Eek Mepu-Ranan atau Eek Meup Ranan?

Eek Mepu-Ranan atau Eek Meup Ranan?


Moment pasangan nikah adat dalam satu acara pengesahan perkawinan menurut hukum adat masyarakat adat Pah Amarasi. Foto: Roni Bani


Judul tulisan ini dalam Bahasa Amarasi (Kotos-Roi'is). Bila diterjemahkan secara harfiah, artinya, tutup kerja (dan) jalan, atau tutup kerja jalan?

Frasa pada judul ini selalu ada dalam urusan perkawinan menurut hukum adat perkawinan yang berlaku di dalam masyarakat adat Pah Amarasi. Banyak ayat (aaz: era', skini') yang tidak tertulis dapat ditambah-tambahkan atau dikurang-kurangkan sesuai kebutuhan dan atau mungkin keinginan dan selera. Selama penambahan atau pengurangan itu logis diterima semua yang hadir pada saat pelaksanaan.

Eek mepu-ranan satu frasa yang menarik. Setiap pasangan nikah adat yang akan keluar antar wilayah dusun dan atau  wilayah desa pada akhirnya akan tutup kerja (dan) jalan. Maknanya, gadis yang selama ini berada dalam wilayah dusun dan atau desa, akan pergi meninggalkan wilayah tersebut. Wilayah itu berada dalam kekuasaan pemerintah Kepala Dusun dan atau Kepala Desa. Jadi, seorang Kepala Dusun dan atau Kepala Desa selama itu menjadi "tuan" atas gadis dimaksud. Ketika ia telah dipilih oleh seorang perjaka dan keduanya memutuskan menjadi pasangan suami-isteri, saat itu Kepala Dusun dan atau Kepala Desa tidak lagi memberi perintah untuk mengerjakan tugas-tugas tertentu di dalam wilayah kekuasaannya.

Oleh karena itu, kepada orang tua pihak laki-laki (perjaka) yang melamar dan melaksanakan upacara perkawinan menurut hukum adat, wajib untuk melakukan apa yang disebut eek mepu-ranan. Wujud pelaksanaannya yakni dengan menempatkan satu kotak tempat sirih-pinang dengan amplop berisi sejumlah uang. Banyaknya uang yang diisikan di dalam amplop ditentukan oleh Kepala Dusun dan atau Kepala Desa.  Belum dapat dipastikan apakah nilai rupiah itu sudah diperdeskan atau masih berupa konsep yang setiap saat dapat berubah.

Mari kita mencoba menelusur makna eek mepu-ranan.

Jika secara harfiah menerjemahkan maka akan menjadi eek ~ tutup atau ekat ~ halangi. Kata eek berasal dari kata dasar eek yang bisa berarti tutup (misalnya tutup pintu ~ eek eno'); kata dasar kedua yakni ekat artinya menghalangi atau merintangi. Mepu ~ artinya kerja, dan ranan artinya jalan. Tanda garis datar kiranya memberi makna bahwa dua kata itu sesungguhnya berbeda makna, namun selalu dilafalkan sebagai satu keterpaduan: eek mepu-ranan. Jadi, bila dimaknai secara lurus, eek mepu-ranan artinya menutup kerja, dan menutup jalan.

Bila seorang gadis yang telah menikah secara hukum adat perkawinan akan dibawa keluar dari wilayah kekuasaan Kepala Dusun dan atau Kepala Desa, maka dua pejabat ini secara langsung maupun tidak langsung "menutup, menghalangi kerja/tugas" dan "menutup, menghalangi jalan".

Apakah kita boleh bertanya, bahwa pasangan suami-isteri baru ini tidak diperkenankan lagi untuk bekerja di dalam wilayah kekuasaan Kepala Dusun dan atau Kepala Desa? Jawabannya, ya. Secara administrasi pasangan suami-isteri ini telah dimutasi sehingga keduanya tidak lagi berada di bawah kekuasaan para pejabat desa. Oleh karena itu, para pejabat di desa tidak diperkenankan untuk "mempekerjakan" pasangan suami isteri ini di daerah kekuasaannya.

Bila memahami eek ranan sebagai menutup, menghalangi jalan, maka kita boleh bertanya, apakah pasangan suami isteri ini yang keluar dari wilayah kekuasaan para pejabat desa ini sudah tertutup kemungkinan untuk kembali ke wilayah dusun dan atau desa karena jalan telah ditutup, dihalangi? Jika dimaknai demikian, maka boleh dalam perwujudan pelaksanaannya itu pasangan suami-isteri ini dilarang untuk kembali. Mereka tidak lagi boleh kembali ke wilayah desa ini. Mungkinkah yang demikian hal yang dimaksudkan oleh para pejabat di desa ketika mewujudkan pelaksaan "ayat" eek mepu-ranan?

Bagaimana kalau yang dimaksudkan yaitu eek meup ranan. Frasa meup ranan yang dimaksudkan di sini sifatnya historis. Pada zaman pemerintahan swapraja Amarasi, pemimpin swapraja (Usif, Uispah) selalu mempunyai program tetap tahunan yaitu meup ranan (Amarasi Roi'is: meup raan na'e). Program ini selalu diwujudkan selama sebulan pada bulan Juli setiap tahunnya. Oleh karena itu akses jalan di Pah Amarasi telah ada sampai ke desa-desa dan kampung yang paling sudut.

Desa-desa dan kuan di Pah Amarasi yang paling sudut dan sulit dijangkau pada masa lampau seperti Oemoro', Oeko'u, Tarba di Sahraen, Noekaesmuti', Rinin, Hau So'it di Erbaun, Noehaen, Pakupetas di Pakubaun dan lain-lain. Semua desa/kuan yang sulit dijangkau karena akses jalan belum ada, akhirnya terhubung, terbuka isolasinya. Hal ini terjadi karena adanya meup ranan, kerja jalan yang disebut juga meup ko'u, kerja besar. 

Kerja jalan atau kerja besar berlangsung selama sebulan penuh. Kisah-kisah di balik kerja jalan, kerja besar itu dikenang dalam legenda Ikan Foti, bahwa di tempat itu pada malam hari para pekerja boleh berdansa dengan gadis-gadis. Pada pagi harinya semua pemuda dan kaum laki-laki yang sudah berkeluarga namun dicacah untuk ikut dalam meup ranan, meup ko'u wajib bekerja di jalan. Membuka jalan baru ke desa/kuan. Malam harinya boleh berpesta, dansa dan menenggak minuman beralkohol bersama para 'nakaf/tamukung, kepala desa dan pejabat-pejabat di bawahnya dan terutama dengan para bangsawan, usif, uispah.

Jadi frasa eek meup ranan dapat dimaknai sebagai menutup, menghalangi pasangan suami isteri baru ini, khususnya suaminya untuk tidak turut serta dalam meup ranan, meup ko'u bila hal itu terjadi. Dia hanya boleh ikut dalam meup ranan, meup ko'u dari desa di mana mereka akan menetap, sementara dari desa di mana isterinya berasal, tidak akan dicacah untuk maksud ini.

Jika makna kedua yang dimaksudkan, maka frasa eek mepu-ranan mestinya menjadi eek meup ranan. 

Bila makna pertama yang dipakai, persepsinya variatif. 

Saran, sebaiknya para pemangku adat di desa perlu mempertimbangan kembali untuk istilah-istilah yang digunakan dalam era' ma skini' urusan hukum adat perkawinan, tidak menimbulkan multi tafsir. Salah satunya, eek mepu-ranan, sebaiknya menjadi eek meup ranan.


Terima kasih.


Aam Soo'i-Umi Nii Baki Tuan, Heronimus Bani 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya