Peran Jubir, Juru Bicara dalam Varian Urusan Sosial dan
Religi
Pengantar
Dalam
kebaktian Minggu (8/12/19) di Jemaat Pniel Tefneno' Koro'oto, pendeta yang
memimpin kebaktian menyinggung kata jubir, juru bicara. Begini
kata sang pendeta (kurang lebih, saya kutip pernyataan lisannya), "Jubir
itu, kalo mau maso minta nona, pasti cari jubir yang bisa ba'omong bae. Kalo su
jadi, waktu maso minta dia pung pake, waah... begitu. Tampil beda. Ma, ais kalo
itu pengantin dua orang su bakatumu, jubir pung tugas su abis. Sonde ada jubir
yang dudu sama bagaya deng penganten ee... ko karmana?"
Menarik!
Pengalaman
Berjubir
Saya
bukanlah seorang yang mampu menjadi jubir, juru bicara. Pengalaman
selama ini saya coba urai sedikit di sini bagaimana menjadi jubir.
Jubir dalam
praktiknya di tengah masyarakat lebih pada urusan perkawinan. Jubir menjadi
jembatan penyeberangan dua keluarga pasangan calon suami-isteri. Dua keluarga
yang bakal berbesanan. Dua keluarga yang bakal memperluas cakupan keluarga,
yang menyebabkan sebutan umum menjadi keluarga besar.
Padahal,
pada masa lampau, di Amarasi Raya (Pah Amarasi), masyarakat mengenal jubir itu
dengan istilah mafefa'. Seorang mafefa' berbicara
atas nama usif, raja atau mewakili masyarakat untuk menyampaikan sesuatu kepada
para petinggi ke-usif-an. Jadi, bukan dalam pengertian mengurus
perkawinan. Mafefa' atau jubir akhir mengalami
pergeseran makna di tengah masyarakat dimana orang menggesernya ke sudut urusan
perkawinan adat hingga mencapai puncaknya pada perayaan perkawinan.
Lihatlah
perkembangan dalam komunikasi politik para pejabat publik, seseorang atau
beberapa orang mewakili Presiden misalnya untuk menjelaskan sesuatu kepada
masyarakat, lalu oleh media massa, dia disebut sebagai jubir kepresidenan.
Dan seterusnya, di banyak institusi, lembaga, dan badan pemerintah maupun
swasta. Jubir bersuara atas nama mereka dalam koridor yang tidak boleh keluar
dari kebijakan. Jubir Kementerian A, jubir Komisi
X, dan lain-lain.
Ketika Orde
Baru berkuasa di bawah Presiden NKRI ke-2, Soeharto, jubir pemerintah
Orde Baru berlembaga yaitu Departemen Penerangan. Menteri Peneranganlah yang
berbicara atas nama pemerintah pusat untuk banyak hal.
Kembali
ke jubir dalam urusan perkawinan/pernikahan.
Dalam hal
mengurus perkawinan/pernikahan, jubir diasumsikan dan
diterima seperti pelobi. Apa saja lobi-lobi seorang jubir?
- Nilai belis. Belis apapun itu
namanya yang diberlakukan dalam etnis manapun, pasti bermuatan uang.
Sekalipun masyarakat kurang setuju dengan penggunaan istilah belis,
tetapi para sosiolog dan budayawan menyebutkannya demikian dalam
literatur-literatur tentang kehidupan sosial kemasyarakatan manapun. Nilai
belis selalu berdampak dan berisi uang. Keluarga pihak laki-laki
dan perempuan akan "berduel" di titik ini. Maka, tugas jubir
melobi agar "duel" ini tidak menimbulkan hubungan menjadi retak,
renggang, atau bahkan bubar. Belis dalam pengertian sempit
hanya pada pemberian tanda rasa terima kasih dari calon pengantin
laki-laki dan keluarga batihnya kepada orang tua kandung dari calon pengantin
perempuan. Nilainya seringkali seturut inflasi yang sedang terjadi di
dalam dunia ekonomi.
- Dalam belis ada
faktor-faktor ikutan yang turut memberi pengaruh pada urusan perkawinan
ini. Contohnya, to'o, babaf, ama tana, atoin' amaf, kaos nono,
sea'nono, kenoto, kuda, kerbau, sapi, babi, ayam, gading gajah, mamuli, dan
lain-lain.
- Anggaran perayaan. Saya
menggunakan term perayaan. Mengapa bukan pesta? Karena
pesta identik dengan hura-hura. Perayaan identik dengan kemeriahan
yang membanggakan dan meninggalkan kesan positif baik pada
penyelenggaranya maupun pada mereka yang menghadirinya. Perayaan
akan memberi inspirasi pada semua pihak yang turut mengambil bagian di
dalamnya. Pesta terkesan hura-hura,dan hampir selalu berbuntut pada
kekacauan yang bukan oleh penyelenggaranya, tetapi oleh mereka yang
mendapatkan undangan. Pesta, seringkali berujung pada urusan hukum (adat,
hukum positif negara). Anggaran perayaan yang dipercakapkan di dalamnya
terdiri dari (gelondongan):
- Peminangan (isi peminangan,
biasanya sudah dalam pengetahuan jubir, kecuali nilai nominal)
- Pembiayaan dapur
- Pembiayaan/penyewaan
perlengkapan
- tenda, kursi, dekorasi, sound
system
- mobil pengantin (jika
diperlukan)
- kamar hotel (jika diperlukan)
- master of ceremony (MC)
- Dan lain-lain yang seringkali
tidak terpikirkan sebelumnya.
- Bila perayaan perkawinan itu diadakan di hall/aula yang kini banyak tersedia di kota-kota besar, maka pembiayaannya dihitung sekaligus termasuk MC. Maka penugasan pada anggota keluarga pihak calon pengantin laki-laki untuk mengadakan lobi jadwal dan pembiayaan di hall/aula/hotel.
Dalam hal
upacara peminangan (dalam Bahasa Melayu Kupang (MK)) disebut maso minta,
peran jubir sangat penting. Tampilan dan tuturan jubir akan sangat menentukan
martabat peminangan itu sendiri. Unsur yang perlu ditaati oleh pihak keluarga
laki-laki adalah:
- Tepat waktu. Ketika
ritual maso minta dilakukan, para jubir selalu berdegup
jantung berhubung waktu yang ditentukan mesti ditepati, bahkan pada menit
terakhir pun tidak boleh terlambat. Dalam budaya kota Kupang dan
sekitarnya, maso minta dengan keterlambatan akan menjadi
momok yang tidak menyehatkan urusan perkawinan.
- Sapaan. Sapaan awal dari jubir
pihak keluarga laki-laki sangat menentukan maju dan lancarnya percakapan
(dialog) antarjubir. Biasanya sesudah sapaan akan diikuti dengan hal-hal
ini.
- Berdoa
- Menyampaikan maksud rombongan
keluarga
- Menyampaikan isi bawaan
(dulang/baki/nampan)
- Kitab Suci dan lilin (pada
masa lalu, lampu gas dan kitab suci). Sering ada yang mengganti
lampu/lilin dengan lampu emergency
- Pemberian untuk gadis
(biasanya dua dulang/baki/nampan). Isinya perhiasan (mas), dan sejumlah
perlengkapan gadis.
- Pemberian untuk orang tua
- Pemberian untuk kalangan
keluarga besar. Pada umumnya berisi satu rangkai pinang bonak, sirih,
kapur, tembakau, daun lontar yang sudah dihaluskan untuk plintingan
rokok, sering pula diganti dengan rokok fabrikan). Pinang, pada golongan
tertentu diganti dengan manisan/gula-gula/permen dalam jumlah banyak.
- Dulan/baki/nampan, secara
standar jumlahnya lima unit. Akan tetapi seringkali ada tambahan mencapai
tujuh unit. Jika hanya lima, ada tambahan satu yaitu pakaian pengantin
yang diserahkan sesudah peminangan berakhir. Bila tujuh unit dulang, maka
akan menjadi delapan unit karena satu unit terakhir itu untuk pakaian
pengantin.
- Sesudah pemberian diterima
pihak keluarga perempuan, maka selanjutnya tugas jubir memperkenalkan
calon pengantin laki-laki. Biasanya calon pengantin laki-laki akan
diantarkan oleh saudarinya atau seseorang pengganti saudari.
- Acara perkenalan berakhir
dengan persandingan pengantin adat pada saat itu.
Pernikahan
secara adat di dalam masyarakat kota Kupang dan sekitarnya akan berlangsung
saling ada kemiripan. Mengapa? Di Kota Kupang, masyarakatnya beragam dan multi
etnis. Budaya masyarakatnya seakan tidak sama, padahal secara prinsip ada
kesamaan, yaitu maso minta. Isinya kelihatan dibedakan,
padahal secara prinsip sama, yaitu membawa sejumlah pemberian
kepada gadis pilihan, orang tuanya, dan keluarganya. Pemberian-pemberian
itu jika sudah diterima, maka berakhirlah tugas dan peranan jubir.
Sampai di
sini, pengantin adat bersanding, sementara jubir siapa hirau? ha ha... .
(akan saya
sambung pada tulisan kedua tentang jubir dari Tuhan)
Komentar
Posting Komentar