Kisah Inspiratif dari Lelogama

Kisah Inspiratif dari Lelogama

(saya kutip kembali dari blog saya di FB)

Pembangunan Observatorium sebagai Program nasional yang ditempatkan di wilayah Amfo’an telah dan akan berdampak luas pada masyarakat Amfo’an khususnya pada di sekitar bukit(gunung) Timau. Dikisahkan oleh Pdt. (emr) L. Jumetan bahwa terjadi “pertentangan” antarkelompok masyarakat di sana. Akibat yang ditimbulkan dari “pertentangan” itu nyata pada sikap dan tindakan masyarakat terhadap lingkungan alam dan nuansa berkeyakinan.

1. Sikap dan tindakan masyarakat terhadap lingkungan alam sekitar Timau
Menurut narasumber, komunitas masyarakat mengklaim area tertentu sebagai milik mereka. Mereka akan mengizinkan bila ada pemberian ganti rugi atas hak ulayat atau hak kepemilikan tanah/area dimana akan ditempatkan bangunan observatorim itu. Masalah ini menyebabkan mereka tidak segera menyerahkan tanah, tetapi justru hendak menutup akses pembangunan.
2. Sikap dan tindakan masyarakat terhadap nuansa berkeyakinan
Komunitas pemilik tanah (klan tertentu), melakukan ritual-ritual keagamaan menurut budaya local. Mereka menyembelih ternak besar (sapi). Arwah/roh para leluhur “dibangunkan” dari tidur panjang mereka. Cara membangunkannya, darah dari sapi yang disembelih disiramkan di tempat-tempat ritual. Tanduk ditempelkan pada pohon-pohon di sana. Area di sekitar lokasi pembangunan observatorium menjadi arena dimana para roh duduk berjaga-jaga. Para roh seakan mendapat tugas mengamankan lokasi agar tidak dirusak. Pada sisi lain, ada pula yang menghendaki program pembangunan itu berjalan terus, sehingga ritual yang dilakukan dimaksukan untuk meminta para roh menyertai, menolong management perusahaan dan peralatan (alat) yang digunakan dapat bekerja maksimal sehingga pada waktunya program ini berhasil.

Pertentangan dua kubu ini berlanjut. Dampaknya dirasakan oleh management perusahaan yang mengerjakan program/proyek ini. Sesungguhnya secara logika orang dapat memberikan penjelasan bahwa alat berat yang rusak itu terjadi karena berbagai factor seperti, tanah berbatu keras, salah pengoperasian, dan lainnya. Atau, kabel yang dimakan putus oleh tikus-tikus dapat dijelaskan secara logis bahwa, lubang-lubang tikus, tempat dimana mereka bercengkerama telah rusak oleh alat berat yang dipakai untuk menata secara baru lokasi itu, sehingga tikus-tikus sedang mencari lokasi baru, lalu ditemukanlah di dalam ruang berkabel yaitu alat-alat berat. Di sana para tikus berpesta dengan memutus kabel-kabel yang berdampak pada kerusakan peralatan-peralatan bermesin itu.

Namun, hal-hal begitu diabaikan oleh orang sekeliling program/proyek itu. Perhatian jatuh kepada masalah kedua yang sudah disebutkan di atas yang berhubungan dengan keyakinan. Mereka percaya bahwa roh para leluhur yang “dibangunkan” oleh dua pihak sedang melakukan tugas yang diberikan oleh komunitas orang-orang hidup. Roh-roh leluhur pun saling berseberangan antara mendukung program pemerintah dan menghalangi agar program ini menjadi hancur sehingga batal.

Dicarikanlah solusi. Solusi yang dibuat adalah, semua orang dari penganut agama manapun harus bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakan mereka itu adalah Bersatu hati dalam satu hal, berdoa kepada Tuhan agar masalah “sengketa/perselisihan” antara para komunitas yang hidup dan roh para leluhur dapat berdamai.

Persoalan muncul, bagaimana mendamaikan roh para leluhur?

Haha …
Datanglah Pdt (emr) L. Jumetan setelah ia diminta untuk membantu menyelesaikan masalah ini. Ia membawa kabar dan cara berbeda dari yang diharapkan oleh para komunitas, dan entah apa harapan dari roh para leluhur yang sedang “duduk” di sekitar tempat pertemuan untuk mengatasi masalah ini.

“Saudara-saudara, dalam keyakinan beragama yang berbeda, marilah kita Bersatu hati untuk menemukan solusi atas masalah ini. Dalam keyakinan saya sebagai penganut Kristen, saya percaya sungguh bahwa, Yesus yang saya Imani, telah mati dengan cara disalib. Darah-Nya telah menetes sampai ke bumi. Darah itu telah menghapus dosa-dosa kita. Darah itu ketika menetes, tetesan itu mengena pada kita yang hidup, dan ketika tetesan-Nya jatuh ke bumi, dihisap oleh roh para leluhur pula. Ingatlah pula, bahwa bumi ini dijadikan oleh Tuhan Allah Pencipta langit dan bumi. Roh para leluhur tidak menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Kita dan mereka hanyalah penikmat yang mengambil manfaat dari bumi ciptaan Tuhan. Sekarang, mari kita satukan hati untuk berdo’a, bahwa Tuhan yang sama yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya itulah yang menciptakan daerah ini. Bukan roh para leluhur, mereka telah menikmati isi dari daerah ini pada masa dimana mereka hidup sebagai manusia. Jadi, jangan “bangunkan” mereka dengan menyiramkan darah ternak. Tapi, mari kita pakai darah Yesus untuk perdamaian kita. Roh para leluhur biarlah kembali kea lam mereka dalam nama Yesus. Permukaan bumi yang akan dikelola di sini, binatang pengganggu, mari kita mohon Tuhan yang menempatkan mereka pada tempat yang tepat. Lalu, kita mendapat hikmat untuk secara bijaksana memanfaatkan permukaan bumi Timau ini.”

Dengan pidato itu, Pdt. (emr) L. Jumetan memimpin doa untuk segala umat beragama di sana. Sesudah itu ia, meminta para operator mulai mengoperasikan alat-alat berat bermesin. Terjadilah perubahan di sana. Gangguan roh-roh mulai menghilang perlahan dan terus menghilang. Management perusahaan itu berterima kasih kepada Tuhan segala penganut agama.

Lelogama, 5 Juli 2019,
Narasumber: Pdt (emr) L. Jumetan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya