Oko'mama sebagai Ibu

Oko'mama' sebagai Ibu


Pengantar

Seorang mahasiswa jauh-jauh dari Salatiga bertandang ke Umi Nii Baki Koro'oto di desa Nekmese'. Ia telah menyampaikan sebelumnya bahwa akan berkunjung dengan niat berdiskusi. Topik diskusi tentang kebudayaan, lebih fokus pada oko'mama' ~ tempat sirih pinang. Sang mahasiswa diantar oleh seorang guru yang bertugas di salah satu unit sekolah di desa Nekmese Amarasi Selatan.

Pertemuan diawali basa-basi penghangat suasana, dibarengi sikap dan tindakan yang khas, meletakkan satu unit oko'mama' di atas meja. Isinya terdiri dari pinang, sirih dan kapur. Sang mahasiswi pun bergegas mengambil pinang yang dibawanya. Ia meletakkannya di meja. Saya mengambil sebuah, membuka kulitnya, isinya dikunyah bersama campuran sirih dan kapur. Hasilnya berupa liur yang memerah. Liur itu dibuang, namun aroma khas keluar dari mulut. Biasanya terlihat wajah akan memerah darah.

Sangat sering para pemangku adat melantunkan syair untuk menikmati campuran sirih-pinang-kapur. Kira-kira secara tidak tepat, pantun-pantun itu seperti ini,
oko'mama' - kabi'mama' es hit humak ma hit matak, 
tait he tbukae 'mama' ai' ta'maam ok tua,
maut he huum amtetu kit, ma maat akninu' kit, tua
ansaok a'tepo' te ntainina neek a'oin ate, na'tena'
he nmui' uab ma a'aan ate, arkit ta'ub-uab ee, tua.
artinya
Di depan kita ada tempat sirih-pinang (isinya sirih-pinang-kapur)
mari, silahkan mengambil untuk menikmatinya
biarlah wajah kita menjadi tegak, mata kita menjadi terang
jantung yang berdebar kembali normal, dan hati yang bergejolak menjadi tenang
agar bila ada hal yang perlu dipercakapkan, kita mulai mempercakapkannya.

Oko'mama' secara Konstruksi

Masyarakat adat Pah Amarasi menyebut oko'mama' dengan beberapa nama. 1) oko', 2) koor-baha', 3) oko'mama';  4) kabin. Secara konstruktif oko'mama' dibangun dengan cara menganyam daun lontar yang dibentuk sedemikian dalam ukuran yang sama untuk bangunan utama, dan untuk pelapisnya yang menempatkan motif, ukurannya menjadi lebih kecil. Penyangga di sudut dan pinggir menggunakan lidi dari daun lontar. Konstruksi bagian bawah disebut ainan dan pada bagian atas disebut toben atau tanan/taran. 

Foto: dokpri @RoniBani

Ainan diterjemahkan secara harfiah - ibunya, mamanya. Toben, tanan/taran diterjemahkan secara harfiah, tutupnya, penutupnya, pelengkapnya. Jadi pada satu unit oko'mama', ada dua bagian. Bagian ainan lebih terlihat lebih dalam, sedangkan bagian toben lebih dangkal; bila dilihat dari kedalaman. Bila dilihat dari ketinggian, ainan lebih tinggi, sedangkan toben lebih rendah. Bila dilihat dari posisi penempatannya, ainan akan selalu berada di bawah, toben selalu berada di atas. Keduanya bersatu menjadi satu unit wadah yang siap berfungsi.

Fungsi Oko'mama'

Saya menempatkan judul oko'mama' sebagai ibu, dapatkah hal ini menjadi jelas maknanya? Bagaimana memahami oko'mama' sebagai ibu? Oko'mama' pada umumnya atau lazimnya dalam pengetahuan umum dikenal sebagai alat/wadah dimana orang menempatkan sirih-pinang-kapur untuk melayani sesama: anggota keluarga, tetangga, dan terlebih tamu baik yang sifatnya tamu biasa maupun istimewa. Maka, fungsi yang demikian amat sederhana, wadah pelayanan pembuka percakapan. Wadah penyambutan secara beradab pada sesama dalam berbagai kategori dan kapasitas. Wadah pembuka percakapan yang mengantarkan pada keakraban.

Lalu, mengapa fungsi yang satu ini sebagai ibu?

Dalam masyarakat adat Pah Amarasi (dan atoin' Meto' pada umumnya), oko'mama', koor-baha', kabin, selalu identik dengan ibu. Kaum perempuan yang akan memegang oko'mama'. Merekalah yang akan membawa oko'mama' dalam rangka melayani. Perempuan Meto' akan menempatkan oko'mama' pada satu wadah yang disebut a'koor-mamat  (a'kora'-mamat); Di dalam a'koor-mamat ini ditempatkan sebagai pembungkus. Ibu (perempuan; dalam status, bersuami, janda, nona) yang dipastikan akan menempatkan oko'mama' dan mempersilahkan untuk agar mengambil dan menikmati isinya yang ditempatkan di bagian atas (toben). 

Uraian ini tidak akan memberikan rasa puas pada dahaga tanya. Saya menguraikan lanjutannya. Satu unit oko'mama' diumpamakan sebagai lumbung (tempat persediaan) dan meja makan (tempat penyediaan). Siapakah yang akan mengurus lumbung (po'of, porata', 'maus) pada masyarakat adat Pah Amarasi (dan atoin' meto')? Jawabannya, perempuan, ibu. 

Dalam budaya atoin' Meto', para perempuan Meto'lah yang mengurus lumbung makanan. Perempuanlah yang menempatkan makanan di dalam lumbung. Perempuanlah yang menakar jumlah yang akan dikonsumsi dalam satuan waktu sehari, seminggu, sebulan bahkan setahun. Dari lumbung yang sama, seorang perempuan akan mengeluarkan benih untuk ditanam pada musim menanam. Pada lumbung itu, perempuanlah yang akan menyusun rapi persediaan makanan ketika musim panen tiba.

Persediaan makanan yang ada di dalam lumbung itulah yang akan ditakar untuk keluarga menikmatinya selama masa setahun setelah panen, sampai musim tanam berikutnya.

Makanan yang tersedia itu, diolah dan disajikan kepada anggota keluarga. Ibu (perempuan) yang mengolahnya. Misalnya, biji jagung diolah menjadi bose, kemdian dimasak dengan campuran kacang, santan kelapa, ditaburi garam. Jadilah makanan yang nikmat dan lezat pada lidah anggota keluarga. Kenikmatan dan kelezatan itu disajikan di meja makan. Ibu (Perempuan) yang menyediakan makanan itu menakar sedemikian rupa sehingga cukup untuk sekali makan. Maka, ketika semua anggota keluarga menikmati sajian makanan itu, mereka akan diingatkan untuk menyelesaikan makanan itu, tanpa sisa. Baca di sini https://uminiibaki.blogspot.com/2022/03/muah-ate-kais-mukraeb.html

Bagaimana korelasinya?

Oko'mama' sebagai wadah yang terdiri dari dua bagian: ainan dan toben. Ainan secara fisolofis maknanya sebagai lumbung, tempat persediaan; dan toben dimaknai sebagai meja makan, tempat penyediaan makanan. Baik lumbung maupun meja makan keduanya merupakan satu kesatuan yang pengelolanya ada di tangan ibu, perempuan. Para penikmat sirih-pinang-kapur yang memerahkan bibir hanya dapat menikmati jika hal ini disediakan oleh seorang ibu, perempuan. Seorang suami dapat saja menyediakan sirih-pinang-kapur kepada tamunya. Ia akan mengambil ketiga hal itu dari dalam kantong persediaannya, yang disebut aruk/alu'-mamat. Ia akan memanggil isterinya untuk membawa oko'mama' kepadanya. Pada oko'mama' itu ia tempatkan ketiga jenis benda itu, kemudian sang ibu menyediakan dan menyilahkan tamunya untuk mengambil dan memamah.

Foto: dokpri @RoniBani

Ainan dari satu unit oko'mama' berfungsi sebagai lumbung, karena di tempat itu selalu akan ditempatkan buah atau irisan pinang dan patahan sirih. Kedua jenis ini ditempatkan di ainan sebagai persediaan. Bila pelayanan kepada tamu, kemudian pada toben sudah kosong, maka diisikan lagi oleh pemegang oko'mama' yaitu seorang ibu, perempuan. 

Mari kita bertanya, dimanakah posisi seorang laki-laki dalam pemaknaan oko'mama?

Bila memahami secara mendalam makna sebagaimana uraian di atas, tentulah mencari posisi laki-laki, khususnya suami menjadi kabur. Pemahaman yang demikian itu dapat dibenarka. 

Kita melihat posisi laki-laki yang biasanya disebut atoin' mone (saudara laki-laki). Bila sudah menjadi seorang suami, maka sebutannya menjadi mone saja. Ia seorang yang area kerja bukan domestik (nanaf), tetapi area kerjanya mone' (di luar, di kebun, ladang, sawah, mengurus ternak, dll). Wajah luar-dalam dari satu rumah tangga ada pada pasangan konstruksi umi-mone'; dan umi-ropo. Umi (ume) ~ lambang perempuan, dan mone' ~ ropo lambang laki-laki.

Pada konstruksi oko'mama' posisi laki-laki menjadi kabur. Tidak. Ia terlihat dan dapat dirasakan manakala bagian toben telah terisi sirih-pinang-kapur, terlihat di luar, mone'. Pada posisi yang demikian seorang laki-laki, suami telah mendapatkan harkatnya oleh karena seorang perempuan telah menempatkannya secara lebih tinggi di hadapan tamunya.

Penutup

Uraian di atas kiranya membuka cakrawala berpikir pada masyarakat adat Pah Amarasi. Oko'mama' atau koor-baha' tidak sekadar tempat untuk menempatkan sirih-pinang-kapur dan sering ditambahkan tembakau. Maknanya dapat ditemukan lebih dalam lagi ketika setiap rumah tangga di dalam masyarakat adat Pah Amarasi, selalu ada oko'mama'. Hal ini untuk melestarikan keakraban dalam pelayanan pembuka pada setiap pertemuan informal keluarga hingga yang sangat formal.


Umi Nii Baki, 20 Mei 2022
herobani68@gmail.com 
 

Komentar

  1. Luar biasa sangat detail
    Menjadi wacana betapa kebudayaan leluhur kita sangat tinggi dan patut dilestarikan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih ibu telah membaca. Saya tulis dan membagikannya kepada si mahasiswi untuk referensi awal, daripada dia pergi dengan membawa bayang-bayang aksara, bisa lupa.🤣🤣

      Hapus
  2. Terima kasih pak, sudah memaparkan arti, makna dan fungsi oko'mama' secara harfiah. Karena sejak lahir saya tidak pernah mendengar ttg makna dari oko'mama'.
    Pengertian saya selama ini hanya sebatas budaya dan tradisi dari atoin meto'.

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha... rupanya su baca anteru ee... makasi bambanya...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Koroh natiik Maria

Beragam Istilah mengurus Perkawinan Adat di Amarasi Raya