Tanda Terima Kasih dan Kenangan

 Tanda Terima Kasih dan Kenangan

Foto: dokpri RoniBani


Pengantar

Hari Minggu (3/7/22), sekira jam 10.00 WITa sepasang kekasih yang telah resmi menjadi suami-isteri muda didampingi salah satu orang tua bertandang ke rumah kami, Umi Nii Baki. Saya tidak terkejut karena sudah seperti tradisi, sepasang kekasih setelah resmi menjadi pasutri, mereka akan menyampaikan rasa terima kasih pada beberapa orang yang turut “berkeringat” mengurus pernikahan mereka, (walau tidak semua pasutri muda melakukannya entah karena sibuk, benar-benar lupa, atau sengaja melupakannya. Hahaha.. ). Kami pun ikut serta di dalam membantu melancarkan urusan pernikahan mereka pada tahapan hukum adat perkawinan dan hukum agama yang dianut pasutri ini. Mereka pun telah sampai kepada komunitas baru, dalam kehidupan baru, memulai hal baru bukan sekadar pasangan muda, tetapi telah sah sebagai pasangan suami-isteri.

Mereka membawa tanda terima kasih pada kami. Saya tidak menduganya, karena hanya beberapa pasangan yang pernah memberikannya pada kami, karena kami tidak pernah mengimpikan untuk mendapatkan tanda terima kasih itu. Kami telah dengan sukacita, tulus mengikhlaskan pengetahuan dan ketrampilan berbicara agar para pihak dapat menjadi satu, bertopangan mengantar pasangan kekasih menjadi pasutri.

 

Tanda Terima kasih dan kenangan ini dari Kalabahi-Alor

Sebagaimana saya paparkan di muka, pasutri muda ini membawa oleh-oleh sepulangnya dari Kalabahi. Hal itu merupakan hal biasa, namun maknanya sebagai tanda terima kasih karena dalam budaya Timur, (dan saya piki West/Barat pun)  orang memberi sesuatu itu sebagai tanda terima kasih, daripada hanya sejumput kata-kata. Mengikuti perkataan orang Amarasi-Kotos, feef ruum-ruum – haan ruum-, hanya kata-kata belaka, maka sebaiknya ada tanda. Mereka membawakan tanda yang boleh dinamakan sebagai tanda terima kasih dan kenangan.

Berikut ini tiga jenis barang yang saya terima dari tangan pasutri ini sebagai tanda terima kasih dan kenangan. Pasutri muda ini membawa:

1.      Kue rambut

Kue rambut merupakan salah satu cemilan khas di Nusa Tenggara Timur. Jenis cemilan ini dibuat, dinikmati hingga dipasarkan oleh sebahagian masyarakat di Flores dan Kepulauan Alor . Sesuai dengan namanya kue ini berbentuk seperti rambut yang terbakar karena warnanya yang oranye hingga kecoklatan. Kue rambut dibuat dengan campuran tepung beras, gula merah, air, garam dan minyak. Agar kue itu berbentuk seperi rambut maka adonan tersebut di cetak dengan menggunakan tempurung kelapa atau kaleng yang sudah dilubangi. Minyak yang digunakan untuk mengorengnya pun harus banyak dan sangat panas agar adonan yang dicetak itu tidak rusak. Kue rambut merupakan salah satu cemilan yang istimewa karena biasanya menjadi hidangan di acara-acara khusus. Bentuknya yang unik, rasanya manis dan  gurih[1]. Menarik. Entahlah inspirasi membuat kue ini datang darimana? Satu kepastian, model dan tampilannya seperti rambut keriting yang tertata apik artistic dan menarik.

Tekstur makanan ringan ini sekilas seperti bihun yang digoreng kering, helaian kue rambut bertekstur kriting. Persis seperti rambut dengan warna keemasan dan dipadatkan dalam bentuk segi tiga. Kue rambut dibuat dengan bahan tepung beras, gula aren , santan dan air nira, dan sedikit garam agar rasanya semakin gurih. Nah, kata ibu Kak Berta (teman satu kos), tidak ada cetakan khusus untuk membentuk kue ini sehingga berhelai-helai lembut seperti rambut[2].

2.      Jagung titi

Sebagaimana kue rambut yang mudah dibawa kemana-mana, jagung titi pun ringan dan mudah dibawa. Jagung titi pun merupakan salah satu makanan ringan (cemilan) khas di Nusa Tenggara Timur pada masyarakat Kepulauan Alor dan sebahagian masyarakat Flores.

Dalam website disparalor.com[3] ditulis, dinamakan jagung titi karena proses pengolahan biji jagung tersebut dititi di atas batu. Jagung titi atau adalah kuliner warisan dari nenek moyang yang tetap dipakai masyarakat khususnya masyarakat Pulau Flores di bagian timur. Keunggulan kuliner ini diantaranya: bisa disimpan dalam waktu lama, mudah dibawa kemana-mana, sebagai makanan ringan untuk disuguhkan sekeluarga atau menjamu tamu. Biji jagung yang dipakai untuk membuat makanan ringan ini yaknijagung pulut putih yang teksturnya lengket. Jenis jagung ini menyebar di seluruh provinsi Nusa Tenggara Timur. Namun pengolahannya untuk menjadi jagung titi, dilakukan hanya pada masyarakat kepulauan Alor dan sebahagian masyarakat Flores.

3.      Kain tenun khas Alor

Dalam beberapa tahun terakhir, produk tenun Nusa Tenggara Timur sedang “naik daun”. Ketika Presiden NKRI, Ir. H. Joko Widodo mengenakan pakaian dari Nusa Tenggara Timur (Sabu dan Timor Tengah Selatan), mata masyarakat “terbelalak”. Jika seorang Presiden menghargai produk lokal, mengapa kita tidak menempatkannya pada posisi prioritas pemanfaatan? Maka, pasar pakaian tradisional dengan corak yang khas etnis dan entitas makin diminati.

Di Nusa Tenggara Timur, Ketua Dekranasda Provinsi, Julie Laiskodat menggiatkan kaum perempuan untuk menenenun. Julie Laiskodat yang juga anggota DPR RI, sungguh-sungguh mendukung pemanfaatan produk tenunan, terlebih lagi Gubernur NTT, Dr. Victor B. Laiskodat mewajibkan ASN/PNS mengenakan pakaian khas daerah pada hari kerja. Maka, kini pakaian tradisional (pakaian adat) makin diminati.

Kelompok-kelompok tenun ikat tumbuh dimana-mana. Di dalam Kota Kupang di beberapa kelurahan terdapat pintu masuk ke lokasi tertentu yang disebut dengan nama Kampung Tenun Ikat (KTI). Suatu perkembangan yang menarik. Gerai dan toko-toko yang memasarkan produk tenunan makin banyak, dan varian pun menjadi pilihan-pilihan menarik pada konsumennya.

Sementara itu pihak Gereja (dhi. GMIT) menggelorakan Bulan Budaya. Pada saat itu, produk tenunan ditampilkan pada setiap Hari Kebaktian (Ibadah). Setiap minggunya pada bulan budaya, gereja-gereja dikunjungi untuk beribadah, jemaat/umat bagai sedang “traditional clothing exhibition” ~ pameran pakaian tradidional.

Ketika saya mendapati di dalam bungkusan oleh-oleh yang diserahkan oleh pasutri muda ini sehelai kain tenunan dari Kalabahi, saya tertegun sejenak. Tidak biasanya ada pemberian ini ketika saya membantu mengurus suatu urusan perkawinan/pernikahan. Bahwa jika ada, saya dapat menghitungnya belum sebanyak 5 jari tangan saya. Maka, saya berterima kasih dan bersyukur bahwa ada tanda terima kasih sekaligus sebagai tanda kenangan pada saya.

Tenunan khas dari kepulauan Alor menurut website disparalor motifnya kenari, karena pulau ini memang dijuluki “Pulau Kenari”, selain itu motif satwa laut seperti ikan dan cumi-cumi juga banyak ditemui.

Saya kira tidak seutuhnya pernyataan ini tepat, namun perlu riset lebih lanjut karena Kabupaten Alor bukanlah satu pulau, tetapi Kepulauan Alor. Maka, ragam hias pada kain tenunan pun bervariasi. Pewarnaan pun variatif.

 

Penutup

Saya mesti menyatakan rasa terima kasih pada pasutri muda ini. Mereka pasangan keempat yang memberi tanda terima kasih dan kenangan dengan kain tenunan. Sebelumnya, mereka memberikan busur-panah ketika peminangan berlangsung. Busur-panah itu kemudian oleh yang berhak menerima, dilanjutkan kepada saya sebagai tanda terima kasih dan kenangan. Dia yang berhak mengatakan, barang itu lebih tepat berada di tangan saya untuk proses kisah berlanjut dan menggenerasi. Saya terima dengan rasa terima kasih pula.

Apakah memberi tanda terima kasih dan kenangan itu sesuatu yang buruk? Tidak! Apakah itu merupakan suatu tuntutan? Tidak! Bila ada yang memberikannya, tentulah itu berawal dan berasal dari hati yang ikhlas. Maka, penerimanya pun tentulah mesti menyampaikan rasa terima kasih karena dengan itu akan ada kisah yang teruraikan pada masa kini dan masa yang akan datang, baik pada saat barang itu masih ada, maupun barang itu sudah tiada (lapuk, hancur, dimakan usia hingga tak dapat dipakai lagi).

Sampai di sini ulasan saya. Semoga menginspirasi.

 

Umi Nii Baki, 3 Juli 2022
herobani68@gmail.com

 

 

Komentar

  1. Orang yg memiliki rasa terberkati oleh orang lain,yg mampu mempersembahkan rasa terima kasih dgn cara yg baik dan santun.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah membaca dan memberi respon

      Hapus
  2. Ini tanda bahwa adat ketimuran kita walau makin dilupakan tetapi masih tetap berakar dalam dijiwa orang muda. Semoga teladan ini jadi teladan bagi banyak orang lain. Barang sebagai tanda mata saja tetapi itu sungguh suatu pengikat untuk tak saling melupakan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah membaca dan memberi respon

      Hapus
  3. Menunjukan jati diri pribumi yang dikenal dengan ramah tamah baik budi pekertinya dengan kekhasan masing² pribadi/wilayahnya 😊👍👍💪

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah membaca dan memberi respon dengan komentar ini

      Hapus
  4. Wah ternyata asal usul kue rambut dari Flores ya, saya pernah buat Pak ketemu resep dari youtube rasanya manis dan kriuk,enak buat camilan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di wilayah Flores Timur dan sekitarnya sampai Kepulauan Alor, masyarakat suka buat kue rambut. Terima kasih sudah membacanya

      Hapus
  5. Apik sekali penyajian setiap kata, luar biasa sangat menggoda

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih sudah berkunjung. Semoga menginspirasi

      Hapus
  6. Wah... jadi pengin nih...
    Semoga dapat kiriman dari Pak Roni Bani...
    Hehee..
    Terimakasih.. terimakasih..

    BalasHapus
  7. Tanpa disadari kebiasaan seperti ini sebenarnya bagian dr budaya yg harus dilestarikan sebagai wujud positif dr pembentukan karakter 😁🙏

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya