Pendeta, Refleksi dan Buku
Foto: Nelci Therik
Full of jokes, smiles and laughing in the marriage ceremony. Bila saya menggunakan frasa berbahasa Inggris seperti itu, hanyalah gaya pemanis di bibir artikel ini. Selanjutnya saya tetap akan menggunakan campuran bahasa, antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu Kupang.
Catatan saya kali ini tentang satu seremonial yang khas pada masyarakat Kota Kupang dan pada umumnya di perkotaan Nusa Tenggara Timur. Suatu acara seremoni peminangan yang disebut maso minta. Beberapa artikel dalam blog ini telah saya urai sebelumnya.
Berkali-kali dalam kesempatan maso minta, selalu akan diakhiri dengan ibadah syukur yang khas kaum Nasrani. Itulah sebabnya artikel ini saya beri judul seperti di atas. Saya tidak menulis secara urutan maju acara, tetapi saya mengurutkan secara mundur dari refleksi yang disampaikan pendeta, lalu saya kembali ke beberapa saat sebelum refleksi itu.
Seremoni maso minta berakhir, lalu beberapa saat kemudian para presibter menyiapkan konteks, kondisi dan suasana untuk memasuki ibadah syukur peminangan. Announcer menyampaikan agar semua orang yang hadir dalam seremoni ini menyiapkan diri memasuki ibadah syukur peminangan. Pendeta yang memimpin memasuki ruang ibadah. Ia menuju podium kecil yang disiapkan untuk maksud ini. Liturgi ibadah pun dilangsungkan. Lancar penuh hikmat. Madah pujian dan doa dilantunkan, pasangan pengantin adat bersahutan saling memuji kecakapan yang khas dalam gaya berbahasa yang imani dan alkitabiah.
Kini giliran sang pendeta menyampaikan refleksinya. Saya catat ulang refleksi ini di sini berhubung cerita ini telah berulang, dan diversikan lokus secara berbeda oleh pencerita mana pun, termasuk yang disampaikan sang pendeta. Suatu refleksi yang patut untuk terus direnungkan agar setiap pasangan suami-isteri tidak berkutat di titik item tertentu pada hukum adat perkawinan.
Diceritakan bahwa pada suatu ketika, sepasang suami-isteri bermaksud menghadiri seremoni maso minta. Ketika mendekati lokasi seremoni, Sang isteri sedikit sibuk merapikan diri, padahal dia duduk di boncengan. Lalu, ketika berbelok menuju parkiran yang disediakan, Sang isteri jatuh dari boncengan. Beruntungnya, kecepatan sudah menurun sehingga tidak menciderai Sang Isteri. Percakapan terjadi di antara keduanya (I ~ Isteri; S ~ Suami)
I
|
: | Bapa ee, beta jato matono ko ini lipstik su
karmana? Beta pung bedak, ais liat, ada luka lecet, ni… bapa sonde tolong beta ma pegang kuat-kuat ini motor ko sonde jato oo…
|
S
|
:
|
Aih, mama...,
mama bangun ko sapu-sapu itu abu, bekin babae itu lipstik deng bedak. Itu
luka na tahan sadiki. Nanti abis acara, botong pulang sampe ruma baru
tatobi... . Kalo ini motor lecet, lebe mahal lai...
|
I
|
:
|
Adoo... bapa ni, bapa su lupa janji
waktu maso minta ooo…
|
S
|
:
|
Beta ingat! Ma mama tau to, mama tu su
lunas, ma ini motor masi kredit…
|
Cerita di atas dapat didaur ulang dan ulang lagi tanpa meninggalkan pesan substansi di dalamnya.
Refleksi dengan bercerita seperti ini terdengar mengguyon, namun menampar secara perlahan hati setiap pasangan suami-isteri, terlebih pada para suami. Suami tertentu bahkan termasuk anggota keluarga akan mengenang saat-saat seremoni maso minta. Di dalam acara itu beberapa item disebutkan, dan di antaranya sejumlah item hukum adat perkawinan. Belis atau istilah lain mahar. Mendengar kata belis imej akan jatuh pada nilai rupiah yang nominalnya terasa mengikuti trend ekonomi pasar valuta asing dimana terjadi suply and demand yang meresahkan hingga terjadi inflasi. Nilai tukar mata uang X melemah terhadap nilai tukar uang Y, maka memberatkan pihak keluarga laki-laki yang akan meminang. Itu menjadi "batu sandungan" pada banyak pasangan suami-isteri, sehingga rumah tangga menjadi kurang harmonis pada titik waktu tertentu dalam ziarah kehidupan berumah tangga.
Refleksi belanjut dengan mengingatkan para orang tua agar menjadi suri teladan pada pasangan nikah adat yang baru ini. Mereka akan mengikuti seremoni liturgis menurut agama yang dianut keduanya. Itulah langkah berikut sesudah seremoni maso minta. Peranan kedua jubir pada acara ini menjadikan seremoni ini makin semarak, namun kedua jubir pun patut menjadikan rumah tangga masing-masing sebagai yang dapat dicontohi oleh para kawula pasangan kekasih baru.
Sang Pendeta tidak lupa menyebutkan bahwa ia telah menerima hadiah istimewa pada seremoni ini. Secara berkelakar Sang Pendeta berkata, "Sering-sering jadi jubir di sini ko botong bisa dapa hadia oo... !" Sambil tertawa kami pun berpisah malam ini.
Foto: @NelciTherik; @LuisBani
Dua jam sebelum berpisah dengan Sang Pendeta, satu sesi acara berlangsung dengan pendekatan tidak biasa. Kejutan. Saya membaca 4 ayat alkitab dari terjemahan Perjanjian Baru dalam Bahasa Rote Tii. Sesudahnya saya serahkan Perjajian Baru itu ke tangan Sang Pendeta sebagai hadiah pada acara seremoni maso minta ini. Sang Pendeta melayani pada GMIT Jemaat Talenalain Klasis Kupang Barat.
Koro'oto, 14 Mei 2022
herobani68@gmail.com
Komentar
Posting Komentar