Rohku, Apa Kerjamu di Sana?


Rohku, apa kerjamu di sana?


Malam ini,
Aku menerawangkan rohku ke negeri terawang.
Di sana aku menerawang bocoran kabar sorgawi.
Aku menanti di pintu asa kiranya kabar sukacita bagai di padang Efrata.
Aku berharap rohku akan masuk mendapatkan malak pembawa kabar itu.
Lalu kami bersama dalam dendang dan tari di altar kemahakuasaan Sang Khalik.

Tiba-tiba...
Rohku meninggalkan ragaku.
Ia terbang tanpa sayap ke tempat yang tak pernah kuduga.
Ia menyelinapkah di sorga kekekalan itu?
Ragaku dingin membeku dan kaku.
Tiada kata nan berakta di sekujur kegentaran insan.
Sementara rohku telah sirna dalam alam tiada terkira.

Aku bertanya dalam kecemasan berbaur pancaran kengerian.
Roku, apa kerjamu disana?
Ia tak memberi jawab apapun padaku.
Rupanya signal tak sempat dia bawa ketika pergi.
Atau mungkin ia lupa mengisi paket data pada communication equipmentnya.
Atau dia justru sedang berpura-pura tidak peduli pada raganya yang dingin membeku di bumi fana.
Bumi terkutuk sembari berberkat bila berkeringat dan berdarah menggali potensinya.
Aku terbaring di atasnya, menikmati uap dari dalamnya.

Aku bertanya dalam kebimbangan tanpa rona memelas.
Rohku, apa kerjamu disana?

Diam...
Bisu...
Hening...

Tiada sesuatu apapun ia kirimkan sekedar gejala awal.
Tiada penanda alam seperti angin sepoi bertiup di permukaan bumi menuju pantai.
Tiada nada-nada indah laksana angin memainkan dedaunan di pepohonan.
Tiada deru bergolak layaknya kecemasan dalam perut bumi yang hendak dimuntahkan.
Tiada gemuruh bagai gelombang tsunami menggemuruh bergelombang hendak menggulung bukit tertinggi.

Lalu dalam senyapnya malam ini.
Aku berbaring meneduhkan raga beku ini.
Aku memanggil rohku kembali pada ke dalam raga agar dapat kuolahragakan.
Agar besok aku dapat berpikir jernih sejernih beningnya tetesan embun sorgawi.
Itulah kabar sukacita yang dikirimkan sang Khalik padaku.
Sementara rohku kembali dengan senyum ramah dan masuk rumahnya.
Rumah fana berdarah.
Rumah berangka tulang berikatkan sel bertembok daging.
Di bubungannya ada setumpuk lemak lemah nan lembek penuh sel olah pikir.
Di sana rohku hendak bertahta,
Tapi sang Khalik memerintahkannya untuk mutasi lokasi.
Ia mesti bertahta di benak dan hati yang tenang sebagai pengontrol kehidupanku.



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya