Ekonomi Rumah Tangga

(Pelajaran Dari Tempat Air)
P
ada masa lalu orang-orang mengambil air di pah meto’ dengan menggunakan buah labu (‘boko).  Bentuk buah labu; ada leher, perut dan pantat. Lehernya jenjang, perutnya besar, dan pantatnya rata. Tangkai buah labu kemudian dilepas diberi lubang sebagai mulut (kecil), isi perut dibuang, bijinya diambil untuk ditanam lagi untuk mendapatkan buah-buah labu yang banyak pada masanya agar dimanfaatkan sebagai alat penampung air. Lubang yang diberi pada bekas tangkai buah, kecil, maka ketika mengisinya dengan air, ada yang masuk ke dalam perut labu yang duduk, dan ada pula yang terbuang. Maka, untuk mendapatkan air harus bekerja keras. Ketika sudah mendapatkan air, air dituang untuk dimanfaatkan (po’a ~ timba ~ kui) melalui lubang (mulut) kecil, sehingga terjadi penghematan air. Orang-orang memanfaatkan kumbang (buyung)/guci atau yang disebut ‘huna’ atau kusi yang bentuknya hampir menyerupai labu. Sayang, lehernya hampir tidak nampak karena ia gemuk besar, mulutnya tidak terlalu kecil, agar air yang diisikan ke dalamnya banyak yang masuk. Dan, ketika memanfaatkannya, hanya satu tangan saja yang bisa masuk dan menggunakan timba kecil (a’ku’i) sehingga bisa menghemat air yang berada di dalam kumbang (‘huna atau kusi). Maka, orang-orang di pah meto, sekalipun kekeringan, tetap ada persediaan air di rumah.
Sebagai orang yang mau bekerja, bisa duduk, tetapi duduklah dalam waktu singkat (~ perhatikan pantat ‘huna atau kusi, hampir lancip). Ini berarti kerja untuk mendapatkan yang banyak, isikan ke dalam perut ‘huna/kusi yang besar, keluarkan sedikit demi sedikit (kui), maka akan ada sisa sebagai persediaan (di dalam rumahmu).

Dewasa ini orang menggunakan ember, badannya digambarkan sebagai berikut. Mulutnya besar, perutnya lancip menuju ke pantatnya. Pantatnya rata tetapi kecil. Ketika mengisi ember, air tidak tumpah dari sumbernya. Air yang dibawa ke rumah diisikan pula di ember lain yang disebut ember bak (mulut besar), ada pula yang disebut gentong (mulut besar), dan juga di drum (mulut besar). Kalau terjadi sesuatu terhadap ember, ember bak, gentong, dan drum, misalnya miring dan jatuh, maka air akan tumpah seluruhnya atau sebagiannya. Bila bergerak cepat, bisa menyisakan dari ember, dari ember bak, gentong, dan atau drum. Bila tidak maka, usaha untuk mendapatkan air harus diulang, diulang, dan diulang. Bahkan si mulut besar mudah diambil dengan ‘ku’i yang besar (gayung), bahkan agar lebih banyak, orang menggunakan ember kecil yang daya tampungnya lebih dari cukup, tetapi cepat menghabiskan air di dalam ember bak, gentong atau drum.
Sebagai orang yang mau bekerja, janggan took bena’ (~ perhatikan pantat drum, sama dengan mulutnya. Ini berarti bila bekerja dengan malas-malas (took bena’), tetapi mengharapkan penghasilan besar, padahal pengeluaran sudah menanti dalam jumlah besar (mulut besar drum, mulut besar gentong, mulut besar ember bak), maka akan semakin berkurang bahkan mungkin tidak ada persediaan di dalam rumahmu.
Maka hidup rumah tangga akan diisi dengan mengeluh dan mengeluh. Lama-lama menjadi orang yang ntoe (sonde ada karja, jalan-jalan maso-kaluar rumah keluarga, makan-minum, pulang tidor di rumah, isteri-anak susah, ais bisa sambung sandiri..., ...  .).
Sebagai suami-isteri dalam rumah tangga, pasanglah telinga untuk mendengarkan. Pakailah mata untuk melihat, gunakan lidah untuk merasakan, manfaatkan kulit untuk meraba, hidungmu untuk membau dan mencium tanda kasih. Karena dengan begitu, (ekonomi) rumah tanggamu bisa seperti labu dan kumbang serta timba kecil di satu tangan, semuanya mempunyai lubang pemasukan kecil tetapi penampungan besar dan pengeluaran kecil untuk penghematan. Jika satu tangan yang dipakai untuk menerima, maka pakai juga satu tangan untuk memberi, karena bila tangan kanan memberi, sebaiknya tangan kiri tidak perlu tahu. Jika tangan kiri menerima, tangan kanan tidak perlu tahu, bukan?

Atau mungkin mau seperti ember, ember bak, gentong, dan drum, dengan alat timba gayung dan atau timba ember kecil yang bisa dipakai dua tangan karena semua penampung air ini dapat dimasuki dengan dua tangan (pemasukan besar, pengeluaran besar). Jika tangan kiri dan kanan digunakan untuk menerima semuanya (Melayu Kupang: kobo), maka bisa jadi akan memberi dengan setengah hati, sehingga dua tangan yang berisi tadi (kobo) didorongkan kembali isinya (n’okar), maka dua-dua tangan itu akan kosong.
Jadilah bijak di rumahmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya