Seperti Bambu dan Tebing
Seperti Bambu dan Tebing
Pada kesempatan mengikuti kebaktian persiapan peneguhan dan pemberkatan satu pasangan nikah masehi, kami beberapa orang tua boleh berbicara sebagai nasihat kepada pasangan nikah. Pemimpin kebaktian telah bersuara untuk maksud yang sama. Dua orang tua telah berbicara, bahkan seorang di antara keduanya itu berbicara lumayan lama, sehingga rasanya tidak perlu lagi seorang pun menambahkan nasihat. Walau begitu, seseorang yang duduk di samping saya tetap mendorong saya untuk dapat berbicara.
Saya pun angkat bicara. "Pasangan nikah masehi yang berbahagia. Anda berdua akan segera masuk dalam upacara menurut agama yang anda anut. Nasihat dan peringatan Firman Tuhan telah disampaikan oleh hamba Tuhan yang melayani pada saat ini. Kami para orang tua hanya menambah. Saya tidak berbicara panjang lebar. Pendek saja."
Saya menyambung, "Anda berdua, dan semua yang hadir di sini tentu ingat kata pepatah, bagai aur dan tebing. Aur itu bambu dan tebing tentulah kita mengetahuinya. Antara Bambu dan Tebing, dua hal yang saling mempertahankan. Bambu mencengkeram kuat tebing agar tidak longsor, dan pada saat yang sama tebing memberikan nutrisi bergizi pada bambu untuk terus tumbuh."
"Bila bambu adalah manusianya, dan tebing/tanah adalah rumah tangga. Maka, jadilah orang, pasangan suami-isteri yang seperti bambu, yang mencengkeram kuat-kuat rumah tangga itu. Berusahalah agar kamu berdua tidak terpotong oleh suatu situasi yang terjadi di luar rumah tanggamu. Bila kamu terpotong, akarmu yang mencengkeram rumah tanggamu akan lemah, busuk dan akhirnya rumah tanggamu hancur (longsor)."
"Bila kamu terus memelihara hubungan yang intim sebagai suami-isteri yaitu dengan cinta yang makin ditanam dalam rumah tangga (bagai akar bambu), maka pastikan rumah tanggamu pun akan makin menggairahkan orang lain oleh karena nampak pada sikap, tindakan, dan tutur kalian."
Nah, itulah nasihat saya pada pasangan nikah masehi itu.
Shalom.
Koro'oto, 23 Januari 2020
Komentar
Posting Komentar