupa hasil terjemahan Perjanjian Baru dan Kitab Kejadian dalam Bahasa Amarasi.
Dulang 2, kami berikan kepada orang tua dan saudara-saudaranya seperti budaya terima kasih kepada ibu yang mengandung, melahirkan, menyusui, dan merasakan panasnya api dan air didihan ketika harus berurusan dengan suatu kelahiran baru, dan berlanjut kepada memelihara dan membesarkan.
Dulang 3, kami berikan kepada gadis terpilih. Kami tempatkan pakaian yang khas untuk perempuan Pah Amarasi. Pakaian-pakaian itu disertakan pula dengan aksesori.
Dulang 4, kami berikan kepada Pemangku Adat (kepala suku) yang hadir menyaksikan peristiwa itu, memberikan ruang dan peluang pelaksanaan hukum adat perkawinan menurut cara dan gaya masyarakat adat Pah Amarasi. Selanjutnya Kepala Suku sendiri memberikan pernyataan persetujuan dan pengesahan perkawinan itu. Sah menurut Hukum Adat Perkawinan. Sebagai jubir, mafefa' saya sendiri yang menyerahkannya.
Dulang 5, kami siapkan sirih-pinang sebanyak 5 batang dn 5 buah serta kapur sirih. Hanya simbol belaka karena jumlah terbatas. Selanjutnya kami berikan kain tenunan khas masyarakat adat Pah Amarasi berupa po'uk sebanyak 30 helai kepada anggota keluarga yang meneria peminangan.
Seluruh rangkaian acara itu tidak segera berakhir. Kami membuka kesempatan para orang tua memberikan nasihat kepada pasangan mempelai adat. Nasihat disampaikan oleh wakil-wakil keluarga dan kerabat dekat lain.
Sesudah memberikan nasihat itu, kami saling berbagi tanda kenangan. Saya memberikan sebilah pisau dan po'uk kepada jubir dari pihak mempelai perempuan; dan selanjutnya secara khusus sebilah pisau dan pu'uk kepada ayah (tiri) dari gadis yang dipinang. Sang ayah ini menjabat sebagai Kepala Museum masyarakat adat Yolngu. Sebilah pisau dan po'uk itu selanjutnya ditempatkan di Museum sebagai kenangan dan kisah datangnya seseorang dari Timor-Pah Amarasi untuk meminang gadis di sana.
#catatankenangan
Umi Nii Baki, 11 Juni 2022
Keep untuk buku memoar syahdu antara budaya traveling dan Literasi
BalasHapusTerima kasih, ibu sudah berkunjung
HapusKeren...tulisannya sangat menginspirasi . Salam sehat dan sukses
BalasHapusTerima kasih, ibu sudah berkunjung
Hapus