Amarasi Ethnoastronomy
Amarasi Ethnoastronomy[1]
Heronimus Bani
Abstrak
Orang Timor Amarasi tinggal di selatan pulau Timor.
Mereka menempati daerah pegunungan yang memuncak di Sismeni dan mengarah ke
lembah menuju ke pantai selatan dari timur di pulau kecil Menifon ke barat
mengarah menyusuri pantai sampai Oepaha’. Sebagai masyarakat pegunungan mereka
belajar memahami fenomena alam tentang hujan, angin, dan musim tertentu,
termasuk dalam siklus bertani ladang. Mereka memperhatikan gerak semu
bintang-bintang sehingga ada pengetahuan tentang bintang-bintang. Ada bintang
seperti: Haa’ Nua’ (empat-dua). Asuu’fai
(penakar malam), Faif
Nome (bintang fajar), dan Hitu’ (tujuh). Selain bintang, mereka juga
memperhatikan tanda-tanda pada matahari dan bulan. Bila gerhana matahari mereka
menyebutnya, Maans ee npuut (matahari
terbakar), dan fuun ee npuut (bulan
terbakar). Bila ada ada posisi bintang sangat rapat dengan bulan disebut, fuun ee nkaot (bulan menusuk) tanda
bahaya. Materi ini menarik maka dijadikan dalam tulisan sederhana ini.
Amarasi suatu wilayah
di selatan pulau Timor. Versi kisah dimana penduduk mendiami wilayah ini
bersama pemerintahanya satu dengan lainnya berbeda sebagaimana dijelaskan oleh
Widiyatmika (2007:108). Seiring berjalannya waktu, Amarasi yang kini dikenal
dengan sebutan Amarasi Raya sudah semakin berkembang.
Sebagai masyarakat
yang mendiami wilayah pegunungan hingga lembah menjura ke pantai selatan,
berladang secara berpindah menjadi pilihan untuk kegiatan ekonomi di samping
beternak. Berladang yang demikian membutuhkan waktu persiapan menebas hutan,
membiarkan mengering, membakar, menanam, menyiangi, hingga mengambil hasil
(Bani, 2007).
Seluruh kegiatan
berladang ini dianggap akan berhasil bila mengetahui tanda-tanda alam.
Pengetahuan tentang tanda-tanda alam tersebut diarahkan kepada bintang-bintang.
Tulisan ini
menguraikan sedikit tentang bintang-bintang yang menjadi petunjuk ketika akan
berladang, maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Di samping bintang-bintang,
benda langit seperti matahari dan bulan pun tidak luput dari perhatian
masyarakat peladang di Amarasi Raya.
2. Nama
Bintang, Kemunculan dan Maknanya
Beberapa bintang yang
diketahui dan diberi nama oleh masyarakat, khususnya mereka yang memahami
astronomi dalam lingkungan masyarakat dapat disebutkan namanya.
2.1. Haa’-Nua’
Nama bintang ini
berangka. Ada angka 4 dan angka 2. Jadi bila diterjemahkan secara harfiah
artinya, bintang empat – dua. Menurut arah mata angin, selatan, disebut Haa’-Nua’.
Bintang Haa’-Nua’
sesungguhnya bukan satu bintang saja. Jumlahnya ada enam bintang. Posisi mereka
berdekatan dalam pandangan mata kelihatan 4 bintang di bagian atas dan 2
bintang di bagian bawah. Mereka terlihat berada di selatan.
Kemunculan
bintang-bintang ini dilihat dalam tiga posisi:
a) Haa’ muncul sendiri
b) Haa’-Nua’
muncul bersamaan
Cara memberi makna
ketika bintang-bintang ini muncul adalah sebagai berikut:
a) Haa’ muncul sendiri
Ketika haa’ muncul
sendiri dan kelihatan secara kasat mata, maka peladang membacanya sebagai alam
belum memberi isin untuk membakar lahan untuk menanamnya.
Masyarakat menaruh
pengetahuannya bahwa Nua’ belum
muncul karena masih berada di dalam laut. Ketika mereka masih berendam, maka
orang tidak boleh membakar lahan yang sedang dipersiapkan. Jika terpaksa
membakarnya, maka hasilnya pun sia-sia.
b) Haa’-Nua’ muncul bersamaan
Ketika kedua-duanya
muncul bersamaan, diistilahkan dengan anmaraitn ein, saling berpandangan. Posisi yang demikian menjadi kabar gembira,
bahkan sangat gembira. Para peladang akan bergerak dengan semangat kerja yang
luar biasa. Mereka yakin bahwa ladang akan habis terbakar, lahan siap ditanam,
dan seluruh tanaman padi dan jagung serta tanaman lainnya yang berumur pendek
(3 – 4 bulan) akan sangat banyak hasilnya. Panen berlimpah.
2.2. Asuu’ Fai
Terjemahan harfiahnya,
Asuu’
– yang menaksir atau yang menakar (MK, yang takseer) dan fai – malam. Menaksir
atau menakar malam. Bintang yang menaksir atau menakar malam. Masyarakat
membaca tanda pada bintang ini, bahwa malam telah larut (tengah malam), sesudah
tengah malam ini, akan segera muncul datangnya fajar.
2.3. Nao
Nao bukan bintang, bentuknya seperti awan.
Dalam dua model berbeda. Model 1 bentuknya lebih kecil. Dibaca sebagai tanda
untuk menanam padi, jika muncul dalam keadaan cerah.
Jika kemunculannya
cerah dan indah, maka peladang akan menanam padi dalam jumlah besar, karena
sangat besar kemungkinannya untuk memanen, mengambil hasil dalam jumlah besar.
Model 2, bentuknya
lebih besar. Dibaca sebagai tanda untuk menanam jagung, jika muncul dalam
keadaan indah dan cerah. Jika kemunculannya indah dan cerah, maka peladang akan
menanam jagung dalam jumlah besar, karena sangat besar kemungkinannya untuk
memanen, mengambil hasil dalam jumlah besar.
2.4. Hitu’
Namanya berangka tujuh
– 7. Jadi ada 7 bintang yang saling berdekatan Ketujuh bintang ini muncul
secara tidak tentu waktunya. Sekali waktu muncul magrib sekitar jam 18.00, atau
sering pula pada pukul 20.00 – 21.00. Ketujuh bintang inilah yang dilihat untuk
mengetahui akan datangnya hujan.
2.5. Faif Nome
Terjemahannya hanya
pada kata faif dari fafi menjadi faif – babi. Diduga Nome adalah nama. Jadi Faif Nome artinya (bintang) Babi yang bernama Nome.
Faif
Nome muncul
menjelang fajar. Waktu kemunculannya antara pukul 04.00 – 05.00 dinihari.
Kemunculannya pada dinihari ini memberi tanda datangnya hari baru yang diawali
fajar.
Seringkali Faif Nome muncul menjelang malam. Waktu
kemunculannya antara pukul 18.00 – 19.00. Kemunculan ini dimaknai bahwa malam
segera menjelang segera setelah matahari terbenam.
3. Matahari
(Manas) dan Bulan (Funan)
3.1.
Matahari (Manas)
Tentang matahari sejak
terbit hingga terbenamnya mengalami fase-fase:
a) Anpisar
Secara harfiah artinya
cahaya yang pecah, memancar. Pemahamannya adalah, matahari sedang berada di
bagian bawah, dia memberi tanda dengan mengirim cahaya keemasan. Tanda keemasan
ini yang disebut pisar (kata kerja)
lalu menjadi anpisar (kata kerja). Ini pertanda matahari akan segera
terbit. Orang-orang sangat senang
untuk menunggu datangnya matahari pagi (sunrise). Waktu anpisar antara pukul 05.00-06.00. Jika terjadi perubahan waktu,
maka hal itu seturut perputaran bumi.
b) Ansae
Secara harfiah artinya
sedang naik atau sedang mendaki. Pemahamannya adalah, matahari yang tadinya
berada di bawah, perlahan mulai naik (terbit). Terbitnya matahari disebut maans ee ansae (nsae). Kata ansae, kata kerja. Gerak semu matahari
terbit antara pukul 06.00 – 07.00. Jika terjadi perubahan waktu, maka hal itu
seturut perputaran bumi.
c) Na’puup
Matahari na’puup,
artinya ada gerak semu matahari yang sedang semakin tinggi. Gerak semu yang
demikian antara pukul 08.00-11.00. Seringkali orang menggunakan kata ini untuk
memberitahukan keterlambatan (dalam bertugas).
d) Natetab
Secara harfiah artinya
tepat di tepat, lurus. Kedudukan matahari pada saat itu antara pukul
12.00-13.00. Pancaran cahayanya menikam lurus di atas ubun-ubun.
e) Anteib
Secara harfiah artinya
sedang berbelok. Gerak semu matahari sedang berbelok setelah tegak lurus di
atas ubun-ubun. Posisi matahari antara pukul 13.00-14.00.
f) An’obe’
Secara harfiah artinya
sedang berbelok untuk kedua kalinya. Gerak semu matahari sedang berbelok untuk
kedua kalinya menuju posisi menggantung. Posisi matahari antara pukul
15.00-16.00
g) Anmouf
Secara harfiah artinya
jatuh, tenggelam. Gerak semu matahari menunjukkan akan jatuh atau tenggelam.
Secara kasat mata terlihat matahari ditelan ufuk. Gerak semu yang demikian
terjadi antara pukul 17.00-18.00
h) Maans ee npuut
Maans ee npuut artinya matahari terbakar. Bila
pancaran cahaya matahari sampai ke bumi, warna cahayanya kekuningan pada siang
hari, masyarakat menyebutnya maans ee
npuut. Secara harfiah artinya matahari terbakar. Pengetahuan modern
menyebut gerhana matahari. Gerhana matahari kurang dikenal dalam pengetahuan
tentang benda langit. Namun, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan tentang
hal ini, orang Amarasi tetap menyebutnya maans
ee npuut.
Ada pengetahuan lain
pada maans ee npuut, dimana orang
membacanya sebagai praduga, bahwa akan ada seseorang laki-laki dari kalangan
pembesar ke-usif-an/kerajaan
(pemerintah) akan meninggal dunia.
3.2.
Bulan (Funan)
Tentang bulan,
fase-fasenya sebagai berikut:
a) Anboor ma nsae
Anboor artinya, muncul ke permukaan. Di sini
ada dua pemahaman: 1) bulan muncul setelah hilang beberapa waktu lalu muncul sebagai bulan baru. 2) bulan
muncul setiap malam ketika bulan baru itu datang.
b) Namteut ntea anseer
Namteut artinya telah meninggi. Di sini
pemahamannya adalah bulan telah meningga dan kelihatan. Seringkali tidak
kelihatan ketika bulan baru.
Anseer artinya telah jatuh hilang. Maksudnya
bulan tidak nampak setelah menyongsong fajar.
c) Na’teem ma nakninu’
Na’teem ma nakninu’ artinya, bulan telah penuh dan nampak
cerah. Ketika situasi ini terjadi dan langit cerah tanpa awan pada malam hari
sering muncul istilah, fuun ee on manas, bulan
kelihatan seperti matahari. Cahayanya sangat terang sehingga bila malam tiba
tidak diperlukan pencahayaan lampu.
Pada masa lalu situasi
ini sangat dinanti-nantikan untuk acara-acara keluarga dan pesta adat. Karena
itu merencanakan untuk pesta adat selalu memperhitungkan kondisi bulan seperti
ini.
d) Nraak noe
Nraak noe,
artinya melewati,
menyeberangi sungai. Pada masyarakat peladang ada keyakinan bahwa di langit ada
sungai yang disebut noe neno, sungai
langit. Sungai langit itu ditandai dengan adanya barisan bintang-bintang di
tengah-tengah langit. Ketika bulan melewati barisan bintang-bintang inilah,
orang menamakannya nraak noe.
e) Fuun ee nkaot
Fuun ee nkaot artinya bulan sabit menusuk bintang.
Situasi ini dibaca sebagai pertanda buruk seperti kecelakaan, (jatuh dari
pohon, dipagut ular dan kecelakaan lainnya), perselisihan, hingga pembunuhan.
Maka ketika situasi ini kelihatan di bulan, orang saling mengingatkan agar
berhati-hati dalam jangka waktu paling lambat satu minggu.
f)
Fuun
ee npuut
Fuun ee npuut artinya bulan terbakar. Disini
maksudnya pengetahuan tentang gerhana bulan. Bila bulan pada malam hari
tiba-tiba tertutup sesuatu hingga warnanya seperti nyala api, dan cahayanya
kekuningan, masyarakat menyebutnya fuun
ee npuut. Secara harfiah artinya bulan terbakar. Gerhana bulan kurang
dikenal dalam pengetahuan tentang benda langit di dalam masyarakat Amarasi.
Namun, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan tentang hal ini, orang Amarasi
tetap menyebutnya fuun ee npuut.
Ada pengetahuan lain
pada fuun ee npuut, dimana orang
membacanya sebagai praduga, bahwa akan ada seseorang perempuan dari kalangan
pembesar ke-usif-an/kerajaan
(pemerintah) akan meninggal dunia.
4. Penutup
Demikian sepintas
pengetahuan tentang perbintangan dan benda langit lainnya menurut masyarakat di
pegunungan Amarasi. Kiranya pengetahuan ini berkesan dan memperkaya
pengetahuan.
Terima kasih.
Pustaka Rujukan
Bani Heronimus, 2007,
Budaya Berladang pada masyarakat desa Nekmese’ Kecamatan Amarasi Selatan,
Kabupaten Kupang (Skripsi), FKIP-Universitas PGRI NTT, Kupang.
Widiyatmika Munandjar,
2007, Lintasan Sejarah Bumi Cendana, Pusat
Pengembangan Madrasah, Kupang.
Wawancara
Saul Baok, Melianus Lie, (dari desa Nekmese’-
Amarasi Selatan)
Daniel Ora, (desa Ponain – Amarasi)
Terima kasih banyak, pak Bani atas tulisan ini, yang mana mengingatkan saya kembali ttg istilah² ini. Saya sempat mempelajari istilah² tsb diatas semasa kecilku dulu tapi dgn berjalannya waktu, saya lupa semuanya. Dengan adanya tulisan ini, saya jadi ingat.
BalasHapusSesuai dgn judul tulisan ini maka seharusnya kita sosialisasikan kepada generasi penerus kita karena ini adalah salah satu budaya orang Amarasi.
Budaya ini tidak pernah diajarkan bahkan terkesan disepelehkan karena terguras jaman. Anak² sekarang banyak yang tidak tahu budaya ini bahkan mendengar istilah² tsb diatas saja mungkin tidak pernah.
Semoga dengan adanya tulisan ini banyak yang membaca terutama kita orang Amarasi untuk menambah pengetahuan kita. ,