Percakpan Dua Bayangan


Percakapan Dua Bayangan

Pengantar

Suatu sore satu sosok bayangan menulis dengan mengutip ayat alkitab. Ayat alkitab itu ditempatkan pada dinding apa yang disebutkan orang dengan nama media sosial, feisbuk, (katanya tulis yang benar facebook, ini Bahasa Inggris). Sebagai salah satu yang suka nongkrong iko-iko di feisbuk, saya mendapati tulisan itu dan membacanya. Lalu tergeraklah untuk memberi tanggapan, yang dalam kolom itu disebut komentar, yang kalau keliru tendes/klik pakai Bahasa Inggris, comment.

Nah, jadilah percakapan dari dua bayangan yang tidak saling mengenal. Saya kutipkan berikut ini.

Isi Percakapan Dua Bayangan

Isi dari ayat alkitab saya tidak kutipkan di sini. Saya kutipkan apa yang kami tulis yang kira-kira bila saling berhadapan, duduk bersama, pasti disebut diskusi, entah menarik atau apa pun istilahnya.

Pembaca mulailah dari Bayangan A, berhubung dialah yang memberikan komentar terlebih dahulu.  Lalu, pada akhirnya ditutup juga oleh Bayangan A.

Bayangan A

Bayangan B



Kalau tuan pandita suka kutip ayat Alkitab boleh beta kasi saran ko?
Kutip dari PB Bahasa daerah, misalnya PB Bahasa Melayu Kupang, PB Bahasa Amarasi, PB Bahasa Dhao, Rote-Tii, Tetun, Helong. Itu su terbit. Maaf itu kalau suka.

Dahulu saya pake yang Bahasa Kupang. Ini saran yang bagus dan bijaksana saya kira. Saya coba cari versinya dulu.




Makasi. Kalau bisa silahkan supaya ada dua maksut bisa jalan. Pertama, Firman Tuhan sampai di hati dalam Bahasa hati yaitu Bahasa ibu. Kedua, pelestarian Bahasa daerah. Implisit orang belajar baca tulisan berbahasa daerah tagal Bahasa daerah yang ditulis itu sebagai Bahasa. Kenapa? Karena Bahasa daerah yang ditulis sonde sama deng Bahasa Indonesia.

Akh… ini su Panjang.Maaf tuan pandita


Ah… bapa bijaksana sekali. Terlalu dalam apa yang disampaikan. Bahasa itu penting karena dengan Bahasa manusia bisa berkomunikasi. Dan itu diajarkan oleh Allah sendiri sejak dahulu kala dalam setiap peradaban manusia.

Kita yang di kampung kalau mau komunikasi lebih enak dengan sesama, seharusnya menggunakan Bahasa ibu ee bapa? Itu layak untuk diberi perhatian.



Beta mesti tunduk takzim pada apa yang tuan pandita bilang. Peradaban selalu akan terus mengalir dan mengalami pergeseran nilai. Bahasa manusia pun mengalami degradasi pada sisi-sisi tertentu bahkan dapat saja punah. Kaum Kristen sadar bahwa Bahasa pemberian dan anugerah gratis dari Tuhan. Jangan disia-siakan. Maka penerjemahan alkitab ke dalam berbagai Bahasa adalah pendekatan pelestarian sekaligus rasa syukur pada Pemberi Bahasa itu sendiri.

Cukup di sini dulu. “Anak-anak kost di belakang rumah su pange minta makan tuan pandita.” (maksudnya mau kasi makan babi di kandang)

Tateut Pah Meto’ tapi sebelum kita bincang lebih jauh saya mohon dengan rendah hati supaya bapa jangan panggil saya “tuan” dulu. Sapaan itu terkesan memberi jarak yang jauh antara yang disapa dengan si penyapa. Panggil saja “anak pendeta” supaya terkesan lebih akrab bapa.
Benar apa yang bapa bilang bahwa Bahasa mengalamai degradasi pada sisi-sisi tertentu. Untuk itu memang adalah lebih baik dan benar lagi kalau kita mau melestarikan Bahasa-bahasa ibu sebagai ungkapan rasa syukur yang nyata atas karya Tuhan dalam peradaban kita saat ini.

Apakah nanti ada pergantian zaman yang melahirkan peradaban baru dengan degradasi Bahasa baru pula, kita tidak tahu. Yang jelas bahwa kita punya tanggung jawab pelestarian hal yang dimaksud di atas.

Siapa tahu pendekatan kita bisa dijadikan sumber pembelajaran bagi generasi mendatang.

Terima kasih sudah mau share tentang hal berharga ini bapa.



Satu dua artikel lama nanti beta kirim. Baiknya kalau kasi beta nomor WA ko?



Sampai di sini Bayangan B mengirimkan nomor via kurir (messenger). Melalui nomor WhatsApp saya mengirimkan artikel-artikel yang pernah saya tulis yang kiranya memberi nuansa bacaan tentang Bahasa daerah, di antaranya tentang pelestariannya.

Sampai pada titik dimana saya tidak punya paket data. Habislah komunikasi kami. Bayangan kami lenyap sementara sambil menunggu kapan saya punya paket data. Apakah nanti besok atau lusa bila ada paket data diskusi akan dilanjutkan?

Ha ha 

Penutup

Begitulah kalau sudah suka ada dalam diskusi via udara. Jadi, di udara yang bermuatan gelombang elektromagnetik ini pun akhirnya bernilai nominal uang. Padahal, tidak kelihatan. Tuhan Maka Kuasa. Menciptakan sesuatu yang tidak kelihatan, dirasakan, dimanfaatkan dan bernilai uang. Lalu, jika sudah bernilai uang, untung-rugi ada dalam kalkulasi.

Kiranya Tuhan tidak sedang melakukan kalkulasi untung-rugi ketika orang menggunakan gelombang elektromagnetik untuk diskusi termasuk berdiskusi tentang pelestarian Bahasa daerah sebagaimana yang dilakukan oleh dua bayangan di atas.

Ha ha… . Aihh… .


Koro’oto-Pah Amarasi, 14 Desember 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya