Jubir dan Buku
Jubir dan Buku
Jumat (13/05/22), empat rumpun keluarga bersatu setelah dijembatani keikhlasan cintan dan ikat
dengan tali kemesraan persaudaraan, kekeluargaan demi perluasan kekerabatan. Rumpun-rumpun keluarga itu bertemu dalam satu acara yang khas masyarakat perkotaan dan sisirannya, khususnya di Kota Kupang. Acara yang dikemas apik menarik, yang dalam Bahasa Melayu Kupang disebut maso minta. Apa itu maso minta? Acara ini sesungguhnya merupakan budaya peminangan yang khas pada masyarakat di Kota Kupang yang beragam etnis dan muasal entitas. Namun berpadu dalam satuan waktu yang lama untuk menemukan pendekatan baru demi mengantar pasangan-pasangan kekasih tiba di mahligai rumah tangga. Modifikasi-modifikasi dilakukan sedemikian rupa dengan pendekatan evolusi, ekonomis, efektitivitas dan efisiensi agar terkikis secara perlahan tanpa terasa telah terjadi perubahan-perubahan pendekatan peminangan.
Dua orang Juru Bicara (jubir) amat memegang peranan penting pada acara peminangan. Bagai pedansa yang ditonton rumpun-rumpun keluarga yang bersatu dalam acara maso minta ini. Rumpun-rumpun keluarga menghadirkan kaum vip, yakni para pemangku kepentingan yang bertali-temali dengan urusan maso minta. Mereka itu di antaranya, Kepala Desa (bila di desa), Lurah (bila di Kota), dan perangkat pemangku adat, tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat dalam kapasitas tertentu dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Undangan tertentu dihadirkan dalam kapasitas sebagai bagian dari keluarga, namun "berbaju" pejabat lebih tinggi dari para pemangku kepentingan yang duduk sebagai kaum vip. Undangan tertentu itu akan menjadi saksi bisu, namun memiliki some different of sense karena "baju" berlapis yang dikenakannya.
Dua orang Juru Bicara saling menyapa untuk memulai dan membuka ruang pertunjukan di pentas yang hanya dilatari mereka yang membawa baki penampang pemberian kepada orang tua dari kekasih terpilih, kekasih itu sendiri, item hukum adat perkawinan kepada para pemangku dari kaum vip, dan akhirnya kepada rumpun-rumpun keluarga dalam suatu simbol menarik, setandan pinang wangi (bonak) dan ikutannya.
Dansa tanpa sentuhan dimulai setelah izin membuka ruang didapatkan. Dua jubir menata gaya dalam kata berakta. Keduanya menjejerkan kata-kata indah yang kiranya menjadi pembingkai cinta yang dilukiskan oleh pasangan kekasih. Kata-kata indah yang utama diletakkan di bubungan bingkai yakni Firman Tuhan yang dikutip, dilantunkan dan dilafalkan dengan lantang agar terdengar jelas pada kepekaan seluruh rumpun keluarga dan undangan.
Ketegangan berubah menjadi kesenangan dan kegembiraan manakala ritme dan nada-nada dimainkan oleh kedua pedansa tanpa sentuhan itu makin bersahutan. Kata-kata manis dan indah terus dilambungkan untuk membumbungkan setinggi mungkin gambaran gaya pertautan manis rumpun-rumpun keluarga.Kata-kata itu pula sekaligus menyentil keabsahan cinta dalam akta tertulis yang disebut berita acara pelaksanaan hukum adat perkawinan.
Dua orang Jubir menari-nari dalam lenggok kata berirama hingga tiba pada giliran saling mendekap. Dekapan itu diwujudkan dengan hadiah buku berjudul Bukan Cinta Biasa. Di dalam buku ini Heronimus Bani memberikan endors sebagai berikut
Kupastikan Anda mengenal cinta, bukan? Kata bertuah nan dinamis yang menggetarkan dan seringkali menggemparkan. Ia menggema dan menerabas hingga relung hati terdalam. Di sana ia bersemayam dan menyemai benih rasa yang kiranya bila diungkapkan dengan kata-kata, serasa berjuta gaya hendak disampaikan bermakhota akta. Cinta yang bersemi di hati memberi ruang dan peluang untuk melakukan sesuatu agar mewujudkannya. Ketika wujudnya terlihat dan dapat diraba dan dinikmati, rasa di hati nyaman dan bahagia. Sebaliknya cinta yang tak sempat ditunaikan apalagi terhalang varian gejolak di sekitarnya, cinta itu akan berdampak buruk pada rasa dan raga pemiliknya.
Demikian yang dapat saya urai dari perjumpaan dengan seorang Ibu yang menjadi Juru Bicara dari pihak Gadis yang dipinang.
Komentar
Posting Komentar