Makan Muntar

Makan Muntar



Permainan yang satu ini pasti ada di seluruh wilayah NKRI ini. Namanya pun mungkin beragam. Cara memainkannya pun pasti ada variannya. Permainan ini namanya, bermain kelereng atau gundu. Saya tidak dapat memastikan asal-muasal permainan ini, tetapi pada masa kecil, permainan ini sangat menarik, bahkan seringkali harus mendapatkan hukuman dari guru di sekolah jika ketahuan bermain kelereng.

Apakah bermain kelereng itu tidak ada manfaatnya?

Saya menyadari bahwa pada masa lalu bila guru menghukum murid oleh karena bermain kelereng, ada alasannya. Sering sekali para siswa akan bermain kelereng sampai berjam-jam di luar jam belajar. Artinya, sepulangnya dari sekolah, anak-anak akan bermain kelereng sampai lupa waktu untuk membantu orang tua di rumah dalam hal tugas-tugas rumahan. Bahkan, ketika sudah keasyikan bermain kelereng mereka lupa untuk mengisi kantong tengah atau tidak mendapatkan makanan pada hari siang. Lalu, ketika malam tiba, mereka tidak sempat belajar sesudah makan malam, merekapun akan menuju pembaringan. Itulah kira-kira alasan yang kemudian hari saya peroleh ketika saya sudah ada keberanian bertanya pada guru yang sudah pensiun. Guru yang pernah menghukum kami yang "nakal" di sekolah dasar.

Lalu, apakah dengan menghukum murid/anak permainan ini berhenti?

Permainan ini tidak akan pernah berhenti sampai kapanpun dan dimanapun. Ketika kami tidak mempunyai uang pada tahun 1975-1980-an kami membawa biji gewang sebagai kelereng. Hanya seorang dua orang saja yang mampu membeli kelereng pada masa itu. 

Bermain kelereng sebetulnya ada nilai positif di dalamnya. Apa saja itu?
  1. Ketangkasan. Jemari anak-anak yang bermain kelereng dilatih untuk tangkas memainkan butir-butir kelereng. Kekuatan dan kecepatan melepas kelereng dari tangan diikuti kecermatan dan kejelian mata. Itulah ketangkasan.
  2. Kecermatan kalkulasi. Melakukan kalkulasi pada sebutir kelereng yang akan dilepas untuk mengenai kelereng "musuh" dan berpindah lebih dekat dengan kelereng musuh yang lain, merupakan taktik jitu yang menyebabkan seseorang dapat bermain lebih lama dari sesama pemain kelereng dalam satu tim permainan.
  3. Belajar berhitung. Ketika anak bermain kelereng, sesungguhnya ada dua bahkan tiga hal dalam berhitung. Bila mereka menggunakan pendekatan muntar nol, maka setiap kelereng yang bermuatan muntar, pemiliknya akan menghitung kembali dari awal bila butir kelerengnya terkena tembakan. Bila menggunakan muntar perkalian, maka setiap butir kelereng yang bermuatan muntar, akan memberi nilai/angka yang bertambah seturut perkalian yang sudah ada dalam kesepakatan bersama. Biasanya perkalian dua.
  4. Berlajar tertib. Permainan kelereng tidak serta-merta langsung dimulai. Di sana ada "aturan" yang perlu disepakati sebelum memulainya. Misalnya, menggunakan batas kiri, kanan, dan depan/batas akhir. Layaknya lapangan, ada garisnya yang disebut tor. Tor dibuatkan agar kelereng yang dilepas masuk ke dalam area tetap hidup. Bila keluar dari tor dianggap mati, dan harus diulang sampai hidup. Ketertiban lainnya adalah, urutan melepas kelereng ke dalam area permainan. Ada istilah yang saya sendiri belum pernah mengetahui dari mana datangnya ketiga istilah ini, dahulu, enas dan laat. Pemain melepas kelerengnya melalui satu batu yang disebut kariang. Pemain pertama dahulu, pemain kedua, enas, dan pemain ketiga, laat. Bila ada lebih dari tiga orang, maka orang kedua dan ketiga enas dan enas laat. Lalu orang keempat, masuk dengan nama laat.
Sekarang saya mau coba urai tentang makan muntar. Ada dua jenis muntar yang sering disepakati. 1) Muntar nol, dan 2) Muntar perkalian
  1. Muntar nol paling mudah dipahami. Seorang pemain menembakkan kelerengnya mengena pada butir kelereng pemain lain. Kelerengnya akan terus hidup sampai tembakannya salah, lalu kelereng itu bermuatan muntar nol. Artinya, bila seseorang pemain lain yang menembak kelereng itu dan mengena, maka nilai/angka yang dimilikinya akan kembali menjadi nol, semuanya terhapuskan. Ini bentuk hukuman.
  2. Muntar perkalian. Muntar yang satu ini paling menarik. Muntar yang satu ini selalu dipakai oleh pemain kelereng orang dewasa untuk berjudi. Mereka akan membayar dengan sejumlah uang bila sedang bermain kelereng. Sementara pada anak-anak, mereka berhitung secara akumulatif, pertambahan terus sampai pada titik kesepakatan nilai/angka tertinggi, di sana permainan berakhir. Misalnya, seorang menembak satu kali, kandungan nilai di kelereng yang menembak menjadi bertambah perkalian dua. Mengena dua kali dan seterusnya misalnya mengena 2 kelereng, maka nilai yang dikandung di sana sebanyak 4. Maka bila seorang pemain menembak kelereng dengan muatan muntar perkalian dan mengena, maka nilai/angka yang diperolehnya langsung melejit. Ini bentuk apresiasi dan reward pada pemain.
Di dunia ekonomi, sering sekali di Kupang orang menggunakan istilah makan muntar. Artinya bila ada keuntungan yang didapatkan besar dengan cara yang paling mudah dan murah, itulah keuntungannya. Hal yang demikian selalu diharapkan para papalele dan mamalele di pasar. Tidak selalu mendapatkannya, walau ada harap-harap yang demikian.


ha ha...

Selamat pagi Timor
Koro'oto, 29 Januari 2020

Komentar

  1. Jadi ingat kembali masa kecil. 😃😃😃
    Saya paling hobbi permainan ini walau sering kali.
    😃😃😃
    Tapi klo ma poer buk, saya jago nya. 😃😃😄

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya