Sakit, Enak
Ninu dan teman-temannya
paling doyan minum minuman keras. Hampir setiap hari mereka ada ‘kewajiban’
minum miras. Botol-botol dan gelas-gelas di bar itu senang, karena mereka
melayani tamu-tamu. Bar tak kesepian, karena isi botol-botol selalu habis. Bentuk
gelas dan penataan interior serta exterior yang menarik ikut mengajak
pengunjung termasuk Ninu dan teman-temannya. Lampu-lampu remang ditingkahi
musik mengalun udara bar. Suasana yang eksotik, menghidupkan suasana remang.
Suatu malam, ketika cahaya
lampu-lampu membungkus tubuh gelas, nampak gelas bersedih. Botol yang melihat
kesedihan gelas berkata.
“Malam ini mukamu muram
teman. Rupanya kamu belum siap melayani tetamu kita.”
Gelas menjawab, “Benar. Aku
sedih, dan sungguh sedih!”
Botol menimpali, “Bukankah
tugas kita melayani tetamu hingga mereka puas berada di sini, dan bos kita
mendapatkan keuntungan besar?”
“Ya, tapi aku tetap akan
sedih malam ini.” jawab Gelas
“Tolong jelaskan padaku,
teman. Mungkin aku bisa membantumu!” begitu Botol berharap mendapat penjelasan
dari rekan sepelayanannya.
“Baiklah. Aku sedih, karena
setiap hari para peminum bukan saja minum hingga puas, tetapi mereka sampai
mabuk. Dari sejak gelas pertama dan botol pertama, bibirku selalu digigit.
Sampai gelas dan botol terakhir, bibirku tetap digigit. Bibirku terasa sakit
sekali.” Begitu penjelasan Gelas.
Begitu mengetahui bahwa
Gelas kesakitan bibirnya, Botol pun menceritakan apa yang dialaminya. Tetapi,
berbeda dengan Gelas, Botol justru merasakan kenikmatan.
“Aku merasa senang setiap
kali Ninu dan teman-temannya datang. Pinggangku dipijat-pijat, makanya aku
tetap segar dan kuat berdiri. Bila pinggangku dipijit-pijit, bibirku
memuntahkan air berbusa. Mereka minum sampai puas.”
Jadi, antara kita berdua ada
yang sakit, ada yang enak.
Komentar
Posting Komentar