Sonaf Puup-Kolo Hae Malunat
Sonaf Puup Kolo-Hae Malunat
(Foto: dokpri: RoniBani)
Saya
dan 4 orang rekan yang tergabung dalam satu tim diutus oleh Unit Bahasa dan
Budaya GMIT Kupang. Tim ini ditugaskan untuk melakukan lokakarya mini Bahasa
Meto'-Amanatun. Bahasa Meto' Amanatun merupakan salah satu cabang bahasa dari induknya,
Bahasa Meto' (atau yang dalam istilah Meto' disebut bervariasi, Uab
Meto', Aguab Meto', Molok Meto').
Daerah sasaran yaitu Amanatun, suatu wilayah bekas
kefetoran (ke-usif-an ~ kerajaan). Amanatun berada di Kabupaten
Timor Tengah Selatan, NTT. Kami tiba di sana setelah melewati jalan
berliku di bebukitan atau di lereng-lereng yang cukup curam. Kabar baiknya,
ruas-ruas jalan yang demikian itu sudah beraspal (hotmix), dan berharap
semuanya demikian antara kota Niki-niki – Oinlasi – Nunkolo dan seterusnya ke
Menu’ – dan Kolbano.
Singkat cerita, kami memulai kegiatan sosialisasi (dalam
bentuk lokakarya) Keragamanan Bahasa Meto’. Pesertanya semula diharapkan datang
dari beberapa tempat di seluruh Amanatun, tetapi tidak satu pun dari Utara dan
Timur mau datang, sehingga disepakati agar siapa pun yang bersedia bersama kami
dari dalam Nunkolo. Pdt. Nuhben Tnunay, S.Th mengundang beberapa anggota
Majelis Jemaat Efata Nunkolo dan anggota jemaat yang bersedia meluangkan waktu
dan melepas kesibukan. Jumlah peserta mencapai 30 orang. Materi utama,
Keragaman Bahasa Meto’ dan Cara Tulis Bahasa Meto’. Dua materi ini disampaikan
oleh Seprianto Tunliu, S.Pd dan Jedida R. Ora, S.Pd; sementara materi
lanjutannya tentang Penerjemahan Alkitab disampaikan oleh Johny Banamtuan,
S.Pd,.MS; Saya hadir sebagai salah satu pendamping yang melengkapi informasi
bila diperlukan.
Pada hari kedua sebelum kegiatan dimulai, kami
berkesempatan mengunjungi puing Sonaf Onam. Dari sana kami mendapatkan
informasi dari keturunan dinasti Banunaek yakni, Boas Banunaek. Ia menjabat
sebagai Kepala Desa Nunkolo. Dari sinilah saya hendak menulis di sini, walau
saya sadar apa yang diceritakan oleh Boas Banunaek tidak dapat dianggap sebagai
yang valid. Maka, saya perlu melakukan gugling untuk menemukan artikel yang
memiliki tingkat validasi yang mendekati kebenaran informasi oleh karena
rujukan-rujukan yang digunakan.
Sekilas
Sejarah Ke-usif-an[1] Onam (Amanatun)
DBpedia[2] mencatat sepenggal informasi tentang
Kerajaan (ke-usif-an) Amanatun (sebutan lainnya, Onam[3]) sebagai berikut: Kerajaan Amanatun
(Onam) terletak di pulau Timor bagian Barat, wilayah Indonesia dan merupakan
kerajaan tua. Di era kemerdekaan Amanatun bersama Molo (Oenam) dan kerajaan Amanuban
(Banam) membentuk Kabupaten Timor Tengah Selatan (dalam Bahasa Belanda Zuid
Midden Timor), dengan ibukota SoE (So’e[4]).
Menurut
legenda atau cerita rakyat Amanatun, leluhur Amanatun bernama Banu ‘Naek yang
datang dari laut bersama saudaranya, Liurai dan Son[5]bai. Liurai memilih untuk
menetap di Belu bagian Selatan dan Sonbai di Timor bagian Barat. Merekal yang menurunkan para usif di
wilayah-wilayah tersebut. Banu ‘Naek tetap tinggal dan menjadi penguasa
di Nokas dan Nitibani dekat pesisir selatan. Karena tubuh dan harta bendanya berwarna
emas (natun), kerajaannya kemudian dinamai Amanatun (amaf ~ bapak; mnatu’ ~ emas).
Dalam catatan yang dibuat oleh p2k.utn.ac.id[6] disana disebutkan mirip
seperti yang dicatat oleh Dbpedia, tetapi terlihat informasi yang ditulis di
sini lebih banyak oleh karena literatur yang dirujuk pun cukup banyak. Literatur-literatur
yang sangat tua, dan dirujuk oleh banyak penelusur sejarah kerajaan-kerajaan di
Timor dan sekitarnya.
Jauh sebelum datangnya bangsa Portugis dan Belanda di Indonesia maka kerajaan Amanatun sudah ada dan
mempunyai pemerintahan sendiri yang asli. Ibukota ke-usif-an Amanatun di
Nunkolo, dimana saat itu Usif Tsuu Pah Banu’naek berkuasa.
Hubungan ke-usif-an Amanatun (Oo-naam) dengan ke-usif-an sekitarnya
terbilang aman, termasuk hubungan dengan bangsa Eropa yang datang ke Tanah
Timor. Sebelum kedatangan bangsa Eropa (Portugis dan Belanda), sudah ada
pertautan kontak dagang dengan bangsa lain. Hal ini sebagaimana dicatat oleh penulis
(?[7])
dalam p2k.utn.ac.id dalam beberapa paragraf sebagai berikut: Dalam tex Dao Zhi dari tahun 1350 sejak dinasti Sung sudah
mengenal Timor dan ada beberapa pintu
gerbang pelabuhan laut yang ramai yang dikunjungi
di Timor dan salah satunya yang
penting adalah di Batumiao-Batumean Fatumean Tun Am (Tun Am) yang sudah ramai
dikunjungi oleh pedagang-pedagang Makasar, Malaka, Jawa, India, Cina dan kemudian Eropa seperti Spanyol, Inggris, Portugis, Belanda.
Timor (Xingcha Shenglan 1436)
menulis bahwa Timor ( Kih-ri Ti-mun) terletak
di Timur Tiongkalo (Madura) yang
mana pegunungannya ditumbuhi oleh pohon cendana. Pohon cendana ini mereka tebang
dan dijadikan kayu bakar. Negara ini tidak memiliki produk lain selain cendana. Terdapat dua
belas pelabuhan atau
pemukiman pedagang yang masing-masing
berada di bawah seorang ketua / pemimpin. Tanah pertaniannya subur dan makmur
serta cuacanya hangat di siang hari dan dingin pada malam hari. Ketika kapal dagang tiba dan bersandar kaum wanita
naik kekapal untuk berdagang. Barang yang diimpor adalah emas, perak dan peralatan besi serta tembikar. Penduduk pribumi selalu membawa kayu cendana
untuk dibarterkan dengan pedagang. Mereka tidak akan melakukan
barternisasi kalau raja nya tidak hadir. Karenanya raja selalu diminta untuk datang terlebih dahulu, ketika
sebuah kapal dagang berlabuh maka Raja akan datang ditemani oleh permaisuri dan anak-anaknya, para selir dan para
pembantunya. Anggota rombongan raja begitu banyak.
Mengenai perdagangan cendana zaman dahulu Oemerling dalam bukunya The Timor Problem menuliskan bahwa penyelidikan
sumber-sumber Cina yang kuat menyatakan bahwa Timor sudah menghasilkan kayu cendana untuk pasaran Asia ratusan tahun sebelum Vasco da Gama berlayar mengelilingi Tanjung Pengharapan Baik. Inspektur Cina Chau Yu Kua pada tahun 1225 telah menulis bahwa Timor kaya dengan kayu cendana dan telah melakukan hubungan perdagangan
dengan Jawa.
Schrieke (1925) menegaskan bahwa paling lambat tahun 1400, atau mungkin sudah sejak sebelumnya, Timor telah dikunjungi oleh para pedagang dari
pelabuhan-pelabuhan Jawa secara teratur. Para pedagang Islam dari India sejak tahun 1400 telah berdiam di kota pelabuhan jawa bagian Timur sehingga mereka juga telah mengadakan kontak
perdagangan cendana dengan Timor. Minyak cendana sudah termasyur di Asia Timur sejak dahulu kala karena
kasiatnya.
Greshoof (1894-1909) menuliskan bahwa para tabib Arab sudah mengenal minyak cendana sejak
tahun 1000 Masehi. Cendana dikenal sebagai barang mewah di Eropa khususnya perusaha
farmasinya. India sejak perang dunia pertama memasarkan minyak cendana ke Eropa dan lebih mengambil keuntungan besar dari Timor karena Timor saja yang menghasilkan kayu cendana - (Risseuw 1950). Selain pelabuhan Fatumean / Batumean (Tun Am
- Amanatun), juga ada pelabuhan dagang yang ramai dikunjungi seperti Kamanasa,
Mena, Sorbian, Samoro, Ade (Timor, Ende et Solor par Godinho en 1611)
Dari masa ke masa Ke-usif-an
Amanatun (Oo-naam) terus berkembang seturut perkembangan zaman. Makasar
(Kerajaan Gowa Tallo) pernah menyerang Amanatun
pada tahun 1641, saat itu istana (sonaf) terletak di Sunu (yang disebut
dalam Bahasa lokal/adat, sonaf plikuna’; sonaf nii fanu’). Usif Banu’naek berhasil memundur mundur
pasukan Gowa-Tallo di Sunu dan menggiring mereka tiba di perbatasan dengan Belu.
Pasukan Usif Banu’naek dibantu
oleh Topasses (Portugis hitam ~ Kaes Metan). Sesudah kekalahan pasukan marinir
Gowa-Tallo, misionaris Portugis Padre Antonio de S. Jacinto dan Frei Pedro de
Sao Joao mulai masuk ke Timor dan sekitarnya. Pada sisi ini kita dapat
berasumsi bahwa agama Katolik masuk ke Timor sekitar tahun 1642.
Ketika Amanatun – Oo-naam bersentuhan dengan Portugis lebih mengarah
pada perdagangan cendana dan lilin, misi the gospel. Keluarga Hornay dan
da Costa menguasai dua jenis komoditi ini. Kapal-kapal
dagang membawa barang-barang untuk dibarter dengan cendana dan lilin. Kerakusan kedua keluarga
ini menyebabkan pusat perdagangan Portugis di Macao merugi.
Peranan keluarga Hornay dan da Costa dalam perdagangan ini yakni sebagai “benteng”
yang menahan pergerakan VOC untuk masuk sampai pedalaman Timor. Lobi politik Amanatun
~ Oo-naam untuk mendapatkan hubungan dagang dengan VOC dicoba pada tahun 1669, namun VOC menolak
bertemu dengan Usif Banu’naek di Fatumean, dengan alasan keamanan.
Di sisi lain yang tak kalah menariknya yakni perdagangan budak. Nama Atapupu
dan Atambua sendiri merupakan tempat-tempat dimana ata ~ ate (hamba,
budak) diperjualbelikan. Perdagangan ata ~ ate terjadi pada tahun 1618. Tidak
jelas kapan perdagangan ata ~ ate berakhir, namun catatan lain dari sumber
yang sama menyebutkan bahwa sampai dengan abad ke XVIII (18, sekitar tahun
1761, ada kebiasaan orang-orang Belanda bila akan ke Batavia, mereka akan
menangkap manusia di pedalaman Timor dan membawa sebagai hadiah pada atasan
mereka di sana.
Seluruh perkembangan berpemerintahan (adat) dan bermasyarakat di Amanatun ~
Oo-naam, tidak mudah untuk segera masuk dalam sepenggal catatan artikel ini. Suatu
kepastian bahwa, pada akhirnya wilayah ini bermetamorfosis menjadi Swapraja (pemerintahan
sendiri) tetapi tetap berada di bawah kekuasaan Belanda hingga memasuki
abad ke XX.
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dan Swapraja di berbagai
tempat difusi, Amanatun (Oo-naam), Amanuban (Ba-naam), dan Molo (Oe-naam)
bergabung ke dalam Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan ibukotanya So’e.
Ibukota Swapraja Amanatun yang semula di Nunkolo dipindahkan ke Oinlasi
atas alasan geopolitik[8].
Usif Lodoweyk Lourens Don Louis Banunaek (Raja Laka Banunaek) yang mana raja ini adalah raja terakhir kerajaan Amanatun, saat itu, 1951, Oinlasi dipilih
dan ditetapkan menjadi ibukota dan pusat pemerintahan swapraja Amanatun dengan
pertimbangan aksesibilitas dengan kota SoE. Kota Oinlasi 46 km letaknya dari Kota So’e dan hingga kini menjadi ibu kota kecamatan Amanatun Selatan. Sementara itu,
Nunkolo sendiri telah menjadi satu kecamatan baru, pemekaran dari Amanatun
Selatan. Kecamatan Nunkolo berpusat di Nunkolo.
Di Nunkolo sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Nunkolo, di sana terdapat
puing-puing sonaf (istana) Ke-usif-an Amanatun ~ Oo-naam. Puing-puing ini oleh para Fetor: Fetor Noebana (Santean), Fetor Noebone (Sahan), Fetor
Noemanumuti (Put'ain) dan Fetor Noebokong (Anas) pernah ada upaya untuk merenovasinya,
namun gagal.
Sonaf yang kini tinggal puing-puing itu pada masa jayanya
disebut Sonaf Puup Kolo-Hae Malunat, istana dengan bubungan (kepala) berbentuk
burung dan kakinya berukiran.
(Foto: dokpri: RoniBani)
Para usif yang pernah berkuasa, seorang di antaranya diasingkan ke Ende. Raja Muti Banunaek II memerintah 1900 - 1915. Raja Muti Banunaek II diasingkan ke Ende, Flores pada 1915 oleh pemerintah kolonial Belanda karena Raja Muti Banunaek II tidak mau takluk kepada Belanda. Raja Muti Banunaek II mangkat di Ende Flores ± September/Oktober [[1918) . Makamnya tidak diketahui[9].Raja Muti Banunaek II sejak diasingkan oleh Belanda hingga wafatnya tidak kembali lagi ke tanah Timor ( Amanatun).
Penutup
Suatu catatan panjang tentang sejarah pemerintahan adat,
masyarakat adat Amanatun ~ Oo-naam masih dapat dicatat hingga mencapai satuan
buku. Makin menarik bila menelusur baik dengan cara gugling terlebih bila
menemukan literatur-literatur tua atau yang terbaru hasil riset mahasiswa di
semua jenjang (Sarjana, Pascasarjana dan Doktoral).
Masyarakat dan wilayah Amanatun pada masa ini telah mengalami
perkembangan yang cukup baik, seiring perencanaan rencana tata ruang dan
wilayah oleh Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Wilayah ini kini
terbagi atas beberapa wilayah kecamatan yang sebelumnya hanya 2 kecamatan
yakni: Amanatun Utara dan Amanatun Selatan.
Nunkolo sendiri di masa depan berharap agar Sonaf Puup
Kolo Hae Malunat dapat dibangun kembali (renovasi) sebagai suatu simbol
pemersatu seluruh masyarakat adat Amanatun, selain sebagai destinasi wisata
pada masanya.
Terima kasih.
Umi Nii Baki-Koro’oto-Nekmese, 29 Agustus 2022
[1] Saya menggunakan terminology ke-usif-an
untuk menggambarkan bahwa wilayah ini dipimpin oleh Usif. Sama
dengan terminology ke-raja-an, dimana wilayah itu dipimpin oleh Raja.
[3] Saya akan menulis menurut tata tulis
Uab Meto’ Amanatun ~ Oo-naam; ini hasil dari lokakarya di Nunkolo, ibukota
Ke-usif-an Amanatun sebelum dipindahkan ke Oinlasi pada masa pembentukan NKRI
[4] Cara menulis So’e dalam kurung sebagai
hasil dari lokakarya Uab Meto’
[5] https://www.kompas.com/stori/read/2021/10/18/090000279/kerajaan-amanatun-sejarah-raja-raja-dan-keruntuhan
[7] Di dalam laman tersebut tidak disebutkan
nama penulis, namun artikelnya sangat menarik karena banyaknya rujukan dari
literatur tua
[8] Wawancara dengan Boas Banu’naek (26 Agustus 2022) di Nunkolo.
Keterangan berbeda dari catatan tertulis, saat itu Usif Kolo Banu’naek
merasa “curiga” bila Amanuban ~ Ba-naam akan memperluas wilayahnya dan
mencaplok Oinlasi, maka sonaf dipindahkan. Sejak itu, sonaf Oo-naam menjadi kurang
terawat.
[9] Menurut Boas Banunaek (26-08-2022) sebongkah batu dari
Ende dibawa ke Nunkolo-Amanatun sebagai tanda bahwa Usif Muti Banunaek telah
dikuburkan di Nunkolo.
Komentar
Posting Komentar