Pengantin Adat, Pinang Hias, Pinang Berhadiah

Pengantin Adat, Pinang Hias, Pinang Berhadiah



Januari 2020, tepatnya pada tanggal sepuluh, sepasang kekasih melangsungkan pernikahan di salah satu gedung gereja, di pinggiran kota So'e yang katanya kota dingin di Timor (Barat-NKRI). Keduanya mengikat janji setia sampai maut yang memisahkan.

Singkat cerita, setelah janji setia itu diikarkan di hadapan pemuka agama, saksi, orang tua dan kerabat keluarga, mereka pun resmi menjadi suami-isteri. 

Lalu, sebagaimana lazimnya suatu ritual pernikahan, para kerabatpun dihadirkan dalam suatu resepsi yang dikemas sederhana nan apik. Dekorasi sederhana tak menyolok. Di sana ditempatkan satu wujud hiasan yang sesungguhnya biasa-biasa saja. Mengapa? Karena hal itu sudah lazim juga di beberapa acara serupa. Mereka menyebutkannya dengan istilah Pinang Baroit.

Tepat atau tidaknya istilah itu, bukan suatu hal yang perlu diperdebatkan. Menariknya, beberapa kali saya menyaksikan bila pengantin menyediakan pinang baroit, maka pengantinlah yang akan membawa pinang itu kepada para tetamu undangan. Kali ini berbeda. Pengantin justru "mengabsensi" para tetamu untuk datang ke dekat pelaminan. Di sana mereka "memetik" sirih-pinang yang disediakan.






Apa maknanya bagi pengantin?

Pertama, mereka telah memberi rasa hormat kepada tetamu dengan menyebutkan nama satu persatu sebagai sesuatu yang berbeda. Tidak biasanya pengantin melakukan hal itu dalam tradisi resepsi menandai suatu pernikahan di kalangan masyarakat kota hingga pedesaan dan pedalaman Timor. Pengantin biasanya mendapatkan tugas bla bla bla... Lalu pada akhirnya menjemput tetamu menikmati hidangan yang telah disediakan.

Kedua, pengantin dengan sendirinya mengetahui bahwa keluarga dan tamu yang diundang baik dengan undangan lisan maupun tertulis, telah memenuhi undangan mereka. Jika ada yang tidak sempat disebutkan namanya, mereka akan diketahui kemudian ketika memberi salam jabat tangan pada saat acara ditutup oleh Master of Ceremony (MC).

Ketiga, pengantin mendapatkan kesempatan untuk rileks. Umumnya, dalam resepsi-resepsi pernikahan, banyak pengantin tidak rileks, karena MC yang katanya "profesional" justru melakukan plonco pada pengantin. Anehnya, khalayak dan tetamu justru menyukai ploncoan kepada pengantin. Padahal, pengantin mestinya bergembiran bukan karena diplonco, tetapi karena keluarga dan tetamu undangan memenuhi undangan, mau berkisah tentang masa jatuh cinta, dan di masa depan akan membangun cinta.

Akh...

Malam itu, setelah semua pinang diambil oleh mereka yang namanya dipanggil, ada dua orang di antaranya yang mendapatkan hadiah. Mengapa? Sudah lazim di Timor, bila menggunakan pinang baroit atau pinang hias pada acara resepsi, maka pengantin biasanya menyediakan paling kurang dua hadiah kepada dua orang yang beruntung. Kepada dua tamu itu diberi hadiah masing-masing sehelai selendang.

Sebelumnya kedua penerima hadiah diwajibkan memamah sirih-pinang bercampur kapur sampai memerah bibir karena faktor campuran sirih-pinang-kapur di dalam mulut.

Ini satu pengalaman belaka. Kiranya bukan hal yang harus menjadi sesuatu yang membebani dalam polemik tak bermanfaat.

Komentar

  1. Selamat malam pak Bani.
    Mohon maaf, karena sebelum ini saya diam" mengikuti postingan pak Bani di medsos walau hanya sebagian kecil. Dan menurut saya sangat inspiratif terutama mengenai tradisi kita bagi yg mau belajar utk mengenal tradisi kita orang Timor. Saran saya skaligus saya mau tanya; adakah di antara karya" p. Bani yg sdh di bukukan/didokumentasikan? Demi generasi yg akan dtg. Samar" terlihat klo tradisi kita terkikis oleh perkembangan zaman yg bukan tdk mungkin akan lenyap.
    Oh ya pak Bani, seandainya saya mau hbgi pak Bani secara japri gimana pak, apakah bisa via WA?
    Ini no WA saya: 089514378320
    👏👏👏

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peniti, Bawang Putih, Genoak, antara Mitos, Pengetahuan dan Kepercayaan

Lopo dan Maknanya

Koroh natiik Maria