Sonaf Puup-Kolo Hae Malunat

Sonaf Puup Kolo-Hae Malunat


Boas Banunaek (27/08/22) 
(Foto: dokpri: RoniBani)
Pengantar

Saya dan 4 orang rekan yang tergabung dalam satu tim diutus oleh Unit Bahasa dan Budaya GMIT Kupang. Tim ini ditugaskan untuk melakukan lokakarya mini Bahasa Meto'-Amanatun. Bahasa Meto' Amanatun merupakan salah satu cabang bahasa dari induknya, Bahasa Meto' (atau yang dalam istilah Meto' disebut bervariasi, Uab Meto', Aguab Meto', Molok Meto'). 

Daerah sasaran yaitu Amanatun, suatu wilayah bekas kefetoran (ke-usif-an ~ kerajaan). Amanatun berada di Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Kami tiba di sana setelah melewati jalan berliku di bebukitan atau di lereng-lereng yang cukup curam. Kabar baiknya, ruas-ruas jalan yang demikian itu sudah beraspal (hotmix), dan berharap semuanya demikian antara kota Niki-niki – Oinlasi – Nunkolo dan seterusnya ke Menu’ – dan Kolbano.

Singkat cerita, kami memulai kegiatan sosialisasi (dalam bentuk lokakarya) Keragamanan Bahasa Meto’. Pesertanya semula diharapkan datang dari beberapa tempat di seluruh Amanatun, tetapi tidak satu pun dari Utara dan Timur mau datang, sehingga disepakati agar siapa pun yang bersedia bersama kami dari dalam Nunkolo. Pdt. Nuhben Tnunay, S.Th mengundang beberapa anggota Majelis Jemaat Efata Nunkolo dan anggota jemaat yang bersedia meluangkan waktu dan melepas kesibukan. Jumlah peserta mencapai 30 orang. Materi utama, Keragaman Bahasa Meto’ dan Cara Tulis Bahasa Meto’. Dua materi ini disampaikan oleh Seprianto Tunliu, S.Pd dan Jedida R. Ora, S.Pd; sementara materi lanjutannya tentang Penerjemahan Alkitab disampaikan oleh Johny Banamtuan, S.Pd,.MS; Saya hadir sebagai salah satu pendamping yang melengkapi informasi bila diperlukan.

Pada hari kedua sebelum kegiatan dimulai, kami berkesempatan mengunjungi puing Sonaf Onam. Dari sana kami mendapatkan informasi dari keturunan dinasti Banunaek yakni, Boas Banunaek. Ia menjabat sebagai Kepala Desa Nunkolo. Dari sinilah saya hendak menulis di sini, walau saya sadar apa yang diceritakan oleh Boas Banunaek tidak dapat dianggap sebagai yang valid. Maka, saya perlu melakukan gugling untuk menemukan artikel yang memiliki tingkat validasi yang mendekati kebenaran informasi oleh karena rujukan-rujukan yang digunakan.

 

Sekilas Sejarah Ke-usif-an[1] Onam (Amanatun)

DBpedia[2] mencatat sepenggal informasi tentang Kerajaan (ke-usif-an) Amanatun (sebutan lainnya, Onam[3]) sebagai berikut: Kerajaan Amanatun (Onam) terletak di pulau Timor bagian Barat, wilayah Indonesia dan merupakan kerajaan tua. Di era kemerdekaan Amanatun bersama Molo (Oenam) dan kerajaan Amanuban (Banam) membentuk Kabupaten Timor Tengah Selatan (dalam Bahasa Belanda Zuid Midden Timor), dengan ibukota SoE (So’e[4]).

Menurut legenda atau cerita rakyat Amanatun, leluhur Amanatun bernama Banu ‘Naek yang datang dari laut bersama saudaranya, Liurai dan Son[5]bai. Liurai memilih untuk menetap di Belu bagian Selatan dan Sonbai di Timor bagian Barat. Merekal yang menurunkan para usif di wilayah-wilayah tersebut. Banu ‘Naek tetap tinggal dan menjadi penguasa di Nokas dan Nitibani dekat pesisir selatan. Karena tubuh dan harta bendanya berwarna emas (natun), kerajaannya kemudian dinamai Amanatun (amaf ~ bapak; mnatu’ ~  emas).

Dalam catatan yang dibuat oleh p2k.utn.ac.id[6] disana disebutkan mirip seperti yang dicatat oleh Dbpedia, tetapi terlihat informasi yang ditulis di sini lebih banyak oleh karena literatur yang dirujuk pun cukup banyak. Literatur-literatur yang sangat tua, dan dirujuk oleh banyak penelusur sejarah kerajaan-kerajaan di Timor dan sekitarnya.

Jauh sebelum datangnya bangsa Portugis dan Belanda di Indonesia maka kerajaan Amanatun sudah ada dan mempunyai pemerintahan sendiri yang asli. Ibukota ke-usif-an Amanatun di Nunkolo, dimana saat itu Usif Tsuu Pah Banu’naek berkuasa.

Hubungan ke-usif-an Amanatun (Oo-naam) dengan ke-usif-an sekitarnya terbilang aman, termasuk hubungan dengan bangsa Eropa yang datang ke Tanah Timor. Sebelum kedatangan bangsa Eropa (Portugis dan Belanda), sudah ada pertautan kontak dagang dengan bangsa lain. Hal ini sebagaimana dicatat oleh penulis (?[7]) dalam p2k.utn.ac.id dalam beberapa paragraf sebagai berikut:  Dalam tex Dao Zhi dari tahun 1350 sejak dinasti Sung sudah mengenal Timor dan ada beberapa pintu gerbang pelabuhan laut yang ramai yang dikunjungi di Timor dan salah satunya yang penting adalah di Batumiao-Batumean Fatumean Tun Am (Tun Am) yang sudah ramai dikunjungi oleh pedagang-pedagang MakasarMalakaJawaIndiaCina dan kemudian Eropa seperti SpanyolInggrisPortugisBelanda.

Timor (Xingcha Shenglan 1436) menulis bahwa Timor ( Kih-ri Ti-mun) terletak di Timur Tiongkalo (Madura) yang mana pegunungannya ditumbuhi oleh pohon cendanaPohon cendana ini mereka tebang dan dijadikan kayu bakar. Negara ini tidak memiliki produk lain selain cendana. Terdapat dua belas pelabuhan atau pemukiman pedagang yang masing-masing berada di bawah seorang ketua / pemimpin. Tanah pertaniannya subur dan makmur serta cuacanya hangat di siang hari dan dingin pada malam hari. Ketika kapal dagang tiba dan bersandar kaum wanita naik kekapal untuk berdagang. Barang yang diimpor adalah emasperak dan peralatan besi serta tembikar. Penduduk pribumi selalu membawa kayu cendana untuk dibarterkan dengan pedagang. Mereka tidak akan melakukan barternisasi kalau raja nya tidak hadir. Karenanya raja selalu diminta untuk datang terlebih dahulu, ketika sebuah kapal dagang berlabuh maka Raja akan datang ditemani oleh permaisuri dan anak-anaknya, para selir dan para pembantunya. Anggota rombongan raja begitu banyak.

Mengenai perdagangan cendana zaman dahulu Oemerling dalam bukunya The Timor Problem menuliskan bahwa penyelidikan sumber-sumber Cina yang kuat menyatakan bahwa Timor sudah menghasilkan kayu cendana untuk pasaran Asia ratusan tahun sebelum Vasco da Gama berlayar mengelilingi Tanjung Pengharapan Baik. Inspektur Cina Chau Yu Kua pada tahun 1225 telah menulis bahwa Timor kaya dengan kayu cendana dan telah melakukan hubungan perdagangan dengan Jawa.

Schrieke (1925) menegaskan bahwa paling lambat tahun 1400, atau mungkin sudah sejak sebelumnya, Timor telah dikunjungi oleh para pedagang dari pelabuhan-pelabuhan Jawa secara teratur. Para pedagang Islam dari India sejak tahun 1400 telah berdiam di kota pelabuhan jawa bagian Timur sehingga mereka juga telah mengadakan kontak perdagangan cendana dengan Timor. Minyak cendana sudah termasyur di Asia Timur sejak dahulu kala karena kasiatnya.

Greshoof (1894-1909) menuliskan bahwa para tabib Arab sudah mengenal minyak cendana sejak tahun 1000 Masehi. Cendana dikenal sebagai barang mewah di Eropa khususnya perusaha farmasinya. India sejak perang dunia pertama memasarkan minyak cendana ke Eropa dan lebih mengambil keuntungan besar dari Timor karena Timor saja yang menghasilkan kayu cendana - (Risseuw 1950). Selain pelabuhan Fatumean / Batumean (Tun Am - Amanatun), juga ada pelabuhan dagang yang ramai dikunjungi seperti Kamanasa, Mena, Sorbian, Samoro, Ade (TimorEnde et Solor par Godinho en 1611)

Dari masa ke masa Ke-usif-an Amanatun (Oo-naam) terus berkembang seturut perkembangan zaman. Makasar  (Kerajaan Gowa Tallo) pernah menyerang Amanatun pada tahun 1641, saat itu istana (sonaf) terletak di Sunu (yang disebut dalam Bahasa lokal/adat, sonaf plikuna’; sonaf nii fanu’). Usif Banu’naek berhasil memundur mundur pasukan Gowa-Tallo di Sunu dan menggiring mereka tiba di perbatasan dengan Belu. Pasukan Usif Banu’naek dibantu oleh Topasses (Portugis hitam ~ Kaes Metan). Sesudah kekalahan pasukan marinir Gowa-Tallo, misionaris Portugis Padre Antonio de S. Jacinto dan Frei Pedro de Sao Joao mulai masuk ke Timor dan sekitarnya. Pada sisi ini kita dapat berasumsi bahwa agama Katolik masuk ke Timor sekitar tahun 1642.

Ketika Amanatun – Oo-naam bersentuhan dengan Portugis lebih mengarah pada perdagangan cendana dan lilin, misi the gospel. Keluarga Hornay dan da Costa menguasai dua jenis komoditi ini. Kapal-kapal dagang membawa barang-barang untuk dibarter dengan cendana dan lilin. Kerakusan kedua keluarga ini menyebabkan pusat perdagangan Portugis di Macao merugi.

Peranan keluarga Hornay dan da Costa dalam perdagangan ini yakni sebagai “benteng” yang menahan pergerakan VOC untuk masuk sampai pedalaman Timor. Lobi politik Amanatun ~ Oo-naam untuk mendapatkan hubungan dagang dengan  VOC dicoba pada tahun 1669, namun VOC menolak bertemu dengan Usif Banu’naek di Fatumean, dengan alasan keamanan.

Di sisi lain yang tak kalah menariknya yakni perdagangan budak. Nama Atapupu dan Atambua sendiri merupakan tempat-tempat dimana ata ~ ate (hamba, budak) diperjualbelikan. Perdagangan ata ~ ate terjadi pada tahun 1618. Tidak jelas kapan perdagangan ata ~ ate berakhir, namun catatan lain dari sumber yang sama menyebutkan bahwa sampai dengan abad ke XVIII (18, sekitar tahun 1761, ada kebiasaan orang-orang Belanda bila akan ke Batavia, mereka akan menangkap manusia di pedalaman Timor dan membawa sebagai hadiah pada atasan mereka di sana.

Seluruh perkembangan berpemerintahan (adat) dan bermasyarakat di Amanatun ~ Oo-naam, tidak mudah untuk segera masuk dalam sepenggal catatan artikel ini. Suatu kepastian bahwa, pada akhirnya wilayah ini bermetamorfosis menjadi Swapraja (pemerintahan sendiri) tetapi tetap berada di bawah kekuasaan Belanda hingga memasuki abad ke XX.

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dan Swapraja di berbagai tempat difusi, Amanatun (Oo-naam), Amanuban (Ba-naam), dan Molo (Oe-naam) bergabung ke dalam Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan ibukotanya So’e.

Ibukota Swapraja Amanatun yang semula di Nunkolo dipindahkan ke Oinlasi atas alasan geopolitik[8]. Usif Lodoweyk Lourens Don Louis Banunaek (Raja Laka Banunaek) yang mana raja ini adalah raja terakhir kerajaan Amanatun, saat itu, 1951, Oinlasi dipilih dan ditetapkan menjadi ibukota dan pusat pemerintahan swapraja Amanatun dengan pertimbangan aksesibilitas dengan kota SoE. Kota Oinlasi 46 km letaknya dari Kota So’e dan hingga kini menjadi ibu kota kecamatan Amanatun Selatan. Sementara itu, Nunkolo sendiri telah menjadi satu kecamatan baru, pemekaran dari Amanatun Selatan. Kecamatan Nunkolo berpusat di Nunkolo.

Di Nunkolo sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Nunkolo, di sana terdapat puing-puing sonaf (istana) Ke-usif-an Amanatun  ~ Oo-naam. Puing-puing ini oleh para Fetor: Fetor Noebana (Santean), Fetor Noebone (Sahan), Fetor Noemanumuti (Put'ain) dan Fetor Noebokong (Anas) pernah ada upaya untuk merenovasinya, namun gagal.

Sonaf yang kini tinggal puing-puing itu pada masa jayanya disebut Sonaf Puup Kolo-Hae Malunat, istana dengan bubungan (kepala) berbentuk burung dan  kakinya berukiran.



Puing Sonaf Puup Kolo-Hae Malunat 
(Foto: dokpri: RoniBani)

Para usif yang pernah berkuasa, seorang di antaranya diasingkan ke Ende. Raja Muti Banunaek II memerintah 1900 - 1915Raja Muti Banunaek II diasingkan ke EndeFlores pada 1915 oleh pemerintah kolonial Belanda karena Raja Muti Banunaek II tidak mau takluk kepada BelandaRaja Muti Banunaek II mangkat di Ende Flores ± September/Oktober [[1918) . Makamnya tidak diketahui[9].Raja Muti Banunaek II sejak diasingkan oleh Belanda hingga wafatnya tidak kembali lagi ke tanah Timor ( Amanatun).

Penutup

Suatu catatan panjang tentang sejarah pemerintahan adat, masyarakat adat Amanatun ~ Oo-naam masih dapat dicatat hingga mencapai satuan buku. Makin menarik bila menelusur baik dengan cara gugling terlebih bila menemukan literatur-literatur tua atau yang terbaru hasil riset mahasiswa di semua jenjang (Sarjana, Pascasarjana dan Doktoral).

Masyarakat dan wilayah Amanatun pada masa ini telah mengalami perkembangan yang cukup baik, seiring perencanaan rencana tata ruang dan wilayah oleh Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Wilayah ini kini terbagi atas beberapa wilayah kecamatan yang sebelumnya hanya 2 kecamatan yakni: Amanatun Utara dan Amanatun Selatan.

Nunkolo sendiri di masa depan berharap agar Sonaf Puup Kolo Hae Malunat dapat dibangun kembali (renovasi) sebagai suatu simbol pemersatu seluruh masyarakat adat Amanatun, selain sebagai destinasi wisata pada masanya.

 

Terima kasih.

 

Umi Nii Baki-Koro’oto-Nekmese, 29 Agustus 2022



[1] Saya menggunakan terminology ke-usif-an untuk menggambarkan bahwa wilayah ini dipimpin oleh Usif. Sama dengan terminology ke-raja-an, dimana wilayah itu dipimpin oleh Raja.

[3] Saya akan menulis menurut tata tulis Uab Meto’ Amanatun ~ Oo-naam; ini hasil dari lokakarya di Nunkolo, ibukota Ke-usif-an Amanatun sebelum dipindahkan ke Oinlasi pada masa pembentukan NKRI

[4] Cara menulis So’e dalam kurung sebagai hasil dari lokakarya Uab Meto’

[7] Di dalam laman tersebut tidak disebutkan nama penulis, namun artikelnya sangat menarik karena banyaknya rujukan dari literatur tua

[8] Wawancara dengan Boas Banu’naek (26 Agustus 2022) di Nunkolo. Keterangan berbeda dari catatan tertulis, saat itu Usif Kolo Banu’naek merasa “curiga” bila Amanuban ~ Ba-naam akan memperluas wilayahnya dan mencaplok Oinlasi, maka sonaf dipindahkan. Sejak itu, sonaf Oo-naam menjadi kurang terawat.

[9] Menurut Boas Banunaek (26-08-2022) sebongkah batu dari Ende dibawa ke Nunkolo-Amanatun sebagai tanda bahwa Usif Muti Banunaek telah dikuburkan di Nunkolo.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya