Ikhlas Pada Kematian

Ikhlas pada Kematian
Sore ini kami warga sedesa Nekmese' Amarasi Selatan berduka. Bukan saja warga sedesa ini, kerabat dekat yang menetap di kota Kupang pun berduka. Bahkan merekalah yang mengurus jenazah dari mendiang seorang saudari yang meninggal itu.
Sang mendiang pergi untuk selama-lamanya. Ia meninggalkan seorang suami dan dua orang anak, buah cinta kasih. Kedua anak masih amat belia. Sulung telah menamatkan sekolah menengah atas, sedang bungsu masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Di rumah itu ada seorang anak yang diadopsi. Sayang sekali, ia cacat, tetapi ia tidak membebani keluarga ini.
Kabar-kabar melalui aplikasi WhatsApp kami baca. Di sana emoji berairmata penuh di layar dan dinding para penggunanya baik grup maupun jaringan pribadi. Kabar tentang jenazah yang masih berada di Rumah Sakit. Lalu beralih dari sana ke rumah kerabat terdekat di kota Kupang. Lalu, terakhir kabar tentang akan diberangkatkannya jenazah ke rumah duka, di kampung halaman, di Tuamese desa Nekmese' Amarasi Selatan. Jenazah baru akan diberangkatkan pada hari Kamis besok (30/01) sekitar jam 09.00. Besar kemungkinan akan dikuburkan pada hari Jumat (31/01). Ini sudah kebiasaan umum di Timor, jenazah akan disemayamkan selama dua hari (dua malam) sebelum dikuburkan. Hal ini untuk memberi kesempatan kepada kerabat jauh-dekat untuk menyampaikan bela sungkawa.
Apa yang menjadi penyebab kematian?
Pertanyaan yang tidak harus dijawab.Kematian tentulah akhir dari kehidupan itu sendiri. Bahwa ada yang menjadi penyebabnya, tentu ada. Sakit-penyakit. Itulah salah satu alasan mengapa seseorang pada akhirnya akan terbujur kaku pada jasadnya sendiri lalu dinamai almarhum, almarhumah, atau dalam istilah bahasa daerah kami Uab Meto' Amarasi, ada uismina', amates, dan paling kurang hormat, nitu.
Kematian telah sampai pada saudari kami ini. Ia tidak akan pernah tersenyum dan tertawa. Ia tidak akan pernah lagi mengeluh dan menangis. Ia tidak akan pernah lagi bertegur sapa ketika menyuguhkan oko'mama' pada kami saudara-saudaranya, bahkan suaminya. Ia tidak akan pernah lagi mendatangi keluarganya untuk menyampaikan sesuatu kabar baik dari rumahnya. Ia tidak akan pernah lagi menghadiri acara-acara keluarga dan kerabat, baik dalam suka maupun duka. Ia justru kini sedang dan akan diratapi dalam waktu singkat. Lalu dikenang dalam masa yang panjang oleh anak-anaknya yang masih muda belia, sementara suaminya telah berumur di atas 70 tahun.
Kematian. Kau menjemput siapapun. Kau tidak memilih dan memilah. Waktu saja yang kau tempatkan berbeda antara yang satu dan yang lainnya. Orang kaya kau panggil, ia tidak menolak, yang miskin pun bahkan mau merelakan diri lebih awal tiba di pangkuanmu, kematian. Alam itu sesungguhnya tidak disukai insan manapun, bahkaan kaum ateis sekalipun tak menyukai kematian. Maka ketika kematian itu tiba, ia pun berteriak, "Oh God!" Entah pada God yang mana?
Sementara para pemeluk agama meyakini dalam dukanya bahwa kematian adalah pintu menuju lokasi baru. Di sana ada kehidupan baru bersama Tuhan sang Khalik. Dialah Pemberi kehidupan itu. Dia pula yang memanggil untuk masuk ke dalam istana-Nya. Maka, saya di sini, sekalipun bersedih, saya harus ikhlas pada kematian dan jujur berkata, "Tuhan secara merdeka telah memberikan hidup itu dan secara merdeka mengambilnya kembali. Berserahlah pada-Nya!"

Koro'oto, 29 Januari 2020.
Heronimus Bani

Komentar

  1. Amin.
    Kami pun, sekeluarga turut berdukacita. Atas berpulangnya; hit anah, hit feto', hit tata', hit orei' ai' hit aina' ke haribaan Sang Khalik.
    Semoga keluarga besar yg di tinggalkan mendapat penghiburan dari Sang Pencipta. 😭😭😭👏👏👏

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Lopo dan Maknanya

Koroh natiik Maria