SUBAT

UPACARA PEMAKAMAN MASYARAKAT ADAT AMARASI
Di dunia ini setiap makhluk hidup mengalami daur kehidupan. Siklusnya secara umum sama yaitu, lahir - hidup - mati, dan terus berulang. Persitiwa kelahiran selalu ditunggu-tunggu dengan perasaan was-was antar senang dan kuatir. Senang bila kelahiran berlangsung dengan baik, bayi dan ibu selamat. Kuatir, kalau-kalau bayi dan ibu mengalami sesuatu yang tidak diharapkan (cacad, sungsang, kematian bayi, kematian ibu). Semua ini terjadi setiap hari, seiring waktu yang terus berlangsung pada kehidupan manusia.
Sementara itu, kematian tidak diharapkan oleh setiap orang bahkan dalam komunitas. Tetapi pasti datang. Padahal, manusia ingin menghindar dari kematian. Untuk itu setiap orang yang yang tubuhnya didera sakit-penyakit, apapun jenisnya, pastilah diusahakan penyembuhannya. Usaha-usaha yang dapat dilakukan seperti mengobati baik secara tradisional, pengobatan alternatif, jasa paranormal, maupun secara modern, melalui penanganan medis, diusahakan untuk mempertahankan hidup seseorang/manusia.
Di kalangan orang Amarasi (atoin meto' na' rasis), hal yang sama juga dilakukan. Orang Amarasi menerima kematian sebagai suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan. 
Ada beberapa istilah yang sederhana untuk menggambarkan filosofi yang mendalam tentang kematian dalam pandangan orang Amarasi.
Pertama, ansae neon (ia naik ke langit). Bila diterjemahkan, istilah ini diartikan sebagai yang naik ke tempat tinggi yang tidak dapat dijangkau. Ungkapan ini sering diberikan kepada raja dan istri. Ketika raja atau istrinya meninggal, disebar kabar soonf ee tuan ee ansae neon (tuan istana naik ke langit).
Kedua, in nuut ee namsoup goen (kayu telah habis terbakar). Ungkapan ini diberikan kepada kematian orang yang lanjut usi mencapai usia 70 tahun. Ada anggapan umum, bahwa yang bersangkutan meninggal secara wajar, sebagaimana kayu kering yang dibawa masuk ke dalam tungku perapian. Ia terbakar secara perlahan, semua jenis masakan dengan alat masak apapun pernah merasakan panas dan hangatnya bara dan nyala dari kayu api tersebut. Maka ketika ia habis terbakar, tinggallah abu/debu. Kisah kehidupan manusia dapat disamakan dengan kayu api, Kehangatan dan panas menggambarkan akan bermanfaat ketika hidup baik itu sikap, tindakan-tindakan, tutur kata,dan kemudian berakhir dengan kematian, dimana tubuh tak bernyawa akan dikuburkan dan akan menjadi tanah/debu. Itulah akhir kehidupan orang-orang lanjut usia dalam pandangan orang Amarasi.
Ketiga, manse fe' enpisar mes anmouf neik nain (matahari baru terbit langsung terbenam). Ingkapan ini diberikan kepada anak-anak berusia kira-kira 0-10 tahun yang meninggal dunia. Memberi gambaran bahwa anak-anak yang lahir namun meninggal dalam usia belia sebelum mengisi hidupnya dalam banyak arti kepada orang tua, saudara, sesama.
Keempat, manse fe' natetab mes anmouf kuun een (matahari sementara bercahaya sangat kuat, tetapi tiba-tiba sudah terbenam). Gambaran kematian ini diberikan kepada orang yang masih sangat produktif, (bisa bagi yang belum berkeluarga atau sudah berkeluarga). Ia seorang yang giat bekerja dan mempunyai penghasilan yang telah dininkmati dan berkontribusi besar bagi kebaikan sesama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya